KATA PENGANTAR
Oleh : Prof. Dr. H. Yunahar
Ilyas, Lc., M.Ag.
(Ketua PP Muhammadiyah 2010 -
2015)
Setelah
peristiwa konflik Sampang Madura antara pengikut Syi'ah dan Ahlus Sunnah,
banyak orang yang tersentak dan mulai bertanya-tanya tentang apa perbedaan pokok
antara Syi'ah dan Ahlus Sunnah sehingga bisa memicu konflik keras sampai ke tingkat
bentrok fisik. Bahkan sebagian elite, baik dari pemerintahan maupun tokoh
masyarakat tidak mengakui bahwa konflik antar warga masyarakat satu daerah itu
berlatar belakang aliran agama, tetapi membawanya kepada konflik pribadi dengan
latar belakang asmara.
Konflik apa pun
yang terjadi antara warga masyarakat, bisa saja tidak dilatarbelakangi oleh
faktor tunggal, tetapi bisa dua tiga faktor sekaligus, apakah faktor sosial,
ekonomi, politik dan juga agama. Walaupun untuk faktor yang terakhir ini sangat
berat bagi kita untuk mengakuinya. Dengan penelitian yang cermat dan mendalam,
ternyata memang ada faktor agama yang menjadi penyebabnya, kita tidak boleh
menyembunyikan apalagi meniadakannya, agar akar konflik dapat diselesaikan.
Jika akar sebenarnya ditutupi, maka penyelesaian dan perdamaian yang terjadi
adalah semu.
Bagi siapa saja
yang telah mempelajari ajaran Syi'ah baik dari buku-buku hasil karya ulama dan
sarjana Ahlus Sunnah maupun langsung dari karya ulama dan sarjana Syi'ah, tentu
sudah sangat maklum bahwa memang ada ajaran Syi'ah yang berpotensi menimbulkan
konflik, kita sebut contoh satu saja, yaitu ajaran Syi'ah Rafidhah atau disebut
juga Syi'ah Itsna 'Asyriyah tentang para sahabat Nabi Muhammad SAW, lebih-lebih
lagi kalau sudah sampai kepada pelaknatan terhadap dua orang sahabat utama Abu
Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Khattab dan dua orang puteri masing-masing Aisyah
binti bi Bakar dan Hafsah binti Umar-radhiyallahu 'anhum. Siapapun dari
kalangan Ahlus Sunnah yang sempat membaca do'a laknah shanamai Quraisyin pasti
tidak akan dapat menahan dirinya untuk tidak tersinggung dan ikut terhina.
Sejarah sudah membuktikan betapa banyaknya terjadi konflik besar antara Ahlus
Sunnah dan Syi'ah, penguasa masing-masing saling meniadakan. Konflik itu terus
berlangsung sampai sekarang di Iraq, Suria, Bahrain, Pakistan dan Afghanistan.
Beberapa pihak
mulai bertanya dengan penuh kekhawatiran, apakah konflik Ahlus Sunnah dan
Syi'ah bisa juga terjadi di Indonesia? Muhammad Natsir, Ketua Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia, pernah menyatakan bahwa Syi'ah akan menjadi bom waktu di
Indonesia? Pernyataan itu diungkapkan oleh bapak Muhammad Natsir setelah banyak
orang kagum, terutama anak-anak muda dengan keberhasilan Revolusi Iran di bawah
pimpinan Ayatullah Ruhullah Khomeini. Waktu itu,
tidak banyak yang paham, kenapa jadi bom waktu. Apa masalahnya dengan Syi'ah?
Hampir tidak ada yang tahu bahwa Iran adalah sebuah negara dengan penduduk
mayoritas penganut Syi'ah Itsna 'Asyriyah. Keberhasilan Revolusi Iran diikuti
dengan usaha mengekspor ajaran Syi'ah ke dunia Islam lainnya termasuk ke
Indonesia melalui buku-buku tentang Syi'ah atau karya para pemikir dan ulama
Syi'ah.
Begitu khawatirnya konflik Syi'ah dan Sunni meluas ke bagian dunia Islam
yang lain, dalam suatu konfrensi internasional di Kuala Lumpur, ada yang
mengusulkan, dan usul itu disepakati oleh peserta konfrensi, yaitu untuk
menjaga ketenangan dan perdamaian di dunia Islam, harus dibuat kesepakatan
bahwa negara-negara yang sudah damai dengan Syi'ahnya seperti Iran, jangan
diganggu dengan mengekspor ajaran Ahlus Sunnah ke sana. Begitu juga sebaliknya,
negara-negara yang sudah damai dengan ajaran Ahlus Sunnahnya, seperti Indonesia
dan Malaysia, jangan diganggu dengan mengekspor ajaran Syi'ah ke sana.
Tampaknya seruan ini dipatuhi oleh Ahlus Sunnah, tetapi tidak dipatuhi oleh
Syi'ah, buktinya semakin hari penyebaran ajaran Syi'ah di Indonesia semakin
marak.
Peringatan awal tentang bahaya Syi'ah di Indonesia telah diberikan oleh
Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1984. Rapat Kerja Nasional MUI bulan Maret
1984, setelah menjelaskan lima perbedaan pokok ajaran Syi'ah dengan Ahlus
Sunnah, menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal
Jama'ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya paham yang
didasarkan atas ajaran Syi'ah. Pada tahun 2012 Majelis Ulama Indonesia Jawa
Timur mengeluakan fatwa yang lebih tegas menyatakan kesesatan ajaran Syi'ah
Imamiyah Itsna Asyriyah yang menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul Bait dan
semisalnya. Peringatan dari MUI Pusat dan fatwa dari MUI Jawa Timur itu tentu
bertujuan membentengi umat Islam Indonesia dari ajaran Syi'ah Imamiyah Itsna
Asyriyah dan juga untuk menjaga keutuhan dan persatuan umat Islam Indonesia
yang juga berarti keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia.
Buku yang ada di tangan pembaca ini yang disusun dan diterbitkan oleh
Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) sangat membantu kita untuk
mengetahui pokok-pokok aqidah dan ajaran Syi'ah. Buku yang diberi judul Agar
Kita Tidak Menuduh Syi'ah ini juga memuat pandangan dan sikap sebagian ulama
Indonesia terhadap Syi'ah. Buku ini juga dilengkapi dengan dokumen-dokumen
tentang Syi'ah, baik berupa fatwa, keputusan rapat, musyawarah dan juga
surat-surat dari berbagai lembaga dan pihak di Indonesia tentang Syi'ah. Pada
bagian akhir ada tulisan dalam bentuk pertanyaan, mungkinkah Sunnah Syi'ah
bersatu.
Saya menyambut kehadiran buku ini fi khidmatil Islam wal muslimin. Semoga
menjadi amal saleh bagi pimpinan dan penggiat LPPI.
Selamat membaca, dan wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar