PRAKATA
Segala Puji hanya milik Tuhan
Yang Maha Esa, Pencipta alam semesta, Raja langit dan bumi, yang telah
menunjuki jalan kebenaran dan menguatkan kita dalam menapaki jalan kemuliaan,
jalan perubahan menuju kemerdekaan dan kedamaian sejati. Sebuah jalan yang
dirindukan oleh setiap diri di muka bumi. Jalan Kebenaran yang tidak dapat
dipungkiri oleh makhluk apapun di muka bumi. Hanya dengan berjalan pada Jalan
Kebenaran, maka setiap makhluk dapat hidup secara seimbang, teratur, dan saling
melayani.
Jalan kebenaran ini dapat menjadi
pintu bagi untaian keharmonisan hidup bagi setiap insan di alam raya, termasuk
kita yang berdiam di bangsa Nusantara ini. Untaian keharmonisan ini menjadi
cita-cita ideal pada setiap era peradaban. Walau terbangun atas beragam suku,
bahasa, adat istiadat, dan keyakinan, namun keberagaman itu diharapkan akan
memperkaya aset bangsa untuk menjadi kekuatan integral bagi Ibu Pertiwi. Setiap
diri mendambakan untuk hidup dalam tatanan masyarakat heterogen yang rukun,
saling menghormati, tepo seliro, adil, sejahtera, arif dan bijaksana.
Bumi yang kita pijak adalah
karunia yang luar biasa dari Yang Maha Agung. Tanah Air Nusantara adalah rumah
di mana kita dilahirkan dan dibesarkan sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha
Esa, Sang Pencipta, Pengatur dan Pendidik alam semesta, termasuk bumi tempat
putera-puteri Nusantara berkarya. Adalah ironi jika kita tidak mencintai rumah
tinggal kita sendiri, membiarkannya tak terurus, atau menyia-nyiakan karunia
kekayaan duniawi ini sebagai amanah dari Dia Yang Maha Kaya. Lebih dari itu,
putera-puteri dan anggota keluarga yang berada dan hidup dalam tatanan cinta
dan kasih sayang alam Nusantara adalah bagian dari karunia itu sendiri.
Sangat disayangkan pula apabila
hari ini tatanan budaya cinta dan kasih sayang antar sesama anak kandung Ibu
Pertiwi yang hidup di dalam rumah besar ini, dari Sabang hingga Merauke, yang
telah terbina dan dipelihara oleh para leluhur Nusantara secara turun-temurun,
kini mengalami degradasi spirit persatuan dan kesatuan, dekadensi moral, abrasi
budi pekerti, hanyut terbawa hantaman zaman, hingga tiba-tiba saja hari ini
kita tersadar betapa merosotnya moral dan budi pekerti yang dimiliki
saudara-saudara kita serumah dan setanah air, dan betapa jauhnya abrasi budaya
yang telah terjadi.
Siapa pun hari ini mengetahui
bahwa kondisi Ibu Pertiwi yang kita cintai sedang merintih akibat keterpurukan
di berbagai sendi kehidupannya. Mulai dari ideologi, politik, ekonomi,
sosial-budaya, hingga pertahanan dan keamanan, porak poranda dihantam sesuatu
yang kita sendiri gelap, apa dan bagaimana penyebab dari semua ini. Kita hanya
bisa meraba-raba dan menebak-nebak kondisi yang ada tanpa mampu membaca dengan
tepat dan benar apa sesungguhnya yang sedang terjadi. Akhirnya, kita hanya
mampu berdiskusi dan saling menyalahkan bahkan saling melempar tanggung jawab
serta menduga-duga apa penyebab semua ini, sembari mencoba menanggulanginya
dengan tindakan parsial dan tambal sulam. Sangatlah wajar jika sampai saat ini,
tidak ada perbaikan yang berarti, bahkan kondisinya kian hari kian tak pasti.
Lalu di manakah letak akar dari
permasalahan bangsa ini, sehingga belum juga mampu keluar dari keterpurukannya
di segala lini kehidupannya? Mengapa bangsa yang sudah 67 tahun lebih merdeka,
namun belum mampu mensejahterakan seluruh rakyatnya? Mengapa Ibu Pertiwi belum
juga bisa menjadi mercusuar dunia? Bukankah negeri ini kaya akan sumber daya
alam, kekayaan hutan dengan beragam ekologi di dalamnya sekaligus sebagai
paru-paru dunia, kekayaan bahari, kaya akan suku dan bahasa, sumber daya
manusia yang tak kalah jeniusnya dari anak bangsa lain dan kaya akan
nilai-nilai tradisi serta budaya lokal?
DASAR PEMIKIRAN BERDIRINYA
GAFATAR
Tak dapat dipungkiri, bahwa
bangsa Indonesia
belum juga bisa merdeka seutuhnya dari sistem penjajahan neokolonialis dan
neoimperialis, sehingga kekayaan bangsa ini terus-menerus diperas oleh
negara-negara penjajah dan secara tidak sadar telah menjadikan bangsa asing
sebagai tuan di negeri kita sendiri. Akibatnya, kebiasaan hidup dengan gaya feodalis yang
mendewakan penjajah, dan mental budak sebagai bangsa tertindas masih membumi
dalam kehidupan keseharian. Kini, sikap imperialis-kolonialis tersebut
menjangkiti beberapa generasi bangsa meski era penjajahan telah lama berlalu.
Keserakahan akan penguasaan
materi dengan jalan yang tidak sah, kencangnya aroma persekongkolan dalam
mengambil keputusan, persatuan dan kesatuan bangsa yang rentan akan perpecahan
dan konflik horizontal, perilaku zalim yang sudah mentradisi, dan entengnya
perbuatan amoral dilakoni oleh para punggawa bangsa yang hipokrit, adalah
konsumsi harian yang tak pernah absen dari media berita Nasional. Suatu
fenomena yang bertabrakan dengan nilai-nilai luhur bangsa Nusantara.
Kenyataan ini membuat kami
menjadi terpicu untuk berbuat. Tak bisa duduk diam tanpa melakukan apa-apa
untuk kemajuan dan kejayaan bangsa. Bahwa bangsa ini harus mampu bangkit dari
kedangkalan wawasan dan mental budak yang ditinggalkan oleh penjajah dahulu.
Bangsa ini harus dapat menata perilaku yang bermoral dan bermartabat, karena
moralitas adalah cikal bakal terbentuknya sebuah tata nilai kehidupan yang
lebih tinggi lagi. Tanpa pembenahan moral dan budaya, maka bangsa ini akan
terus menggali jurang keserakahan di antara sesama menuju titik nadir kehancurannya.
Sebagai sesama anak bangsa yang
memiliki kepedulian terhadap dinamika hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara
dan bermasyarakat di bumi Nusantara, kami juga memiliki tugas dan tanggung
jawab mulia untuk ikut serta menata kembali moralitas bangsa menuju adab
kemanusiaan yang setara dan berkeadilan. Kelayakan taraf hidup yang seharusnya
ada pada setiap keluarga sebagai pengelola alam semesta bersandarkan pada
prinsip keseimbangan. Begitupula kelayakan yang ada pada pola pikir massa tentang posisi bangsa
ini yang sesungguhnya pernah diperhitungkan oleh bangsa lain dalam percaturan
dunia. Nusantara pernah memiliki peradaban yang tinggi dengan pola hidup yang
bermartabat, sehingga disegani oleh bangsa-bangsa lain di muka bumi.
Kami berpandangan, bahwa semua
permasalahan ini bukan dikarenakan oleh sistem politik atau ketidakadilan
ekonomi dan sosial semata, melainkan juga sebagai buah dari abrasi nilai-nilai
moral spiritual dan budaya Nusantara hingga mengakibatkan kemerosotan moral
penguasa dan masyarakat bangsa secara menyeluruh yang sudah mendekati titik
nadirnya. Coba lihat, anak-anak bangsa tidak lagi mengenal tradisi para leluhur
bangsa, anak cucu tidak lagi mengenal adat dan tatakrama di dalam masyarakat,
dan para orang tua mempertontonkan perilaku buruk di depan anak-anaknya. Sang
cucu bertingkah seenaknya memporakporandakan perabot rumah sendiri, anarkis,
bahkan tidak segan menzalimi saudaranya sendiri, akibat sang Bapak sedemikian
sibuk mengurusi nafsu keserakahan dan kemewahan duniawi, hingga lupa
mengajarkan budaya dan tata nilai kepada generasi berikutnya yang sebelumnya
telah diajarkan oleh sang kakek dan nenek moyang Nusantara secara turun
temurun.
Perjalanan sejarah pergumulan
peradaban dunia dan ummat manusia adalah dua hal yang saling terkait, termasuk
sejarah peradaban Nusantara. Olehnya itu, sejarah tidak dapat dipisahkan dari
rentetan perjalanan kehidupan manusia masa lampau, kini dan masa datang. Ini
merupakan satu interaksi yang berkelanjutan yang tiada berujung. Sejarah
kehidupan para leluhur Nusantara bukanlah dongeng pengantar tidur anak-anak
kita, tetapi pusaka yang tak ternilai harganya. Mulai dari sejarah datangnya
misi nabi Ibrahim (Abraham) ke Nusantara lewat generasi Kentura (isteri
ketiganya), Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara di Banten, Kerajaan Kandis
di Lubuk Jambi, Kerajaan Melayu Jambi, Kerajaan Sriwijaya di Palembang,
Kerajaan Tulang Bawang di Lampung, Kerajaan Perlak dan Samudera Pasai di Aceh,
Kerajaan Panjalu di Kediri, Kerajaan Singasari dan Majapahit di Jawa Timur,
Kerajaan Demak dan Mataram di Jawa Tengah, Kerajaan Wajo dan Gowa-Tallo di
Sulawesi Selatan, Kesultanan Ternate, Kesulatanan Solo dan Ngayogyakarta
Hadiningrat dan yang lainnya hingga sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.
Untuk itu, manipulasi data sejarah peradaban bangsa Nusantara oleh para
penjajah atau penguasa berakibat pada buta sejarahnya generasi bangsa ini akan
nilai-nilai luhur Nusantara yang telah terbukti mampu mengantarkan Nusantara ke
puncak kejayaannya pada eranya. Yang seharusnya dapat menjadi spirit (ruh) dan
cermin bagi kejayaan Nusantara di masa datang.
Belakangan ini, beberapa upaya
ilmiah telah banyak dilakukan oleh para ahli tentang sejarah dan budaya
Nusantara, mulai dari penelitian tentang ras Austronesia sebagai nenek moyang bangsa
Indonesia yang sudah ada di kepulauan Nusantara ini sekitar 5000 tahun lalu.
Teori tentang Sunda Land sebagai pusat peradaban yang maju ribuan tahun silam
yang dikenal dengan benua Atlantis (taman Eden) yang hilang, hingga penelitian
yang mengungkap jejak misi Ibrahim (Abraham) pada Kerajaan Majapahit yang
selama ini oleh para sejarawan dan filolog Barat (baca: Kolonial) diklaim
sebagai Kerajaan Hindu, namun tradisi yang berlaku dalam Kesultanan Majapahit
sesungguhnya merupakan tradisi yang menjadi jalan hidup para nabi dan orang
orang terdahulu.
Di sinilah, komitmen kita bersama
untuk melestarikan dan menjaga pusaka budaya Nusantara ini agar dapat
diwariskan kepada anak cucu dan generasi kita selanjutnya adalah pekerjaan
rumah tersendiri bagi generasi muda bangsa ini ke depan. Bukan hanya untuk
mewariskan cerita mereka semata, melainkan spirit (ruh) dari kehidupan mereka
harus dapat direaktualisasikan pada kehidupan kita hari ini (sesuai zaman dan
kondisinya). Visi Bung Tomo yang ingin menyatukan Nusantara, misalnya, adalah
sebuah visi mulia yang hari ini jangan hanya dijadikan referensi sejarah
belaka, melainkan juga harus senantiasa mengilhami kehidupan para generasi
pelanjut bangsa dan negara ini untuk mewujudkannya.
Komitmen ini membentuk sebuah tatanan
sendiri dalam diri kami, yang tanpa direkayasa semakin hari kami menemukan jati
diri kami yang sesungguhnya. Aktivitas kami tidak hanya mempelajari sejarah
yang terkait dengan keberadaan bangsa di bumi Nusantara ini, membuat
seminar-seminar kecil dan besar atau diskusi-diskusi ilmiah. Karena diskusi
ilmiah tentang sejarah kehidupan seseorang hanya akan menjadi referensi semata
bila kita tak mampu menyelami dasar pemikiran dan perjuangan para leluhur
Nusantara sebagai pelaku sejarah. Diskusi jangan hanya berhenti pada level
wacana, namun harus mempelajari lebih jauh pesan dan tujuan hidup mulia mereka
serta apa-apa saja yang dapat kita implementasikan untuk kehidupan hari ini,
esok dan masa datang. Bahkan kita
pun harus mampu melanjutkan dan memperjuangkan kembali spirit (ruh) dan visi
mulia mereka.
Selain itu, hal lain yang turut memanggil kami untuk bangkit dan berkarya
adalah, setelah enam puluh tujuh tahun perjalanan bangsa, Pancasila sebagai
dasar negara telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem
politik bangsa, mulai zaman Orde Lama dengan demokrasi parlementer, zaman Orde
Baru dengan demokrasi terpimpin hingga Orde Reformasi saat ini dengan demokrasi
multipartai. Dari zaman ke zaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban
yang menguji kesaktiannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus
berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah. Kesaktian
Pancasila semakin teruji karena cita-cita luhur dari para pendiri bangsa
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 belum juga bisa terwujud dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, atau masih sebatas impian. Meskipun
cita-cita luhur tersebut sering kali menjadi angin surga bagi kalangan akar
rumput dari janji-janji politik para (calon) penguasa.
Sejak jatuhnya rezim Orde Baru pada 21 Mei 1998, kita memasuki era
reformasi yang sejatinya merupakan proses perubahan atau perombakan atas sistem
nilai dan tatanan lama yang dinilai keliru. Tidak heran jika era reformasi
telah melambungkan sejuta asa bagi rakyat Nusantara akan perubahan nasib mereka
menuju kehidupan damai sejahtera. Di satu sisi, kita menyambut gembira era
reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang. Namun
bersamaan dengan kemajuan kehidupan berpolitik tersebut, ada sebuah pertanyaan
mendasar yang perlu kita renungkan bersama: Di manakah peran Pancasila kini
berada?
Pertanyaan ini penting dikemukakan, karena sejak lengsernya Orde Baru dan
lahirnya reformasi 1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah
masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi.
Tidak sedikit dari anak-anak negeri ini yang tidak dapat melafazkan sila-sila
Pancasila dengan benar berikut simbol-simbolnya, apalagi untuk
mengaktualisasikannya. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa.
Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks
kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti
pohon kayu yang tersandar pada sebuah kekuatan rezim Penguasa (Orde Baru) yang
pada saat rezim Orde tersebut jatuh, maka Pancasila pun ikut jatuh bersama sang
penguasa. Pancasila kini berada di lorong sunyi justeru di saat denyut nadi
kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin hiruk-pikuk dengan optimalisasi peran
civil society, supremasi hukum, otonomi daerah dan kebebasan berpolitik.
Mengapa kita seolah melupakan Pancasila?
Bagai dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, nasib dari Pancasila sama
mirisnya dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang juga semakin ditinggal oleh
"penggemarnya". Lagu Indonesia Raya tak ubahnya sebagai bacaan wajib
dalam sebuah acara ritual keagamaan yang hampa akan makna dan tak punya spirit
(ruh) sedikit pun untuk dapat membangkitkan jiwa kejuangan yang menyanyikannya.
Dia hanya dikumandangkan pada acara-acara kenegaraan atau tatkala para Arjuna
dan Srikandi bangsa Indonesia mendulang emas dalam sebuah kejuaraan cabang olah
raga, seperti saat berlangsungnya Sea Games atau Asian Games. Namun setiap kali
Lagu Kebangsaan tersebut dikumandangkan, tak sedikit pun menggugah jiwa raga
kita sebagai anak bangsa seperti yang diinginkan dari makna dan spirit lagu
Indonesia Raya. Kita hanya mampu berucap "Merdeka! Merdeka!", namun
tidak mampu membangkitkan semangat kita untuk betul-betul hidup menjadi
pribadi-pribadi yang merdeka.
Kiranya kurang bijak, jika kesalahan dan kekhilafan para pemimpin bangsa di
era yang lalu menyebabkan kita turut membenci Pancasila yang sejatinya
merupakan karya luhur dari para pendiri bangsa. Pancasila sebagai dasar negara
tak terkait dengan era pemerintahan Orde Lama, Orde Baru atau Orde Reformasi,
sehingga Pancasila sejatinya terus menerus harus diaktualisasikan dan menjadi
jati diri bangsa yang akan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan
anak-anak negeri, dari waktu ke waktu. Tanpa pemahaman yang benar akan
nilai-nilai dasar negara, maka aktualisasinya akan kehilangan arah dalam
perjalanan bangsa ke depan, terlebih kita memasuki era globalisasi di berbagai
bidang yang kian kompleks dan rumit. Reformasi di segala bidang akan menemukan
arah yang benar manakala segenap eksponen dan komponen bangsa dapat
menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila yang sejatinya merupakan inti sari
dari nilai-nilai luhur Nusantara yang berdasar dari nilai-nilai Kebenaran
Universal, dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh damai,
cinta kasih dan saling menghormati di tengah pluralitas bangsa yang majemuk
ini.
Gerakan reinterpretasi, internalisasi dan reaktualisasi Pancasila semakin
menemukan relevansinya di tengah menguatnya paham fanatisme suku atau kelompok
yang dapat menjurus pada konflik horizontal dan anarkisme dengan
mengatasnamakan agama atau keyakinan tertentu yang kembali marak belakangan
ini. Kami meyakini, sikap intoleransi dan kecenderungan mempergunakan kekerasan
dan premanisme jalanan dalam menyelesaikan perbedaan, apalagi mengatasnamakan
agama, menjadi kontraproduktif bagi perjalanan bangsa yang multikultural ini.
Lebih ironi lagi, manakala tindakan-tindakan tersebut juga dilakukan oleh para
aparat penguasa yang sejatinya menjadi pelindung dan penjamin keamanan dan
kenyamanan hidup di atas bumi pertiwi ini. Belum lagi ditambah oleh musibah dan
bencana yang silih berganti menerpa bangsa ini, yang kesemuanya juga merupakan
balasan atas ulah jahat tangan-tangan manusia yang telah diperbudak oleh nafsu
angkara dan nafsu serakah atas kekayaan alam Ibu Pertiwi. Bumi pun turut
bergejolak menuju titik keseimbangannya sebagai hukum sebab akibat yang berlaku
pada alam makrokosmos, sekaligus sebagai ingatan bagi para penghuninya,
khususnya manusia.
Dari beberapa fenomena gerakan anti kemajemukan, fanatisme kelompok dan
tindakan pengecut para teroris atau aksi anarkis tersebut menunjukkan bahwa
cita-cita membangun budaya bangsa Nusantara yang damai, beradab dan berbudi
luhur, serta menjunjung tinggi keberagaman dan menghargai perbedaan masih
menjadi mimpi kita bersama. Krisis moral, budaya dan spiritual ini terjadi
karena matinya spirit dari nilai-nilai Kebenaran Universal, padamnya cahaya
hidup akan nilai-nilai luhur Nusantara, menipisnya kesadaran akan kemajemukan,
dan hilangnya ruang aspirasi publik sebagai ajang negosiasi dan ruang
pertukaran komunikasi antar anak negeri dalam diri setiap warga bangsa.
Kami, Gerakan Fajar Nusantara
(GAFATAR), berpendapat bahwa saat ini, kita perlu melakukan gerakan
reinterpretasi dan reaktualisasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam memperkuat
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka menghadapi berbagai
permasalahan bangsa menuju fajar kebangkitan dan kejayaan Nusantara di masa
datang. Gerakan ini semakin niscaya dalam rangka upaya memperkuat paham
kebangsaan kita dan sekaligus memberi solusi atas sebuah ketidakpastian, ke
mana biduk peradaban bangsa ini akan berlayar di tengah lautan dunia yang penuh
tantangan dan multikrisis?
Untuk itu, pembumian nilai-nilai Pancasila sebagai sebuah tata nilai luhur
(noble values) wajib diaktualisasikan, sehingga menjadi pandu dalam setiap lini
kehidupan. Betul, kini kita sedang menghadapi tantangan dan problema kebangsaan
yang sangat kompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global yang
membutuhkan solusi yang benar, terencana, terarah dan berkesinambungan. Kami
meyakini dengan menjadikan nilai-nilai Kebenaran Universal dan nilai-nilai
luhur Pancasila sebagai pandu bagi Ibu Pertiwi, maka arah menuju hari esok
Indonesia yang lebih baik dan lebih pasti, yakni Indonesia Raya akan terwujud.
Sebagai generasi penerus Kemerdekaan Republik Indonesia, kami pun
menyadari, bahwasanya kejayaan suatu bangsa di muka bumi ini sangat ditentukan
oleh seberapa besar bangsa itu menghargai sejarah bangsanya di masa lalu, masa
kini dan visi di masa datang. Ketika suatu bangsa tidak lagi peduli akan
identitas jati dirinya dan eksistensi bangsanya dalam percaturan peradaban
dunia, dapat dipastikan bangsa itu akan binasa dan punah dari muka bumi.
Hidup dan kehidupan ummat manusia di muka bumi ini sangat tergantung pada
peredaran ruang dan waktu yang dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan hukum
universal di atas prinsip "pergantian dan pergiliran" antara hidup
dan mati, antara kebangkitan dan kehancuran, antara kejayaan dan kebangkrutan
atau dalam bahasa religius dikatakan "antara berkat dan kutuk".
Sejarah dunia mencatat bahwa bangsa Nusantara ini adalah bangsa yang besar
dan unggul dalam peradaban, baik budaya maupun teknologi. Letak Nusantara yang
berada di antara dua lautan besar dan rute ekonomi dunia serta alamnya yang
subur menyebabkan bangsa ini memiliki wawasan yang luas dalam hal etnis,
bahasa, budaya maupun ideologi dan agama. Kejayaan Nusantara mulai meredup
seiring terjadinya perubahan zaman, dimulai dari kehancuran peradaban Islam di
Baghdad dan Andalusia sebagai pusat peradaban dan kekuasaan politik dunia.
Sejarah panjang kejayaan Nusantara berakhir di zaman Majapahit awal abad ke-16
Masehi. Sejak itu, Nusantara dijajah oleh Imperialis Barat sampai dengan
revolusi kemerdekaan 1945. Kemerdekaan Bangsa Indonesia (Nusantara) adalah
"anugerah" Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan "jembatan
emas" bagi kembalinya Kejayaan Nusantara.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang
memiliki kepribadian dan jati diri yang kokoh berlandaskan semangat
kemandirian, kekuatan bersama dan berwawasan Nusantara. Persatuan dan kesatuan
bangsa harus dipererat oleh seluruh eksponen dan komponen Bangsa Indonesia.
Perbedaan di antara sesama putera-puteri Nusantara janganlah menjadi penyebab
untuk tidak bersatu, tetapi hendaknya dijadikan kekayaan dan potensi sebagai
kekuatan bagi Bangsa di bumi Nusantara.
Melalui pendekatan sosial dan budaya, Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR)
ingin menjadi pelopor dalam gerakan moral membangun kehidupan bangsa yang
beradab dan bermartabat. Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) hadir dan tampil di
tengah masyarakat untuk memberikan dharma baktinya kepada bangsa dan rakyat
Indonesia. Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) adalah Organisasi Kemasyarakatan
yang bertekad untuk memperjuangkan Keadilan, Kemakmuran, dan Kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia menuju tatanan kehidupan damai sejahtera, dengan jalan
mengembalikan jati diri dan nilai-nilai luhur bangsa, serta mengangkat harkat,
martabat dan kejayaan Nusantara di tengah-tengah percaturan dunia. Seluruh
warga bangsa ini, mulai dari Aceh hingga Papua adalah anak kandung Ibu Pertiwi,
anak kandung revolusi kemerdekaan 1945 dan anak kandung Nusantara Jaya. Jika
kita memiliki tekad dan kemauan, maka yakinlah bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang
pasti akan memberi petunjuk dan membuka jalan: Jalan Kebenaran menuju Kejayaan,
Keadilan, Kemanusiaan, dan Kesetaraan.
Cita-cita luhur tersebut hanya dapat dicapai dengan terus berjuang
mempertahankan falsafah luhur kepribadian Bangsa Indonesia yang berintikan pada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Demi cita-cita tersebut, Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) dalam
kedudukannya sebagai wadah aspirasi warga negara Indonesia yang sadar akan
besarnya tantangan perubahan moral kemanusiaan dan kebangsaan yang sedang dan
akan dihadapi oleh bangsa, terpanggil untuk ikut berperan aktif mengembangkan
dan merumuskan pemikiran dan konsep strategis, sekaligus mengupayakan pemecahan
konkrit permasalahan lokal, nasional, regional, dan global berlandaskan pada
nilai-nilai luhur bangsa yang telah terbukti secara historis membawa kedamaian
dan kesejahteraan Nusantara.
Cita-cita tersebut kian menjadi spirit dan keyakinan yang hidup dan
bergelora dalam alam kesadaran kami, putera-puteri Gerakan Fajar Nusantara,
karena hal tersebut sudah menjadi perbincangan panjang dalam sejarah Nusantara.
Hal ini dapat dibuktikan dalam beberapa nubuat Kitab Suci dan kitab-kitab karya
para leluhur Nusantara. Mulai dari Jangka Jayabaya dalam Kitab Musarar, ramalan
Sabda Palon-Nayagenggong, Serat Darmogandul, Uga wangsit Siliwangi, hingga
ramalan Ronggowarsito tentang Satrio Piningit, yang kesemuanya berbicara berita
gembira tentang akan datangnya saat kejayaan Bumi Nusantara sebagai Mercusuar
Dunia, Negeri yang damai sejahtera berdasarkan nilai-nilai Kebenaran Universal
yang bersumber dari Tuhan Semesta Alam, Tuhan Yang Maha Esa. Kehidupan
Nusantara Jaya yang dalam Jangka Jayabaya digambarkan sebagai gemah ripah harja
kreta, tata tentrem ing salami-lami, ilang kang samya laku dur, murah sandang
lan boga, kang hamangkuasih mring kawulanipun, lumintu salining dana, sahasta
pajeg saripis (kemakmuran melimpah ruah, langgeng, tertib tentram selamanya,
hilanglah kedurjanaan, murah sandang pangan, pemimpin yang penuh tanggung jawab
dan kasih sayang kepada rakyatnya, tidak pernah kekurangan uang, ibaratnya
tanah satu hektar pajaknya satu rupiah). Atau dalam ungkapan lain sering
dikatakan, bumi Nusantara kelak akan menjadi gemah ripah loh jinawi adil makmur
tata titi tentrem kertaraharja dadi keblating dunyo (negeri subur melimpah,
adil, makmur, tertib, tentram, damai selamanya, serta menjadi kiblat dan contoh
bagi negara-negara di seantero dunia).
Berdasarkan cita-cita dan keyakinan tersebut, dan atas dasar kebulatan tekad
untuk ikut berpartisipasi aktif di dalam menyelamatkan bumi Nusantara (Ibu
Pertiwi) yang kita cintai ini, dan desakan atas kebutuhan satu wadah pergerakan
resmi, serta memohon petunjuk dan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, maka kami
para putera-puteri Nusantara, dan atas prakarsa 52 orang Badan Pendiri
bersepakat untuk bersatu dalam suatu wadah pergerakan dengan membentuk
Organisasi Kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR).
Patut digaris bawahi, Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) didirikan bukan atas
dasar kepentingan kelompok, golongan, aliran, suku, agama, kepercayaan atau ras
manapun.
Demikian halnya, Gerakan ini juga bukanlah sarana untuk mencari kekuasaan,
jabatan, kekayaan atau prestise duniawi yang sesaat dan fatamorganis, namun
organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara ini adalah semata gerakan
pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa di mana bumi pertiwi Indonesia Raya
sebagai media tanam (lahan) dan warga Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) sebagai
tanaman-tanaman-Nya. Gerakan ini juga berdiri di atas prinsip-prinsip kehidupan
yang nature dan ilmiah sebagai sebuah sistem Kebenaran Universal yang bertujuan
menghidupkan dan membangun jiwa raga Bangsa Indonesia agar Indonesia Raya
menjadi Mercusuar Dunia di masa datang, Nusantara menjadi wasit dunia, Bumi
Pertiwi berada di atas segala bangsa-bangsa dunia, seperti yang dahulu
dicita-citakan oleh para leluhur Nusantara dan pendiri bangsa. Selain itu,
Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) tidak akan pernah berevolusi menjadi Partai
Politik atau berafiliasi dengan Partai Politik manapun. Tegasnya Gerakan Fajar
Nusantara (GAFATAR) tidak akan masuk dalam ranah politik praktis, namun
demikian kami siap berdiskusi dan berdialog soal politik dan kebangsaan.
Pada kesempatan ini pula, kami berseru kepada seluruh elemen bangsa,
khususnya kepada warga Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR ) di seluruh Nusantara,
marilah kita saling berpegang tangan dan menyatu dalam menjawab dan
menyelesaikan permasalahan bangsa yang sudah sedemikian akut. Kita yakin
bahwa Fajar Nusantara akan menyingsing untuk menerangi dan menghidupi peradaban
manusia di muka bumi dengan perilaku yang diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa
sebagai Penolong hamba-hamba-Nya yang taat.
Kami putera-puteri generasi
Nusantara yang terikat dan tergabung dalam satu Organisasi Kemasyarakatan
GERAKAN FAJAR NUSANTARA (GAFATAR) sekali lagi menegaskan dan menyatakan, SIAP
dan SANGGUP menjadi eksponen bagi kejayaan Nusantara agar Bangsa Indonesia
menjadi Bangsa Percontohan di muka bumi.
A s a s
GAFATAR adalah Organisasi kemasyarakatan yang
berasaskan Pancasila.
V i s i
Terwujudnya tata kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara yang damai sejahtera, beradab, berkeadilan dan
bermartabat di bawah naungan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyatuan nilai-nilai
luhur bangsa, peningkatan kualitas ilmu dan intelektualitas, serta pemahaman
dan pengamalan nilai-nilai universal agar menjadi rahmat bagi semesta alam.
M i s i
Memperkuat solidaritas,
kebersamaan, persatuan, dan kesatuan khususnya antar sesama elemen bangsa Indonesia
serta dunia pada umumnya. Selain itu, juga memupuk saling pengertian dan kerja
sama antar sesama lembaga yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap upaya
perdamaian dan kesejahteraan dunia.
Tujuan
Pendirian Organisasi
Kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) memiliki tujuan sebagai
berikut:
Sebagai wadah menghimpun
putra-putri Nusantara dalam menyatukan pemahaman moral kemanusiaan dan
kebangsaan yang inklusif, kokoh, cerdas, dan menyatu.
Sebagai sarana komunikasi dan
menumbuhkan persaudaraan diantara sesama putra-putri Nusantara baik di indonesia
maupun di negara-negara lain di dunia
Mempertahankan dan memperjuangkan
cita-cita luhur bangsa yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Mewujudkan dan melahirkan
kader-kader pemimpin bangsa yang jujur, berani, tegas, adil, cakap,
ber-integritas, bijaksana, cerdas dan sehat, dengan berlandaskan nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa.
PROGRAM KERJA
Untuk mencapai tujuan Organisasi
di atas, GAFATAR menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Peningkatan mutu komitmen dan
pengamalan nilai-nilai moral kemanusiaan dan kebangsaan berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa melalui koordinasi sistem pembinaan, pendidikan, serta jaringan
informasi dan komunikasi.
Mengembangkan pemikiran, menyelenggarakan
penelitian, dan melakukan pengkajian yang inovatif, strategis, dan antisipatif.
Melakukan dialog dengan sesama
elemen bangsa dalam rangka merumuskan ulang dan memecahkan berbagai masalah
strategis sosial kebangsaan, baik dalam skala lokal, nasional, regional, maupun
global.
Berperan aktif mengembangkan
sistem pendidikan dan pengkaderan serta meningkatkankualitas sumber daya
manusia dalam rangka mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa, khususnya
generasi GAFATAR.
Berperan aktif membantu
program-program pemerintah dalam pelayananan sosial kemasyarakatan.
Mendokumentasikan,
mempublikasikan, dan mengkomunikasikan hasil-hasil pemikiran, penelitian,
kajian, dan inovasi, baik bersifat internal maupun umum.
Beberapa kegiatan pokok tersebut
kemudian dijabarkan oleh masing-masing Bidang dalam bentuk Program Kerja
unggulan sebagai berikut:
Publikasi visi dan misi GAFATAR.
Membangun sistem keuangan
Organisasi yang terpadu dan transparan.
Menanamkan pemahaman tentang
Etika dan Perilaku warga GAFATAR.
Menciptakan keluarga pembelajar
mandiri dan sejahtera dengan memanfaatkan teknologi, informasi dan bahasa
asing.
Menciptakan warga Nusantara yang
memiliki sehat mental, spiritual (pemahaman keilmuan dan keimanan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa) dan jasmani.
Membentuk pemuda Nusantara
berdaya saing dan berdaya jual tinggi.
Mengelola tenaga ajar dan sarana
belajar mandiri.
Menjaga harmonisasi keluarga dan
menciptakan stabilitas ekonomi keluarga.
Pelestarian dan pemanfaatan alam sekitar untuk kemaslahatan hidup.
Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak.
Menanamkan budi pekerti dan keterampilan hidup (life skills) pada
anak-anak.
Bekerjasama dengan bidang-bidang internal maupun instansi eksternal
Organisasi dalam mempersiapkan dan mencetak generasi unggulan yang sejahtera,
cerdas dan sehat.
Membina sikap hidup bersih dan sehat untuk mencegah dan mengendalikan
penyakit serta penanggulangan kondisi gangguan gizi.
Menyelenggarakan pelayanan konsultasi dan penyuluhan kesehatan dan hukum
bagi warga GAFATAR.
Mengkoordinir pelayanan yang cepat, tepat dan cermat kepada warga dalam hal
bantuan dana kesejahteraan, meliputi: kebutuhan pangan, pendidikan, bantuan
kematian, kesehatan, kehamilan dan persalinan, serta peningkatan gizi anak.
Mendidik secara mandiri tenaga medis dan paramedis.
Membangun sarana dan prasarana bidang kesehatan, baik ditingkat pusat
maupun daerah guna memberikan pelayanan kesehatan umum.
Bekerjasama dengan instansi eksternal Organisasi untuk melaksanakan
kegiatan sosial.
Pemberdayaan usaha ekonomi.
Mengkoordinir penyelenggaraan pengembangan produksi dan pemasaran produk
warga GAFATAR.
Menciptakan stabilitas pertahanan dan keamanan Organisasi.
Membentuk tim advokasi ditingkat
pusat dan daerah.
Membangun kerjasama dengan
Lembaga Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar