Oleh M. Amin Djamaluddin
Hadits yang membahas tentang kejadian di Ghadir Khum memang sangat banyak jumlahnya, sehingga Imam Al-Albani harus meneliti jalur-jalur sanad hadits-hadits tersebut. Di dalam kitabnya, Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah jilid 4 hal. 343 Imam Al-Albani mengatakan bahwa Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan jika sanad-sanad hadits Ghadir Khum ada yang shahih dan ada pula yang hasan.
Imam Al-Albani mengutip perkataan Al-Hafizh
Ibnu Hajar, dia berkata,
وَ
قَدْ ذَكَرْتُ وَ خَرَّجْتُ مَا تَيَسَّرَ لِيْ مِنْهَا مِمَّا يَقْطَعُ
الْوَاقِفُ عَلَيْهَا بَعْدَ تَحْقِيْقِ الْكَلَامِ عَلَى أَسَانِيْدِهَا
بِصِحَّةِ الْحَدِيْثِ يَقِيْنًا، وَ إِلَّا فَهِيَ كَثِيْرَةٌ جِدًّا، وَ قَدِ
اسْتَوْعَبَهَا ابْنُ عُقْدَةَ فِيْ كِتَابِ مُفْرِدٍ، قَالَ الْحَافِظُ ابْنُ
حَجَرَ : مِنْهَا صِحَّاحٌ وَ مِنْهَا حَسَّانٌ.
“Telah
aku sebutkan dan telah aku takhrij apa yang aku pandang mudah bagiku dari
hadits-hadits tersebut supaya bisa meyakinkan seseorang yang menekuni hadits-hadits
tersebut setelah ucapan-ucapan atas hadits-hadits tersebut diteliti dan
dikoreksi sanad-sanadnya dengan memilih hadits-hadits shahih secara yakin,
karena jika tidak, hadits-hadits tersebut sangat banyak jumlahnya. Juga Ibnu ‘Uqdah
telah mengumpulkan hadits-hadits ini di dalam kitabnya tersendiri, dan telah
berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar, ‘Sebagian hadits-hadits tersebut ada yang
berderajat shahih dan sebagiannya lagi berderajat hasan.’ ” (Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah
jilid 4 hal. 343).
Hadits Ghadir Khum tidak bisa dijadikan
pijakan untuk menjadikan Ali t sebagai khalifah setelah Rasulullah r wafat dilihat dari beberapa alasan :
- Imam
Al-Albani di dalam Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah jilid 4 hal. 344
berkata,
أَمَّا مَا يَذْكُرُهُ الشِّيْعَةُ فِيْ هَذَا
الْحَدِيْثِ وَ غَيْرِهِ أَنَّ النَّبي r قَالَ فِيْ عَلِيٍّ : إِنَّهُ خَلِيْفَتِيْ مِنْ بَعْدِيْ، فَلَا يَصِحُّ
بِوَجْهٍ مِنَ الْوُجُوْهِ، بَلْ هُوَ مِنْ أَبَاطِلِهِمُ الْكَثِيْرَةِ الَّتِيْ دَلَّ
الْوَاقِعُ التَّارِخِيُّ عَلَى كَذْبِهَا لِأَنَّهُ لَوْ فَرَضَ أَنَّ النَّبِيَّ
r قَالَهُ لَوَقَعَ كَمَا قَالَ،
لِأَنَّهُ (وَحْيٌ يُوْحَى) وَ اللهُ سُبْحَانَهُ لَا يُخَالِفُ وَعْدَهُ، وَ قَدْ
خَرَّجْتُ بَعْضَ أَحَادِثِهِمْ فِيْ ذَلِكَ فِيْ الْكِتَابِ الآخَرِ : الضَّعِيْفَةِ
4923 و 4932، فِيْ جُمْلَةِ أَحَادِيْثٍ لَهُمْ احْتَجَّ بهِاَ عَبْدُ الْحُسَيْنِ
فِيْ الْمُرَاجَعَاتِ بَيَّنْتُ وَهَاءَهَا وَ بُطْلَانَهَا وَ كَذْبِهِ هُوَ فِيْ
بَعْضِهَا وَ تَقَوَّلَهُ عَلَى أَئِمَّةِ السُّنَّةِ فِيْهَا.
“Adapun yang dikatakan oleh orang-orang
Syiah di dalam hadits ini dan hadits lainnya bahwasanya nabi saw telah berkata
tentang Ali t bahwasanya Ali t akan menjadi khalifah sepeninggal aku (Rasulullah r), adalah tidak benar, ditinjau dari sisi
mana pun, justru hadits tersebut merupakan sebagian dari kedustaan mereka yang
sangat banyak yang bukti sejarah telah menunjukkan atas kedustaannya. Karena
andai kata benar bahwasanya Rasulullah r benar-benar mengucapkannya, tentu akan
terjadi sebagaimana yang beliau r sabdakan, karena ucapan beliau r adalah wahyu dari Allah I, sedangkan Allah I tidak pernah menyalahi janji-Nya. Aku juga telah
mentakhrij hadits-hadits mereka tentang masalah ini (Ali t akan menjadi khalifah sepeninggal
Rasulullah r) di dalam kitab Silsilatul Ahadits
Adh-Dhaifah nomor 4923 dan 4932 di dalam sejumlah hadits mereka yang dijadikan
hujjah oleh Abdul Husain di dalam kitab Al-Muraja’at, dan aku (Al-Albani) telah
menjelaskan keanehan dan kebatilan hadits-hadits tersebut dan kebohongan Abdul
Husain di dalam hadits-hadits tersebut dan seluruh ucapan dia terhadap para
imam Ahlu Sunnah wal Jama'ah.” (Silsilatul
Ahadits Ash-Shahihah jilid 4 hal. 344).
- Jika masalah
kepemimpinan adalah sangat penting adanya, seharusnya Nabi r menyampaikannya
kepada seluruh kaum muslimin di Arafah, sebelum beliau meninggal, tepatnya
di haji Wada. Karena ketika di Arafah, semua jamaah haji dari berbagai
negeri berkumpul. Tidak hanya penduduk Madinah, tapi dari seluruh penjuru
Jazirah Arab. Sehingga apabila penduduk Madinah berkhianat, dan mereka
lebih memilih Abu Bakar t sebagai khalifah, maka kaum muslimin
yang lainnya yang datang dari luar Madinah bisa menjadi saksi akan hal
itu.
- Apabila
kaum Syi’ah meyakini bahwa shahabat Ali t telah dilantik oleh Rasulullah r
di Ghadir Khum -daerah dekat Juhfah berjarak 170 km dari Madinah-, mengapa
Ali dan para shahabat lainnya yang menyaksikan peristiwa Ghadir Khum tidak
menolak atau memprotes pengangkatan Abu Bakar t
sebagai khalifah?
- Apabila
benar bahwa Rasulullah r telah berwasiat kepada shahabat Ali t
untuk menjadi khalifah, mengapa Ali t tidak menyampaikan hal tersebut di
hadapan para shahabat? Apakah Ali t takut untuk menjadi syahid membela
wasiat Rasulullah r? Bukankah ini bertentangan dengan
sejarah hidup shahabat Ali t yang terkenal dengan ketulusan,
keberanian dan kejujurannya?
- Keikutsertaan Ali t membaiat
Abu Bakar t hanya dapat
diartikan dengan dua hal. Pertama, Ali t melakukan
baiat dalam ketakutan dan itu tidak selaras dengan kepribadian Ali t seperti pada point nomor 4. Kedua,
apakah keikutsertaan Ali t berbaiat
kepada Abu Bakar t dapat diartikan
sebagai pengkhianatan terhadap wasiat Rasulullah r?
- Hadits
Ghadir Khum sebenarnya adalah hadits yang berisi pemulihan nama baik Ali t
oleh Rasulullah r. Hal ini dikarenakan ada beberapa
orang para shahabat yang tidak berkenan oleh sikap Ali t dalam
masalah ghanimah/rampasan perang dari Yaman.
- Memang
hadits Ghadir Khum dikutip juga oleh para ahli tafsir, seperti oleh Imam
Syaukani (beraqidah Syiah) di dalam Fathul Qadir jilid 1 hal. 541 dari
Abu Said Al-Khudri dia berkata bahwasanya QS Al-Maidah [05]: 67 adalah
diturunkan kepada Rasulullah r pada hari Ghadir Khum tentang Ali bin
Abi Thalib t. (Fathul Qadir jilid 1 hal.
541).
Ayat tersebut berbunyi,
“Wahai
Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau
lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan
amanat-Nya, dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir,” (QS Al-Maidah [05]: 67).
Catatan : QS Al-Maidah [05]: 67 ini bukan sebagai legitimasi pengangkatan
Ali t sebagai khalifah setelah Rasulullah r di Ghadir Khum sebagaimana yang diklaim
oleh Syiah.
Memang orang-orang Syiah berkeyakinan jika
ayat tersebut adalah untuk Ali t dan ada ayat setelahnya yang menurut mereka
dibuang oleh Rasulullah r seperti yang dikatakan oleh Imam Syaukani dengan
mengutip sebuah atsar sebagai berikut,
وَ أَخْرَجَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ عَنِ ابْنِ
مَسْعُوْدٍ قَالَ: كُنَّا نَقْرَأُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ : يَا أَيُّهَا
الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ إِنَّ عَلِيًّا مَوْلَى
الْمُؤْمِنِيْنَ.
“Ibnu Mardawaih telah
mengeluarkan (atsar ini) dari Ibnu Mas’ud t dia berkata, “Kami pada zaman Rasulullah
biasa membaca ayat, “Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu
kepadamu sesungguhnya Ali adalah pemimpin kaum muslimin,” (Fathul Qadir jilid 1 hal. 541).
Cerita
Selengkapnya :
Imam Ibnu Katsir di dalam Al-Bidayah wan
Nihayah jilid 5 hal. 174 mengisahkan,
قَالَ
مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ فِيْ سِيَاقِ حَجَّةِ الْوَدَاعِ حَدَّثَنِيْ يَحْيَى بْنُ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِيْ عَمْرَةَ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ طَلْحَةَ
بْنِ يَزِيْدَ بْنِ رُكَانَةَ، قَالَ لَمَّا أَقْبَلَ عَلِيٌّ مِنَ الْيَمَنِ لِيَلْقَى
رَسُوْلَ اللهِ r بِمَكَّةَ، تَعَجَّلَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ r وَ اسْتَخْلَفَ عَلَى جُنُدِهِ الَّذِيْنَ مَعَهُ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِهِ
فَعَمِدَ ذَلِكَ الرَّجُلُ فَكَسَى كُلُّ رَجُلٍ مِنَ الْقَوْمِ حُلَّةً مِنَ الْبِزِّ
الَّذِيْ كَانَ مَعَ عَلِيٍّ، فَلَمَّا دَنَا جَيْشُهُ خَرَجَ لِيَلْقَاهُمْ فَإِذَا
عَلَيْهِمْ الْحُلَلُ، قَالَ : وَيْلَكَ مَا هَذَا؟ قَالَ: كَسَوْتُ الْقَوْمَ لِيَتَجَمَّلُوْا
بِهِ إِذَا قَدِمُوْا فِيْ النَّاسِ، قَالَ: وَيْلَكَ: انْزَعْ قَبْلَ أَنْ يَنْتَهِيَ
بِهِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ r قَالَ: فَانْتَزَعَ الْحُلَلَ
مِنَ النَّاسِ فَرَدَّهَا فِيْ الْبَزِّ قَالَ وَ أَظْهَرَ الْجَيْشُ شَكْوَاهُ لِمَا
صُنِعَ بِهِمْ.
“Telah berkata Muhammad
bin Ishaq di dalam peristiwa haji Wada, telah menceritakan kepadaku Yahya bin
Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Amrah dari Yazid bin Thalhah bin Yazid bin
Rukanah dia berkata, tatkala Ali t bertolak pulang dari Yaman untuk menemui
Rasulullah r di Mekkah, (ternyata) Ali t berjalan cepat (tergesa-gesa/berangkat
lebih dulu) untuk menemui Rasulullah r, dan Ali t mempercayakan kepada seseorang untuk
mengawasi tentara yang Ali t pimpin. Maka shahabat tersebut jadi
pemimpin (tentara). Maka seluruh pasukan tentara tersebut memakai pakaian yang
tadi dibawa bersama Ali t. Maka tatkala pasukan tentara tersebut
telah mendekat, Ali t pun pergi untuk menemui mereka, dan Ali t melihat mereka semua memakai pakaian yang
dibawa dari Yaman. Ali t pun berkata, “Apa-apaan ini?” Shahabat
tadi berkata, “Aku yang memakaikan pakaian ini kepada seluruh pasukan tentara
agar nampak indah ketika mereka datang menemui orang-orang.” Ali t menjawab, “Celaka kamu! Lepaskan seluruh
pakaian tersebut sebelum sampai di hadapan Rasulullah r!” Maka dia pun melepaskan kembali seluruh
pakaian tersebut dan menyimpannya ke dalam kantong. Maka para tentara ini pun
melaporkan sikap Ali t ini terhadap mereka,” (Al-Bidayah
wan Nihayah jilid 5 hal. 174).
Akan tetapi, mendengar keluhan dari
para tentara atas sikap Ali t ini, justru Rasulullah r bersabda,
أَيُّهَا
النَّاسُ لَا تَشْكُوْا عَلِيًّا فَوَ اللهِ إِنَّهُ لَأَخْشَنَّ فِيْ ذَاتِ اللهِ
أَوْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ...
“Wahai
manusia, janganlah kalian mengeluh mengenai sikap Ali, demi Allah, sesungguhnya
Ali adalah orang yang paling takut atas Dzat Allah atau di jalan Allah….” (Al-Bidayah wan Nihayah jilid 5 hal.
174).
Dikarenakan Rasulullah r melihat ada ketidak harmonisan di kalangan
para shahabatnya, terutama dari kalangan para tentara yang baru pulang berjihad
dari Yaman atas perilaku Ali t ini yang dianggap tidak adil dan bakhil,
maka di tengah perjalanan, tepatnya di Ghadir Khum, Rasulullah r berkhutbah panjang lebar,
أَنَّهُ
r خَطَبَ بِمَكَانٍ بَيْنَ مَكَّةَ وَ الْمَدِيْنَةَ مَرْجِعُهُ مِنْ
حَجَّةِ الْوَدَاعِ قَرِيْبٌ مِنَ الْجُحْفَةِ يُقَالُ لَهُ غَدِيْرُ خُمٍّ فَبَيَّنَ
فِيْهَا فَضْلَ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ وَ بَرَاءَةَ عِرْضِهِ مِمَّا كَانَ تَكَلَّمَ
فِيْهِ بَعْضُ مَنْ كَانَ مَعَهُ بِأَرْضِ الْيَمَنِ بِسَبَبِ مَا كَانَ صَدَرَ مِنْهُ
إِلَيْهِمْ مِنَ الْمَعْدَلَةِ الَّتِيْ ظَنَّهَا بَعْضُهُمْ جَوْرًا وَ تَضْيِيْقًا
وَ بُخْلًا وَ الصَّوَابُ كَانَ مَعَهُ فِيْ ذَلِكَ.
“Nabi
r berkhutbah di lembah antara Mekah dan Madinah,
sepulang dari haji Wada’, dekat dengan daerah Juhfah, namanya Ghadir Khum. Di
sana, Nabi r menyebutkan keutamaan Ali bin Abi Thalib t dan kebersihan nama Ali t dari komentar para shahabat yang bersamanya
dari Yaman, dikarenakan kebijakan Ali t terhadap mereka, yang mereka anggap sebagai
kedzaliman dan sikap bakhil. Padahal yang benar adalah sikap Ali t.”
(Al-Bidayah wan Nihayah jilid 5 hal. 173).
Kemudian Ibnu Katsir kembali menegaskan di
halaman yang sama,
وَ لِهَذَا
لَمَّا تَفَرَّغَ عَلَيْهِ السَّلَامُ مِنْ بَيَانِ الْمَنَاسِكِ وَ رَجَعَ إِلَى
الْمَدِيْنَةِ بَيَّنَ ذَلِكَ فِيْ أَثْنَاءِ الطَّرِيْقِ فَخَطَبَ خُطْبَةً عَظِيْمَةً
فِيْ الْيَوْمِ الثَّامِنِ عَشَرَ مِنْ ذِيْ الْحِجَّةِ عَامَئِذٍ وَ كَانَ يَوْمُ
الْأَحَدِ بِغَدِيْرَ خُمٍّ تَحْتَ شَجَرَةٍ هُنَاكَ فَبَيَّنَ فِيْهَا أَشْيَاءَ
وَ ذَكَرَ مِنْ فَضْلِ عَلِيٍّ وَ أَمَانَتَهُ وَ عَدْلَهُ وَ قُرْبَهُ إِلَيْهِ مَا
أَزَاحَ بِهِ مَا كَانَ فِيْ نُفُوْسِ كَثِيْرٍ مِنَ النَّاسِ مِنْهُ.
“Karena
itu, setelah beliau r selesai manasik, dan kembali ke Madinah, di
tengah jalan pada tanggal 18 Dzulhijjah di tahun yang sama, bertepatan dengan
hari Ahad di Ghadir Khum, di bawah sebuah pohon, beliau menyampaikan khutbah
yang sangat menyentuh. Beliau r menjelaskan beberapa hal, dan menyebutkan
keutamaan Ali t, bagaimana amanahnya Ali t, keadilannya, dan kedekatannya dengan
beliau r. Yang ini akan menghilangkan ketidak nyamanan
di hati banyak shahabat terhadap Ali t.”(Al-Bidayah
wan Nihayah jilid 5 hal. 173).
Berdasarkan keterangan ini, kita bisa
mengambil kesimpulan bahwa tujuan Nabi r menyampaikan khutbah di Ghadir Khum, bukan
dalam rangka menobatkan Ali t sebagai khalifah sepeninggal beliau r. Jelas ini kesimpulan yang salah. Tapi yang
benar adalah untuk membersihkan nama baik Ali bin Abi Thalib t yang mendapatkan penilaian buruk dari para
shahabat yang lain.
Latar
Belakang Khutbah Ghadir Khum (dari
berbagai sumber)
Berikutnya kita perlu mengetahui latar
belakang mengapa Rasulullah r bersabda,
مَنْ
كُنْتُ مَوْلَاهُ فَعَلِيٌّ مَوْلَاهُ.
”Barangsiapa yang aku
menjadi kekasihnya, maka Ali adalah kekasihnya.” Karena salah satu cara untuk memahami maksud
Nabi r adalah memahami sababu wurudil hadits (sebab hadits
tersebut disampaikan). Dengan demikian, kita bisa memahami hadits tersebut. Ada dua analisis yang
dijelaskan para ulama menganai latar belakang khutbah Nabi r di
Ghadir Khum.
ANALISIS PERTAMA, disimpulkan dari hadits Imran bin Hushain t yang telah berkata, “Rasulullah r pernah
mengirim sebuah pasukan perang ke Yaman. Kemudian Rasulullah r meminta Ali t untuk mengambil harta rampasan perang. Maka
Ali t pun menemui pasukan perang itu, dan
mengambil seorang tawanan wanita, kemudian Ali t menggaulinya. Para
shahabatpun merasa kesal dengan sikap Ali t ini. Di antara mereka ada empat orang
shahabat yang berjanji, “Jika kita telah sampai di Madinah, kita akan ceritakan
semua yang dilakukan Ali t.”
Kebiasaan kaum muslimin, sepulang mereka
dari safar (berjihad dllnya), maka mereka langsung menemui Rasulullah r, untuk mengucapkan salam kepada beliau, dan
kemudian baru pulang menuju ke rumah masing-masing. Maka ketika pasukan perang
ini tiba di Madinah, mereka pun mengucapkan salam kepada Rasulullah r dan salah seorang dari keempat shahabat
tadi melaporkan,
يَا
رَسُولَ اللهِ أَلَمْ تَرَ إِلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ صَنَعَ كَذَا وَكَذَا.
”Wahai
Rasulullah, tahukan Anda bahwa Ali telah melakukan tindakan begini dan begini.”
Namun Rasulullah r berpaling dan tidak menanggapi laporannya. Maka
shahabat kedua gantian melaporkan hal yang sama, dan Rasulullah r tidak memperdulikannya. Shahahab ketiga
juga demikian, dan terakhir shahabat keempat. Semuanya tidak dihiraukan oleh
Rasulullah r.
Kemudian Rasulullah r memandangi mereka dan nampak rona amarah di
wajah beliau r dan kemudian beliau r bersabda,
مَا
تُرِيْدُوْنَ مِنْ عَلِيٍّ؟ مَا تُرِيْدُوْنَ مِنْ عَلِيٍّ؟ مَا تُرِيْدُوْنَ مِنْ
عَلِيٍّ؟ إِنَّ عَلِيًّا مِنِّي وَ أَنَا مِنْهُ، وَ هُوَ وَلِيُّ كُلِّ مُؤْمِنٍ
مِنْ بَعْدِيْ.
”Apa yang kalian
inginkan dari Ali? Apa yang kalian inginkan dari Ali? Apa yang kalian inginkan dari
Ali? Sesungguhnya Ali bagian dariku dan aku bagian darinya, dia menjadi kekasih
setiap mukmin sepeninggalku.” (HR Tirmidzi 3712 dan dishahihkan oleh al-Albani).
ANALISIS KEDUA disimpulkan dari hadits Buraidah t yang
berkata, ”Nabi r telah mengutus
Ali bin Abi Thalib t agar menemui Khalid bin
Walid t untuk mengambil jatah seperlima
dari rampasan perang. Buraidah merasa kesal terhadap Ali t, karena dia
telah mandi junub (karena menggauli tawanan wanita). Maka Buraidah t pun menyampaikannya
kepada Khalid, ”Lihat apa yang dilakukan oleh Ali!”
Pada saat kami tiba di
hadapan Rasulullah r, maka aku (Buraidah t) pun menceritakan
kejadian tersebut kepada Rasulullah r. Mendengar
berita ini, kemudian Rasulullah r bersabda,
يَا
بُرَيْدَةُ أَتُبْغِضُ عَلِيًّا؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ:
لاَ تُبْغِضْهُ، فَإِنَّ لَهُ فِي الْخُمُسِ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ.
”Hai
Buraidah, apakah engkau membenci Ali.” Aku menjawab, ‘Ya.’ Beliau r bersabda, “Janganlah engkau membencinya,
karena dia berhak mendapatkan seperlima yang lebih banyak daripada seorang tawanan
wanita itu.” (HR Al-Bukhari,
hadits no. 4350). (Al-Bidayah wan Nihayah jilid 5 hal. 85).
Maka, di tengah perjalanan, Rasulullah r ingin menjelaskan masalah ini di hadapan
seluruh para shahabat yang hadir pada saat itu. Tepatnya beliau berhenti di
sebuah daerah dekat Juhfah berjarak 170 km dari Madinah, namanya Ghadir Khum.
Di sinilah beliau r khutbah panjang lebar menjelaskan kelebihan Ali t dan apa yang dilakukan oleh Ali t adalah benar.
Wallahu A’lam.
[1] 40
Masalah Syiah, karangan Emilia Renita
AZ , hal. 65.
Sepertinya penulis (Emilia)
ingin menggiring opini jika hadits Ghadir Khum dianggap lemah oleh kalangan
Sunnah (Sunni). Justru, sebagian besar para ulama Sunni, telah menshahihkan
hadits tersebut. Masalahnya, Syiah berkeyakinan jika hadits Ghadir Khum adalah
hadits penetapan Ali t sebagai khalifah
setelah Rasulullah r.
Sedangkan Sunnah berkeyakinan jika hadits Ghadir Khum adalah hadits pemulihan
nama baik Ali t di hadapan para
shahabat yang merasa tidak suka atas sikap Ali t terhadap tawanan
perang dari Yaman. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar