Karakteristik Nikah
Mut’ah
(Dalam buku: Titik
Temu Fiqih & Theologi Syiah-Sunni; karya: Prof.Dr. Athif Salam; cetakan
1, 2013, hal. 121-122, penerbit: Sakkhausukma Bantul Yogyakarta)
Nikah mut’ah
ini gambarannya adalah ketika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan
muslim yang merdeka atau tidak merdeka (budak), tidak ada hal yang mencegah
pernikahan itu secara syari’at, baik dari segi keturunan, kekerabatan istri,
ikatan pernikahan, ‘iddah, dan lain sebagainya.
Perempuan
yang seperti ini bisa menikahkan dirinya sendiri terhadap seorang laki-laki
dengan mahar tertentu dan dalam waktu tertentu, dengan akad yang memenuhi
syarat-syarat sahnya sebuah pernikahan, dan tidak ada hal yang mencegah
terjadinya akad tersebut secara syari’at. Sehingga, setelah cocok antara
keduanya, si perempuan, dalam akad, mengucapkan :
زَوَّجْتُكَ / أَنْكَحْتُكَ / مَتَّعْتُكَ
نَفْسِيْ بِمَهْرِ ....... لِمُدَّةِ .......
Aku nikahkan kamu dengan aku dengan mahar…..
Selama....(menyebutkan jangka waktu yang telah disepakati).
Kemudian si lelaki
menjawab langsung : (Saya terima) قَبِلْتُ
Dalam pelaksanaan akad
nikah ini juga boleh diwakilkan, baik dari pihak suami atau istri, sebagaimana
pelaksanaan akad-akad lainnya.
Setelah akad selesai, si
perempuan menjadi istri dan si lelaki menjadi suami, sampai habisnya masa yang
telah disebutkan dalam akad. Setelah masanya habis, secara otomatis hubungan
suami istri putus tanpa cerai, sebagaimana akad sewa. Suami juga berhak memutus
hubungan sebelum masa yang disepakati habis, tanpa adanya proses cerai. (hal.
121-122)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar