1.
|
‘Adalah semua sahabat bertentangan dengan
al-Qur`an
Bagaimana al-Qur`an menilai sahabat Nabi saw dapat disimpulkan dari beberapa
hal berikut :
Al-Qur`an melarang kita untuk
menyamakan semua sahabat Nabi saw pada tingkat yang sama. Al-Qur’an
menegaskan, “Tidak sama di antara kamu orang yang menginfakkan hartanya
sebelum Kemenangan (Al-Fath) dan berperang. Mereka lebih agung derajatnya
dari orang-orang yang menginfakkan hartanya sesudah itu dan berperang. Allah
menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Hadid 10).
Artinya, tidak boleh kita
menyamakan sahabat yang masuk Islam sebelum Al-Fath seperti Imam Ali dengan
sahabat yang masuk Islam sesudah kemenangan Mekah seperti Muawiyah. (40
Masalah Syiah hal. 76-77)
Tanggapan LPPI :
Emilia mengutip surat Al-Nisa
ayat 95 di bukunya 40 Masalah Syiah pada halaman 77, bahwasanya ada para
sahabat yang dikecam oleh Al-Qur`an. Dalilnya yaitu,
“Tidaklah sama antara orang
beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur
(halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan
jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan).
Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah
melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang
besar,” (QS An-Nisa [04]: 95).
Ayat ini tidak bisa dijadikan
alasan untuk membeda-bedakan para sahabat seperti yang dikatakan di dalam
buku 40 Masalah Syiah, “Al-Qur`an melarang kita untuk menyamakan semua
sahabat Nabi saw pada tingkat yang sama.” Padahal yang dimaksudkan oleh Allah
SWT adalah bahwa para sahabat yang ikut berperang akan mendapatkan pahala
yang sangat besar jika dibandingkan dengan para sahabat yang tidak ikut
berperang padahal fisik mereka tidak sedang sakit atau tidak cacat seperti
Ibnu Ummi Maktum yang buta. Dia ingin berperang, tapi apa daya tangan tak
sampai. Bagaimana mungkin seorang yang buta bisa berperang? Oleh karena itu,
Allah SWT memberikan rukhsah-Nya kepada Ibnu Ummi Maktum. Akan tetapi, jangan
dianggap bahwa para sahabat yang tidak ikut berperang tidak mendapatkan
pahala dari Allah SWT.
Tetap masing-masing mendapatkan pahala dari Allah SWT. Akan tetapi
pahala para sahabat yang ikut berperang lebih banyak daripada para sahabat
yang tidak ikut berperang. Bukankah hukum perang itu fardhu kifayah sehingga
dibolehkan bagi para sahabat yang lain untuk tidak ikut berperang? Kemudian
jika toh ada ayat yang mengecam sebagian para sahabat, mari kita jadikan
ibrah kejadian tersebut. Karena bagi para sahabat adalah amal ibadah mereka
dan bagi kita adalah amal ibadah kita. Kehidupan para sahabat telah berlalu,
maka masa lalu biarlah berlalu, tinggal kita petik hikmah di balik peristiwa
yang dialami para sahabat tersebut.
|
2.
|
Bab 10
ISHMAH PARA IMAM
Tuduhan
Orang Syiah musyrik karena
mempercayai kesucian para Imam mereka.
Jawaban
Ishmah adalah
keterpeliharaan dari dosa dan kesalahan. Dari segi makna, ishmah sam dengan ’adalah. Jika Ahlussunnah
menerapkan ’ismah kepada semua sahabat Nabi saw, Syiah hanya
menetapkan ’ishmah kepada empat belas manusia suci – yakni Rasulullah
saw, Fathimah, Ali, Al-Hasan, Al-Husayn dan sembilan orang Imam dari
keturunan al-Husayn. Mereka itu secara keseluruhan disebut Ahlulbait.....
Dia menurunkan ayat, “taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amr
di antara kamu?” maka turunlah ayat ini berkenaan dengan Ali, Al-Hasan
dan Al-Husayn. Kemudian Rasulullah saw bersabda : Aku wasiatkan kamu
dengan Kitab Allah danAhlulbaitku. Aku telah bermohon kepada Allah agar
keduanya tidak berpisah sampai menemui aku di telaga al-Hawdh. Allah memenuhi
doaku (Al-Hakim al-Haskani, Syawahid al-Tanzil Liqawa’id al-Tafdhil, 1:148-150).
”Apa hubungan antara Ulil Amr
dengan kemaksuman? Al-Fakhr al-Razi menulis, ”Sesungguhnya Allah swt
memerintahkan ketaatan kepada Ulil Amr dengan sangat tegas (’ala sabil
al-jazmi) dalam ayat ini. Barang siapa yang diperintahkan Allah swt untuk
ditaati dengan sangat pasti, tidak bisa tidak ia harus maksum atau
terpelihara dari segala kesalahan dan dosa. Jika ia tidak maksum dari
kesalahan, kita bisa memperkirakan bahwa ia akan mungkin memerintahkan yang
salah. Dengan begitu salahlah yang memerintahkan....Sudah terbukti, bahwa
Allah swt memerintahkan kita untuk mentaati Ulil Amr secara sangat tegas
karena itu terbuktilah bahwa semua orang yang wajib ditaati berdasarkan
perintah Allah swt yang tegas wajib terpelihara dari segala kesalahan. Dengan
begitu bisa kita tetapkan dengan pasti bahwa Ulil Amri yang disebutkan dalam
ayat ini tidak bisa tidak harus maksum” (Al-Tafsir Al-Kabir; 10: 144), (40
Masalah Syiah, hal. 94-95).
Tanggapan LPPI :
Apabila seperti ini klaim
orang-orang Syiah terhadap Ulil Amr, yaitu mereka harus maksum (terpelihara
dari segala kesalahan dan dosa), maka kita ajukan pertanyaan, ”Apakah ada
nash dari Al-Qur`an yang menyatakan bahwa Ali, Fathimah, Al-Hasan, Al-Husayn
dan sembilan orang Imam dari keturunan Al-Husayn adalah orang-orang yang
maksum seperti Rasulullah saw?”
Jika mereka orang-orang Syiah
menjawab ya, maka mereka harus menunjukkan dalilnya, yaitu dalil dari
Al-Qur`an. Kalau tidak ada
dalilnya dari Al-Qur`an, carilah dari Al-Hadits. Akan tetapi jika mereka
mengatakan tidak ada dalilnya, artinya alasan ini akan menjadi bumerang bagi
mereka.
Jika orang-orang Syiah menganggap bahwa Fathimah, Ali, Al-Hasan dan
Al-Husayn adalah maksum, maka baiat yang Al-Hasan berikan terhadap Muawiyah
adalah benar dan direstui oleh Allah SWT. Karena jika salah, apakah mungkin
Allah SWT akan membiarkan hamba-Nya yang maksum berbuat salah? Pasti Allah
SWT akan menegurnya. Tetapi, apakah datang teguran Allah SWT kepada Al-Hasan
yang telah membaiat Muawiyah? Kalau tidak ada teguran, artinya Muawiyah
adalah sah sebagai khalifah karena orang yang dianggap maksum yaitu Al-Hasan
bin Ali telah ikut berbaiat kepada Muawiyah. Akan tetapi, mengapa orang-orang
Syiah tetap membenci Muawiyah dengan tuduhan dia telah merampas tampuk
kekhalifahan dari Al-Hasan? Padahal Al-Hasan sendiri yang telah memberikan
jabatan khalifah kepada Mu’awiyah.
|
3.
|
Bab 15
TAQIYAH: AJARAN
KEMUNAFIKAN
Tuduhan
Orang Syiah bersenjatakan
taqiyah untuk berbohong.
Jawaban
Syi’ah menjalankan taqiyah
seperti yang diajarkan Al-Qur`an dan Sunnah. Taqiyah berbeda dengan nifaq
(sifat munafiq). Taqiyah berarti menyembunyikan iman dan menampakkan
kekufuran. Munafiq menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan.
Dalam Al-Qur`an
Ali Imran (QS 3: 28) : “…kecuali
memelihara dirimu dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.”
Al-Nahl (QS 16: 106) : “…Kecuali
orang yang terpaksa, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman.”
Al-Mu’min (QS 40:28): “Dan
seorang laki-laki yang beriman diantara pengikut-pengikut Fir’aun,
menyembunyikan iman.”
Tanggapan LPPI :
Ali Imran (QS 3: 28). Ayat
selengkapnya :
“Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang
kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat
demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah, kecuali
karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan
Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-Nya dan hanya kepada Allah tempat
kembali,” (QS Ali Imran
[03]: 28)
Para ulama menafsirkan bahwasanya ayat ini (perintah taqiyah) ditujukan
kepada orang-orang beriman yang teraniaya dan hidup di lingkungan orang-orang
kafir yang jahat. Untuk menyelamatkan jiwa dan aqidah mereka, maka mereka
dibolehkan untuk bertaqiyah. Misalnya mengakui tuhan-tuhan mereka (orang-orang
kafir) agar tidak mendapatkan siksaan. Akan tetapi, hatinya tetap beriman
kepada Allah SWT. Maka Allah SWT membolehkan sikap dusta ini yang di dalam Al-Qur`an
disebut sebagai taqiyah terhadap orang-orang kafir harbi.
Oleh orang-orang Syiah, taqiyah ini mereka gunakan kepada orang-orang
muslim. Mereka berdusta dan membohongi kaum muslimin Ahlussunnah demi
mencapai tujuan jahat mereka.
Al-Nahl (QS 16: 106).
Ayat selengkapnya :
”Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia
beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang
yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan
mereka akan mendapat azab yang besar,” (QS An-Nahl [16]: 106)
Al-Mu’min (QS 40:28). Ayat selengkapnya :
”Dan seseorang yang beriman di antara keluarga
Fir‘aun yang menyembunyikan imannya berkata, “Apakah kamu akan membunuh
seseorang karena dia berkata, “Tuhanku adalah Allah,” padahal sungguh, dia
telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu. Dan
jika dia seorang pendusta maka dialah yang akan menanggung (dosa) dustanya
itu; dan jika dia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang
diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang yang melampaui batas dan pendusta,” (QS Al-Mu’min [40]: 28)
Ayat Al-Nahl (QS 16: 106) dan Al-Mu’min (QS 40:28) di atas ini
menjelaskan tentang seorang muslim yang bertaqiyah di hadapan orang-orang
kafir demi menyelamatkan iman dan aqidahnya. Dia (si muslim) tidak bermaksud
untuk murtad dari Islam, tapi hanya membohongi orang-orang kafir supaya
jiwanya terselamatkan. Akan tetapi, orang-orang Syiah menjadikan ayat ini
sebagai alasan untuk berbohong (bertaqiyah) kepada Ahlussunnah.
Jika Syiah mengaku sebagai ajaran yang benar-benar datangnya dari Allah
SWT dan Rasulullah Saw, untuk apa mereka bertaqiyah?
|
4.
|
Bab 16
ALLAH BOLEH KHILAF
(AL-BADA’)
Tuduhan
Orang Syiah musyrik karena
Allah boleh khilaf tapi Imam tetap maksum (Al-Bada’)
Jawaban
Syiah mempercayai al-Bada’
sebagai perubahan dalam Qadha Allah karena kehendak Allah. Bukan karena Allah
khilaf, tetapi karena Ia dapat menetapkan dan menghapuskan ketetapanNya
sebagaimana yang Ia kehendaki.
Dalam Al-Qur`an
Al-Ra’d (QS 13: 39) : “Tuhan
menghapuskan apa-apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa-apa yang Dia
kehendaki), dan di sisi-Nya-lah Ummul Kitab.”
Al-‘A’raf (QS 7: 96) : “Dan
sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) maka Kami siksa mereka disebabkan apa yang
mereka usahakan.”
Al-Nahl (QS 16: 112) : “Dan
Allah menjadikan sebagai perumpamaan akan sesuatu negeri yang aman lagi
tenteram, rezekinya datang melimpah dari setiap tempat, lalu mereka ingkar
terhadap nikmat Allah, maka Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan
dan ketakutan disebabkan perbuatan mereka.”
Tanggapan LPPI:
Al-Ra’d (QS 13: 39). Ayat selengkapnya :
”Allah menghapus dan
menetapkan apa yang Dia kehendaki. Dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh
Mahfuzh),” (QS Al-Ra’d [13]: 39)
Ayat ini berkenaan dengan kehendak Allah SWT. Allah SWT telah menurunkan
kitab-kitab-Nya, yaitu Zabur, Taurat dan Injil. Allah SWT berkehendak untuk
menghapus isi ketiga kitab tersebut dan kemudian ditetapkan kembali dengan
kitab-Nya yang turun terakhir, yaitu dengan Al-Qur`an. Atau Allah SWT
berkuasa untuk menghapuskan segala sesuatu yang ada di dunia ini, kecuali
kematian, kelahiran, kebahagiaan dan kesengsaraan seseorang. Karena kesemua
ini telah tetap dan tidak tidak bisa berubah. Allah SWT mau berbuat apa saja,
Dia tidak akan dimintai pertanggung jawaban. Allah SWT berfirman,
“Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang
dikerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya,” (QS Al-Anbiya [21]: 23)
|
5.
|
Bab 17
REINKARNASI : AL-RAJ’AH
Tuduhan
Syiah sesat karena mempercayai Al-Raj’ah; yakni, kembalinya ruh ke jasad
di dunia sebelum kiamat.
Jawaban
Syi’ah mengambil petunjuk dari Al-Qur`an tentang Raj’ah, yakni
dihidupkannya kembali segolongan dari tiap-tiap umat sebelum hari kiamat.Ar-Raj’ah
ialah kembalinya ruh ke jasad di dunia sebelum kiamat.
Dalam Al-Qur`an
Al-Naml (QS 27: 82-84): “Dan pada hari Kami kumpulkan dari tiap-tiap
umat segolongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, lalu mereka
dipisah-pisahkan.
Ayat-ayat ini
menjelaskan peristiwa sebelum hari kiamat: munculnya daabbah dan dibangkitnya
segolongan dari tiap-tiap umat (min kulli ummatin faujan). Pada
al-Naml 87, Allah swt menceritakan kiamat ketika ditiup sangkakala. Pada hari
kiamat itu, Allah membangkitkan semuanya, bukan hanya segolongan dari
tiap-tiap umat, tapi semuanya: “Dan semua mereka datang menghadap-Nya
dengan merendahkan diri (Al-Naml 84); kami kumpulkan seluruh manusia dan
tidak Kami tinggalkan seorang pun di antara mereka (Al-Kahfi 47)
Al Mu’min (QS 40: 11): “Mereka akan
mengatakan “Ya Tuhan kami! Engkau telah mematikan kami dua kali lalu kami
mengakui dosa-dosa kami. Maka masih adakah jalan keluar?”
Al Imran (QS 3: 49): ”...dan
kau menyembuhkan orang-orang yang buta sejak dari lahirnya, dan orang-orang
yang berpenyakit sopak dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah”
(lihat juga Al Maidah QS 5: 110)
Surat Yassin (QS 36:
78-79): ”Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah
hancur luluh? Katakanlah: ”Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang telah
menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala
makhluk...”
Sekiranya Raj’ah
diartikan REINKARNASI maka membangunkan orang mati yang dilakukan oleh Nabi
Isa adalah REINKARNASI. Begitu juga tentang kebangkitan kembali di hari
Qiyamat.
Dalam Hadis
Rasulullah saw bersabda: ”Kalian akan mengikuti tradisi umat-umat sebelum
kalian, sejengkal demi sejengkal, sesiku demi sesiku. Sehingga sekiranya
mereka masuk ke lubang biawak sekali pun
kalian akan mengikutinya. Kami bertanya: Ya Rasulullah saw, apakah
mereka itu Yahudi dan Nashara? Ia bersabda; Siapa lagi? (Shahih al-Bukhari
9:112; 9:102; Kanz al-’Ummal 11:133). Khalifah al-Ma’mun bertanya kepada Imam Ali
Ridho as tentang Raj’ah. Ia menjawab: Raj’ah itu benar, karena sudah terjadi
pada umat-umat sebelumnya. Al-Qur`an sudah menceritakannya dan Rasulullah saw
bersabda (kemudian ia mengutip hadis yang redaksinya sama dengan hadis di
atas).
Adapun
kisah-kisah Raj’ah yang disebutkan Allah dalam Al-Qur`an :
- Menghidupkan kembali sekelompok Bani Israil (Al-Baqarah QS 2: 55-56)
- Menghidupkan seorang yang terbunuh di kalangan Bani Israil dan
tidak diketahui siapa pembunuhnya (Al Baqarah QS 2: 72-73)
- Menghidupkan kembali ribuan manusia yang sudah mati (Al Baqarah QS 2: 243)
- Menghidupkan
‘Uzair setelah meninggal seratus tahun (Al Baqarah QS 2: 259)
- Menghidupkan
yang mati melalui mukjizat Isa as (Al Naml QS 27: 82-83)
Tanggapan LPPI :
Al-Naml (QS 27: 82-84). Ayat
selengkapnya :
”Dan (ingatlah) pada hari
(ketika) Kami mengumpulkan dari setiap umat, segolongan orang yang mendustakan ayat-ayat Kami,
lalu mereka dibagi-bagi (dalam kelompok-kelompok),” (QS An-Naml [27]: 83/Terjemah
Al-Qur`an Kemenag Versi Terbaru).
Ayat ini tidak ada sangkut pautnya dengan
Reinkarnasi. Ayat ini merupakan penjelasan dari Allah SWT tentang hari
Kiamat. Yaitu pada hari Kiamat, Allah SWT akan mengumpulkan seluruh umat
manusia di hadapan-Nya dan Dia akan meminta pertanggung jawabannya dari
masing-masing orang dari setiap umat. Sejak umat Nabi Adam AS (manusia yang
hidup sezaman dengan Nabi Adam AS), sampai dengan umat Nabi Muhammad SAW
(umat manusia yang hidup setelah Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia ini).
|
Al-Kahfi 47. Ayat selengkapnya :
”Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami
perjalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami
kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun
dari mereka,” (QS
Al-Kahfi [18]: 47)
Sekali lagi, ayat ini tidak ada sangkut
pautnya dengan Reinkarnasi. Ayat ini berkaitan dengan hari Kiamat.
|
Al Mu’min (QS 40: 11). Ayat selengkapnya :
”Mereka menjawab, “Ya Tuhan kami, Engkau telah
mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu
kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah jalan (bagi kami) untuk keluar
(dari neraka)?” (QS
Al-Mu’min [40]: 11)
Masih sama, ayat ini berkisah tentang nasib
umat manusia di hari Kiamat. Orang-orang yang durhaka di hari Kiamat kelak
akan mengakui dosa-dosa mereka seraya menyesalinya. Tetapi, penyesalan
mereka tidak berguna sama sekali. Ayat ini tidak ada sangkut pautnya dengan
Reinkarnasi.
|
Al Imran (QS 3: 49). Ayat selengkapnya :
”Dan sebagai Rasul kepada Bani Israil (dia
berkata), “Aku telah datang kepada kamu dengan sebuah tanda (mukjizat) dari
Tuhanmu, yaitu aku membuatkan bagimu (sesuatu) dari tanah berbentuk seperti
burung, lalu aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan izin
Allah. Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahir dan orang yang
berpenyakit kusta. Dan aku menghidupkan orang mati dengan izin Allah, dan
aku beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di
rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat suatu tanda
(kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu orang beriman,” (QS Ali Imran [03]: 49)
Ayat ini bercerita tentang mukjizat Nabi Isa
AS dan bukan tentang Reinkarnasi. Nabi Isa AS bisa menghidupkan orang yang
sudah mati bukan untuk Reinkarnasi, tetapi untuk mencari kebenaran. Setelah
orang mati yang dihidupkan kembali oleh Nabi Isa AS (seizin Allah SWT)
bercerita atau memberikan keterangan yang diperlukan oleh Nabi Isa AS, maka
orang tersebut mati kembali. Hal ini bukan Reinkarnasi, karena di dalam
Islam tidak ada aqidah Reinkarnasi.
|
Al Maidah QS 5: 110. Ayat selengkapnya :
”Dan Ingatlah, ketika Allah berfirman, “Wahai
Isa putra Maryam! Ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu sewaktu Aku
menguatkanmu dengan Rohulkudus. Engkau dapat berbicara dengan manusia di
waktu masih dalam buaian dan setelah dewasa. Dan ingatlah ketika Aku
mengajarkan menulis kepadamu, (juga) hikmah, Taurat dan Injil. Dan ingatlah
ketika engkau membentuk dari tanah berupa burung dengan seizin-Ku, kemudian
engkau meniupnya, lalu menjadi seekor burung (yang sebenarnya) dengan
seizin-Ku. Dan ingatlah, ketika engkau menyembuhkan orang yang buta sejak
lahir dan orang yang berpenyakit kusta dengan seizin-Ku. Dan ingatlah
ketika engkau mengeluarkan orang mati (dari kubur menjadi hidup) dengan
seizin-Ku. Dan ingatlah ketika Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan
mereka membunuhmu) dikala engkau mengemukakan kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka
berkata, “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.” (QS Al-Maidah [05]: 110)
Ayat ini masih bercerita tentang mukjizat Nabi
Isa AS dan bukan tentang Reinkarnasi. Nabi Isa AS bisa menghidupkan orang
yang sudah mati bukan untuk Reinkarnasi, tetapi untuk mencari kebenaran.
Setelah orang mati yang dihidupkan kembali oleh Nabi Isa AS (seizin Allah
SWT) bercerita atau memberikan keterangan yang diperlukan oleh Nabi Isa AS,
maka orang tersebut mati kembali. Hal ini bukan Reinkarnasi, karena di
dalam Islam tidak ada aqidah Reinkarnasi.
|
Surat Yassin (QS 36: 78-79). Ayat selengkapnya :
”Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan
melupakan asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan
tulang-belulang, yang telah hancur luluh? Katakanlah (Muhammad), “Yang akan
menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia
Maha Mengetahui tentang segala makhluk,” (QS Yasin [36]: 78-79)
Ayat ini berkisah tentang seluruh umat manusia
yang akan dihidupkan kembali oleh Allah SWT setelah mereka mati dan menjadi
luluh (menjadi tanah atau tersisa tulang belulangnya). Hal ini terjadi pada
hari Kiamat, di mana Allah SWT akan menghidupkan kembali seluruh umat
manusia dan akan menghisab mereka untuk mempertanggung jawabkan seluruh
perbuatan mereka selama hidup di dunia.
|
Tanggapan LPPI :
Adapun kisah-kisah Raj’ah yang disebutkan Allah dalam Al-Qur`an :
* Menghidupkan kembali sekelompok Bani Israil (Al Baqarah QS 2:
55-56). Ayat selengkapnya :
”Dan
(ingatlah) ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu
sebelum kami melihat Allah dengan jelas,” maka halilintar menyambarmu, sedang
kamu menyaksikan. Kemudian, Kami membangkitkan kamu setelah kamu mati, agar
kamu bersyukur,” (QS Al-Baqarah
[02]: 55-56)
*
Menghidupkan seorang yang terbunuh di kalangan Bani Israil dan tidak
diketahui siapa pembunuhnya (Al Baqarah QS 2: 72-73). Ayat selengkapnya :
”Dan
(ingatlah) ketika kamu membunuh seseorang, lalu kamu tuduh-menuduh tentang
itu. Tetapi Allah menyingkapkan apa yang kamu sembunyikan. Lalu Kami
berfirman, “Pukullah (mayat) itu dengan bagian dari (sapi) itu!” Demikianlah
Allah menghidupkan (orang) yang telah mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu
tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti,” (QS Al-Baqarah [02]: 72-73)
* Menghidupkan
kembali ribuan manusia yang sudah mati (Al Baqarah QS 2: 243). Ayat
selengkapnya :
”Tidakkah
kamu memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halamannya, sedang
jumlahnya ribuan karena takut mati? Lalu Allah berfirman kepada mereka,
“Matilah kamu!” Kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah
memberikan karunia kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak
bersyukur,” (QS
Al-Baqarah [02]: 243)
* Menghidupkan
’Uzair setelah meninggal seratus tahun (Al Baqarah QS 2: 259). Ayat
selengkapnya :
”Atau seperti
orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh
hingga menutupi (reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, “Bagaimana Allah
menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur?” Lalu Allah mematikannya
(orang itu) selama seratus tahun, kemudian membangkitkannya (menghidupkannya)
kembali. Dan (Allah) bertanya, “Berapa lama engkau tinggal (di sini)?” Dia
(orang itu) menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari.”
Allah berfirman, “Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan
dan minumanmu yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang telah
menjadi tulang belulang). Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami
bagi manusia. Lihatlah tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami
menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka ketika
telah nyata baginya, dia pun berkata, “Saya mengetahui bahwa Allah Mahakuasa
atas segala sesuatu,”
(QS Al-Baqarah [02]: 259)
* Menghidupkan
yang mati melalui mukjizat Isa as (al Naml QS 27: 82-83). Ayat
selengkapnya :
”Dan
apabila perkataan (ketentuan masa kehancuran alam) telah berlaku atas mereka,
Kami keluarkan makhluk bergerak yang bernyawa dari bumi yang akan mengatakan
kepada mereka bahwa manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami. Dan
(ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan dari setiap umat, segolongan
orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, lalu mereka dibagi-bagi (dalam kelompok-kelompok),” (QS An-Naml [27]: 82-83)
Sekali lagi, ayat-ayat di atas merupakan penjelasan dari Allah SWT
tentang kuasa Allah SWT untuk menghidupkan orang-orang yang sudah meninggal
dunia demi sebuah tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh-Nya. Seperti Uzair
yang dimatikan seratus tahun, kemudian dihidupkan kembali. Yaitu berisi
pelajaran mengenai kekuasaan Allah SWT yang mampu menghidupkan tulang
belulang makhluk-Nya, dalam hal ini seekor keledai. Sehingga ketika Uzair
melihat kekuasaan Allah SWT ini, Uzair pun berkata,“Saya mengetahui bahwa
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
|
6.
|
Bab 20
PARA IMAM
MEMILIKI DUNIA DAN AKHIRAT
Tuduhan
Imam Syiah
mengetahui apa yang di langit.
Jawaban
“Sesungguhnya aku mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Aku
mengetahui apa yang di syurga dan di neraka. Aku mengetahui perkara yang
berlalu dan perkara yang akan datang” Ucapan di atas adalah ucapan Imam
Ja’far as Shadiq, yang telah dibuang kalimat yang sangat penting yaitu :
“Sesungguhnya aku mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Aku
mengetahui apa yang di syurga dan di neraka. Aku mengetahui perkara yang
berlalu dan perkara yang akan datang”, kemudian (Imam Ja’far) berhenti
sebentar karena ia melihat ucapan itu sangat berat bagi orang yang mendengarnya.
Ia berkata: Aku mengetahui yang demikian dari Kitabullah Azza wa jalla.
Sesungguhnya Allah Azza wa jalla berfirman: Dan Kami turunkan Al-Kitab
kepadamu untuk penjelasan segala sesuatu.” (40 Masalah Syiah hal.
125-126)
Tanggapan LPPI :
Allah SWT berfirman,
“Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui
kapan mereka akan dibangkitkan,” (QS An-Naml [27]: 65).
“Dia Mengetahui yang gaib,
tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu.
Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga
(malaikat) di depan dan di belakangnya,” (QS Al-Jin [72]: 26-27).
Keyakinan Ahlussunnah
bahwasanya yang mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, apa yang ada
di syurga dan di neraka dan mengetahui perkara yang berlalu dan perkara yang
akan datang hanya Allah SWT saja.
Jika ada perkara gaib yang
disampaikan oleh Allah SWT di dalam al-Qur`an, maka perkara gaib tersebut
hanya disampaikan sebatas garis besarnya saja. Sedangkan rinciannya, hanya
Allah SWT saja yang tahu. Jika Allah SWT memberikan rincian hal gaib
tersebut, misalnya tentang neraka. Berapa lebar, luas dan kedalaman neraka? Maka
keterangan ini akan Allah SWT berikan kepada utusan-Nya dan bukan kepada
orang lain.
Oleh karena itu, perkataan
Syiah, “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Aku
mengetahui apa yang di syurga dan di neraka. Aku mengetahui perkara yang
berlalu dan perkara yang akan datang. Aku mengetahui yang demikian dari
Kitabullah Azza wa jalla,” maka ucapan ini ada benarnya, karena disandarkan
kepada berita yang datangnya dari Allah SWT yang tertulis di dalam al-Qur`an.
Karena Allah SWT telah
menjelaskan di Al-Qur`an tentang apa yang ada di langit (langit mempunyai
pintu, ada para malaikat yang menjaganya dll) di bumi (di dalam perut bumi tersimpan
kekayaan alam seperti barang tambang dll), di syurga (Allah SWT telah
menjelaskan bahwasanya syurga adalah tempat yang sangat menyenangkan dll), di
neraka (Allah SWT telah menjelaskan bahwasanya neraka adalah tempat yang
sangat mengerikan), perkara yang telah berlalu (misalnya kisah para nabi,
kisah orang-orang dahulu dll) dan perkara yang akan datang (yaitu berita
tentang akan tibanya hari Kiamat).
Allah SWT
berfirman:
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap
umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau
(Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an)
kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim),” (QS An-Nahl [16]:
89)
|
7.
|
Bab 22
MENYEMBAH KUBURAN
Tuduhan
Orang Syiah musyrik karena menyembah kuburan.
Jawaban
Syiah meyakini bahwa ziarah ke makam Nabi Muhammad saw,
para Imam Ahlulbait, wali-wali Allah dan segenap syuhada merupakan amal yang
sangat dianjurkan, sunnah muakkadah.
Tentu saja,
kita harus membedakan antara ziarat dan ibadat. Ibadat atau menyembah hanya
dilakukan untuk Allah swt semata, sementara ziarah dimaksudkan untuk
memuliakan para pembesar Islam dan memohon syafaatnya di sisi Allah swt atau
menghormati sesama kaum muslim yang sudah meninggal dunia. Bahkan Rasulullah
saw sendiri berziarah ke kuburan Baqi dan mengucapkan salam kepada penghuni
kubur.
Dalam
Al-Qur`an
“Dan
janganlah engkau shalat bagi salah satu di antara mereka yang mati
(orang-orang munafik) untuk selama-lamanya dan jangan berdiri (untuk
memintakan ampun) di atas kuburannya. Mereka kafir kepada Allah dan RasulNya
dan mati dalam keadaan fasik” (QS 9: 84)
Jika Nabi saw
dilarang berbuat dua hal tersebut bagi orang munafik, maka pengertiannya
adalah bagi selain munafik, hal itu boleh dilakukan.
Dalam Hadis
”Dulu aku
melarang kalian berziarah kubur. Namun mulai sekarang dan seterusnya,
berziarahlah, karena ziarah dapat membuat kalian zuhud di dunia dan
mengingatkan kalian pada akhirat.” (QS at-Taubah: 84)
“Nabi ziarah
ke makam ibunya, dan di sisi makam ibunya, beliau menangis hingga membuat
orang-orang di sekitarnya menangis, lalu beliau bersabda, aku meminta izin
Tuhanku untuk ziarah ke makam ibuku dan Ia mengizinkanku. Maka ziarahlah
kalian karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kepada kematian”
(QS Al-Ahzab: 53)
Aisyah
mengatakan bahwa Nabi membolehkan ziarah kubur ”Rasulullah mengizinkan ziarah
kubur” (Sunan Ibn Majah,I: 114; Shahih Turmudzi, bab
al-Jana’is, III: 274, disertai juga dengan Syarh Ibn al-Arabi, cetakan
Lebanon; Shahih Bukhari III: 65; Shahih Abu Dawud II, kitab
al-Jana’is, bab Ziarah al-Qubur: 195; Shahih Muslim IV, kitab
al-Jana’is, bab Ziarah al-Qubur: 73).
Putri Nabi,
fathimah, setiap Jumat berziarah ke makam pamannya Hamzah, melakukan shalat
di sisinya dan menangis (Mustadrak, Hakim I: 337; wafa al-wafa’ II:
112).
Tanggapan
LPPI :
(QS 9: 84). Ayat selengkapnya :
“Dan
janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan salat untuk seseorang yang
mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah
engkau berdiri (mendoakan) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar
kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik,” (QS
At-Taubah [09]: 84)
Ayat di atas memang diturunkan
oleh Allah SWT kepada Rasulullah Saw mengenai Abdullah bin Ubay bin Salul,
gembong orang-orang munafik. Rasulullah Saw dilarang menyolati dan memintakan
ampunan untuk orang-orang munafik.
Adapun terhadap jenazah seorang
muslim yang bukan munafik, maka Rasulullah Saw dan para sahabat boleh
menyolatinya dan juga memintakan ampunan kepada Allah untuk jenazah tersebut.
|
|
Tanggapan LPPI untuk
tulisan, “Nabi ziarah ke makam ibunya, dan di sisi makam ibunya, beliau
menangis hingga membuat orang-orang di sekitarnya menangis, lalu beliau
bersabda, aku meminta izin Tuhanku untuk ziarah ke makam ibuku dan Ia
mengizinkanku. Maka ziarahlah kalian karena sesungguhnya ziarah kubur dapat
mengingatkan kepada kematian” (QS Al-Ahzab: 53)
Penulis mencantumkan QS Al-Ahzab: 53. Ayat selengkapnya adalah :
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
memasuki rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa
menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu dipanggil maka masuklah
dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi)
malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan)
yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka
(istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian
itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti
(hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya
selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar
(dosanya) di sisi Allah,” (QS Al-Ahzab [33]: 53)
Ayat di atas, tidak ada sangkut
pautnya dengan ziarah kubur. Ayat di atas bercerita tentang adab (sopan
santun) masuk ke dalam rumah Rasulullah Saw; sopan santun jika sedang berada
di dalam rumah Nabi; sopan santun jika bermuamalah dengan isteri-isteri
beliau; dan juga berisi larangan menikahi isteri-isteri Rasulullah Saw
sepeninggal beliau.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar