Kejaksaan Agung: Pelarangan Buku Harus Sesuai Putusan Pengadilan
Penulis Fabian Januarius Kuwado | EditorSandro
Gatra
JAKARTA, KOMPAS.com -
Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Amir Yanto membantah informasi yang
menyebut bahwa Kejaksaan Agung berwenang melarang peredaran buku tertentu.
Amir menegaskan bahwa
sesuai dengan peraturan perundangan, kejaksaan hanya memiliki wewenang untuk
meneliti apakah sebuah buku dikategorikan sebagai buku terlarang atau tidak.
"Melalui salah satu
putusan MK, pelarangan (buku) itu harus melalui putusan pengadilan. Kejaksaaan
hanya meneliti isinya," ujar Amir saat ditemui di Kompleks Mabes TNI,
Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (18/5/2016).
Sekadar gambaran, pada
2010 silam, MK memutuskan kewenangan pelarangan buku yang tertuang dalam Pasal
1 ayat (1) UU Nomor 4/PNPS/1963, bertentangan dengan UUD dan mengganggu
ketertiban hukum, harus melalui pengadilan.
Dalam putusan itu, ditulis
juga bahwa penyitaan buku-buku sebagai salah satu barang cetakan tanpa melalui
proses peradilan, sama saja dengan pengambilalihan hak pribadi secara
sewenang-wenang yang dilarang Pasal 28H ayat 4 UUD 1945.
Setelah putusan MK itu, UU
Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Barang Cetakan yang Isinya Dapat
Mengganggu Ketertiban Umum, tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Amir menambahkan, pihaknya
belum meneliti satu pun buku yang disita dari aparat TNI atau Polisi, beberapa
waktu lalu.
"Yang jelas, belum
ada penyitaan. Tapi kalau memang ada, ya kami akan teliti. Itu bisa dari TNI,
Polisi atau masyarakat," ujar Amir.
Sebelumnya, TNI dan Polisi
menyita buku-buku yang diduga memuat ajaran komunisme, leninisme dan marxisme
di sejumlah daerah.
Belakangan, Kapolri
Jenderal Pol Badrodin Haiti mengaku, telah mengimbau jajarannya untuk membatasi
penertiban atribut atau buku mengenai komunisme.
Menurut dia, buku-buku
yang dijual di toko buku, perpustakaan, dan perguruan tinggi tidak perlu
disita.
"Kami sudah sampaikan
kepada seluruh jajaran untuk tidak melakukan penyitaan buku di toko-toko buku,
di kampus, maupun di percetakan. Itu yang saya gariskan," ujar Badrodin di
Mabes Polri, Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Badrodin mengatakan,
selama ini yang ditindak oleh aparat polisi adalah orang-orang dan kelompok
yang dianggap sengaja menyebarkan komunisme.
Khusus soal buku, jika ada
yang isinya dianggap keras menyuarakan komunisme, petugas akan mengambil satu
buku sebagai sampel. Nantinya, buku tersebut akan diserahkan ke Kejaksaan Agung
untuk diteliti materinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar