oleh M. Amin
Djamaluddin
Setelah
meletusnya revolusi Iran
pada tahun 1979 M, paham Syi’ah Imamiyah (Syi’ah Itsna Asyariyah) mulai masuk
ke Indonesia.
Di antara tokoh yang terpengaruh dengan paham Syi’ah adalah Husain al-Habsy,
Direktur Pesantren Islam YAPI Bangil. Al-Habsy kemudian aktif menyebarkan ideologi Syi’ah dengan kemasan apik dan
berslogan persatuan kaum muslimin.
Pada tahun 1980-an, al-Habsy mengirim sejumlah
santrinya untuk belajar di Hauzah Ilmiyah di Qum, Iran. Sepulang dari Qum, para
santri kemudian menyebarkan ajaran Syi’ah melalui sejumlah kegiatan, baik di
bidang politik, pendidikan, media, sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Dalam
bidang politik, mereka masuk ke partai-partai. Dalam bidang pendidikan mereka
mendirikan sekolah dari TK sampai Perguruan Tinggi. Di bidang media mereka
mendirikan koran, majalah, televisi, penerbitan buku, selebaran, dsb. Dalam
bidang sosial, mereka mempraktekkan nikah mut’ah. Dalam bidang ekonomi mereka
membuka toko-toko, membeli angkutan-angkutan umum, dan aktif dalam dunia
perdagangan secara umum. Dalam bidang medis, mereka membangun rumah sakit dan
klinik pengobatan. Pada tahun 1993, jati diri al-Habsy sebagai orang Syi’ah
terkuak saat dia mengirimkan laporan kegiatan Syi’ah Indonesia ke Ayatullah di
Iran dan saat itu 13 guru yang bermadzhab Ahlussunnah keluar dari pesantrennya.
Inilah gerakan Syi’ah, begitu terorgaisir dengan
rapi. Adapun reaksi Ahlussunnah masih bersifat tidak konsisten. Jika ada
keributan mereka bergerak, jika tidak ada, mereka hanya diam dan pasif, padahal
Syi’ah semakin lama semakin berkembang.
Secara umum kader-kader Syi’ah merupakan alumnus
Hauzah Ilmiyah di Qom Iran dan Suriah. Jumlah mereka mencapai ratusan orang dan
tersebar di berbagai kota dan desa. Mereka aktif mengajak masyarakat untuk
masuk kedalam kelompok Syi’ah, baik di rumah, sekolah, masjid, forum, ikatan,
maupun lainnya. Pengikut Syi’ah ini kemudian membuat ikatan yang disebut dengan
IJABI (Ikatan Jamaah Alhul Bait Indonesia) dengan tokoh pelopornya Ahmad
Baraqbah, Jalaludin Rahmat, Dimitri Mahayana, dan Zahir bin Yahya. Juga melalui
ormas Ahlul Bait Indonesia (ABI) yang dideklarasikan tahun 2011 oleh ketuanya
Hasan Dalil Alaydrus.[1]
Kita Ahlussunnah
Indonesia harus berkaca kepada sejarah. Yaitu bagaimana beringasnya Syiah
terhadap kaum muslimin Ahlussunnah. Di dalam kitab Majmu Fatawanya, Ibnu
Taimiyyah, seorang ilmuwan muslim yang sangat hebat yang lahir pada saat kaum
muslimin diserang bangsa Tartar pada abad ke-12 M, beliau mengatakan :
وَالرَّافِضَةِ
تُحِبُّ التَّتَارَ وَدَوْلَتَهُمْ ; لِأَنَّهُ يَحْصُلُ لَهُمْ بِهَا مِنْ
الْعِزِّ مَا لَا يَحْصُلُ بِدَوْلَةِ الْمُسْلِمِينَ . وَالرَّافِضَةُ هُمْ
مُعَاوِنُونَ لِلْمُشْرِكِينَ وَالْيَهُودِ وَالنَّصَارَى عَلَى قِتَالِ
الْمُسْلِمِينَ وَهُمْ كَانُوا مِنْ أَعْظَمِ الْأَسْبَابِ فِي دُخُولِ التَّتَارِ
قَبْلَ إسْلَامِهِمْ إلَى أَرْضِ الْمَشْرِقِ بِخُرَاسَانَ وَالْعِرَاقِ
وَالشَّامِ وَكَانُوا مِنْ أَعْظَمِ النَّاسِ مُعَاوَنَةً لَهُمْ عَلَى أَخْذِهِمْ
لِبِلَادِ الْإِسْلَامِ وَقَتْلِ الْمُسْلِمِينَ... قَدْ عَرَفَ أَهْلُ
الْخِبْرَةِ أَنَّ الرَّافِضَةَ تَكُونُ مَعَ النَّصَارَى عَلَى الْمُسْلِمِينَ
وَأَنَّهُمْ عَاوَنُوهُمْ عَلَى أَخْذِ الْبِلَادِ لَمَّا جَاءَ التَّتَارُ
وَعَزَّ عَلَى الرَّافِضَةِ فَتْحُ عُكَّةَ وَغَيْرِهَا مِنْ السَّوَاحِلِ وَإِذَا
غَلَبَ الْمُسْلِمُونَ النَّصَارَى وَالْمُشْرِكِينَ كَانَ ذَلِكَ غُصَّةً عِنْد
الرَّافِضَةِ وَإِذَا غَلَبَ الْمُشْرِكُونَ وَالنَّصَارَى الْمُسْلِمِينَ كَانَ
ذَلِكَ عِيدًا وَمَسَرَّةً عِنْدَ الرَّافِضَةِ .
“Orang-orang
Rafidhah (Syiah) sangat mencintai bangsa Tartar. Karena bangsa Tartar lah yang
telah memberikan kemuliaan kepada mereka (Rafidhah), yang tidak pernah mereka
dapatkan dari kaum muslimin. Orang-orang Rafidhah lah yang telah membantu
orang-orang musyrik, orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani di dalam
memerangi kaum muslimin. Mereka lah penyebab utama masuknya bangsa Tartar
(sebelum mereka masuk Islam) ke Timur Tengah melalui pintu Khurasan (Iran), Iraq dan Syam (Libanon dan
negara-negara di sekitarnya). Orang-orang Rafidhah lah yang telah membantu
bangsa Tartar dalam upaya perampasan negara-negara Islam dan pembantaian kaum
muslimin...para ahli sejarah tahu jika Rafidhah lah yang berada di belakang
orang-orang Nasrani yang memerangi kaum muslimin. Mereka lah yang telah
membantu orang-orang Nasrani merampas tanah kaum muslimin. Misalnya tatkala
bangsa Tartar datang. Orang-orang Rafidhah bersuka cita setelah wilayah Ukah
dan kota-kota lainnya yang berada di pesisir pantai ditaklukkan Tartar.
Orang-orang Rafidhah itu akan merasa sedih, manakala kaum muslimin bisa
mengalahkan orang-orang Nasrani dan orang-orang musyrik. Akan tetapi, apabila
orang-orang musyrik dan Nasrani bisa mengalahkan kaum muslimin, maka hal ini
akan membuat mereka senang.”
(Lihat Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah, jilid 28, kitab Fiqih Jihad, hal.
527-528). [2]
Lihatlah, sampai seperti ini mereka bersikap terhadap kaum muslimin
(Sunni). Dari dahulu sampai sekarang, mereka sangat membenci kaum muslimin dari
kalangan Ahlussunnah. Bagaimana mungkin mereka kita menganggap mereka (orang-orang
Syiah) sebagai saudara seiman, tetapi di dalam kenyataannya mereka memusuhi
kita Ahlussunnah. Tahukah Anda, siapakah yang telah membantu Amerika Serikat di
dalam agresinya terhadap Iraq? Jawabannya adalah orang-orang Syiah Rafidhah.
Dalam kasus Suriah yang terjadi sekarang ini, Syaikh
Muhammad Al-Arifi pernah berkata di dalam khutbahnya:
إن
السكاكين التي تذبح أطفال سوريا فإنها في طريق إلى رقاب أطفالنا و أطفالكم، و إن
لم ننصرهم، فإن الصفويين يرون ذبحنا و ذبح أطفالنا و تقطيعات أجسادنا يرون قربة في
دينهم يكسبون بها ثوابا.
“Sesungguhnya pisau-pisau yang
menyembelih anak-anak Suria, sesungguhnya dia sedang dalam perjalan menuju
leher anak-anak kita dan anak-anak kalian. Jika kita tidak menolong mereka,
sesungguhnya orang-orang Shofawiyyah (sebutan untuk orang-orang Syiah di Iran,
mengacu kepada Negara Syiah Shofawiyyah) akan memilih untuk menyembelih kita
dan anak-anak kita dan akan memutilasi tubuh-tubuh kita. Mereka berpendapat
itulah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam ajaran agama mereka.
Mereka mengharapkan pahala dengan semua itu.”
Ketahuilah,
tidak ada agama yang paling kejam melainkan agama Syiah Rafidhah, Ja’fariyyah, Imamiyyah
Itsna Asyariyyah, Ismailiyyah, Nusairiyyah, dll. Jangan sekali-kali kita menunda untuk menjelaskan
kesesatan dan kekufuran Syiah, sebelum datangnya penyesalan.
Menurut Ustadz
Roisul Hukama, mantan pengikut Syiah bahwa kantong terbesar Syiah di Indonesia
ada di tiga provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Ketiga
propinsi ini adalah kantong-kantong utama Syiah. Sedangkan basis Syiah di Jawa
Tengah berada di kota
Solo. Akan tetapi secara global, Syiah sudah menyebar ke seluruh pelosok Nusantara,
dari Sabang sampai Maerauke.
Selain mereka
menargetkan untuk menumpas kaum muslimin Ahlussunnah, juga mereka menyebarkan
ajaran sesat ke tengah-tengah kaum muslimin Ahlussunnah. Berikut ini saya tuliskan
bukti-bukti kesesatan Syiah dari buku-buku resmi yang diterbitkan oleh Syiah Indonesia
:
A. KESESATAN
SYIAH DI DALAM MASALAH AQIDAH
1. Alam diciptakan setelah penciptaan 14
Imam Suci.
”Diriwayatkan juga bahwa alam diciptakan
setelah penciptaan Empat Belas Manusia Suci as. Dalam riwayat lain diberitakan
bahwa para malaikat diciptakan berasal dari cahaya Ali as.” (Kecuali Ali,
Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 28).
2. 14 Imam Suci lebih dahulu bertasbih dan
mensucikan Allah SWT.
”...Bagaimana hal itu tidak menjadikan
kita lebih mulia daripada para malaikat? Kita terlebih dahulu bermakrifat
kepada Allah, bertasbih dan menyucikan-Nya. Awal suatu keberadaan yang telah
Allah ciptakan adalah arwah-arwah kita dan telah (terlebih dahulu) bertauhid
dan memuji kepada-Nya.” (Kecuali Ali, Abbas Rais Kermani, Penerbit
Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 34).
3. 14 Imam Suci lebih hebat dari malaikat.
”Kita mengajarkan tahlil kepada para
malaikat, bahwa tidak ada tuhan selain-Nya dan kita adalah hamba-Nya.” (Kecuali Ali,
Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 34).
4. 14 Imam Suci sebagai perantara para
malaikat menerima hidayah Allah SWT.
”Melalui perantara kitalah malaikat diberi
petunjuk untuk bertauhid, bertasbih, bertahlil dan memuji Allah.” (Kecuali Ali,
Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 34).
5. Malaikat Jibril diajari oleh Ali as.
...’Ya, dikarenakan dia memiliki hak
pengajaran kepadaku.’ Rasul saw berkata, ”Apakah hak itu? Jibril menjelaskan,
’Ketika Allah menciptakanku, lalu Dia menanyaiku, ’Siapakah engkau, siapa
namamu, siapa Aku dan siapa nama Aku? Saya merasa kikuk, apa yang harus aku
jawab, secara tiba-tiba seorang pemuda (Ali as), manifestasi dari Alam
Nuraniyah berkata, ’Katakanlah! Engkau adalah Tuhan Yang Maha Agung, nama-Mu
Indah, dan aku adalah hamba-Mu yang hina-dina, namaku Jibril.’ (Kecuali Ali, Abbas Rais Kermani,
Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 35).
6. Keagungan Ali as akan nampak di hari kiamat.
”...dan di hari kiamat keagungan beliau as
akan tampak di hadapan para nabi as, para wali, malaikat dan seluruh makhluk.” (Kecuali Ali,
Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 39).
7. Ali as adalah penghitung amal perbuatan
manusia di hari kiamat.
”Keimanan dan perbuatan kaum mukmin
haruslah sesuai dengan keimanan dan perbuatan Imam Ali as. Melalui perhitungan
ini, salah satu makna dari ’neraca’ di hari kiamat adalah Imam Ali as. Imam Ali
as adalah penghitung amal perbuatan di hari kiamat.” (Kecuali Ali,
Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 41).
8. Ali as adalah yang akan mengazab
penduduk neraka.
”...Aku adalah yang paling utama dari Bani
Adam dan aku akan menghisab (perbuatan) makhluk Allah (manusia) serta memberikan
azab bagi penghuni neraka di tempat-tempat mereka.” (Kecuali Ali,
Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 41).
9.
Ali as adalah hakim di hari kiamat.
”Imam Ali as adalah hakim yang mengadili di hari
kiamat sesuai dengan keadilan Ilahi. Beliau adalah pemilik telaga Kautsar dan
pembagi surga dan neraka (yang menentukan derajat surga dan neraka bagi para
makhluk-Nya).” (Kecuali Ali, Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli
2009, hal. 42).
10. Api neraka taat kepada Ali as.
”...Amirul
Mukminin memerintahkan kepada api neraka untuk tidak membakarnya.” (Kecuali Ali,
Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 43).
11. Memandang wajah Ali as adalah ibadah.
”Bukanlah tanpa dalil bahwa namanya
diambil dari nama Allah, pikiran dia adalah pikiran Allah hingga jika
memandangnya maka dinilai sebagai perbuatan ibadah kepada Allah. Begitu halnya
dalam hadis yang telah diriwayatkan oleh Nabi saw sang pembawa rahmat bagi
semesta alam, ”Memandang Ali adalah ibadah.” Dalam keterangan lain, ”Memandang
wajah Ali adalah ibadah.” (Kecuali Ali, Abbas Rais Kermani, Penerbit
Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 24).
B. KESESATAN
SYIAH DI DALAM MASALAH IBADAH
1. Waktu-waktu Shalat versi Syiah
Dalam buku Shalat Dalam Mazhab Ahlul Bait[3] yang ditulis oleh Hidayatullah
Husein Al-Habsyi, hal. 92 disebutkan,
“Untuk lebih memperjelas waktu-waktu
shalat di atas dalam istilah yang biasa dipakai oleh kalangan ahli fiqih di
antaranya sebagai berikut:
a. Setiap shalat masing-masing
memiliki dua waktu :
· Waktu mukhtash, yaitu
waktu yang dikhususkan untuk nama yang ditentukan (baik Dhuhur, Ashar, Maghrib,
Isya’) dalam waktu yang dikhususkan tersebut tidak boleh melakukan selain
pemilik waktu.
· Waktu musytarak, terjadinya
seusai melakukan shalat Dhuhur atau Maghrib.
b. Waktu mukhtash, atau
waktu yang dikhususkan terdapat pada semua shalat. Adapun jangka waktunya untuk
Dhuhur dari masuknya waktu sampai terlaksananya empat rakaat, untuk Ashar
sebelum terbenamnya matahari sekadar seorang melakukan shalat empat rakaat,
untuk Maghrib sebelum dan sampai terbenamnya mega merah di ufuk barat, untuk
shalat Isya’ dari sebelum tibanya pertengahan malam sekadar tujuh atau sepuluh
rakaat sampai tibanya pertengahan malam.
c. Waktu musytarak, atau
waktu gabungan, keberadaannya setelah melaksanakan shalat Dhuhur atau Maghrib.
Jelasnya, kalau diumpamakan setiap shalat memakan waktu sepuluh menit, maka
pada menit-menit sesudahnya adalah waktu musytarak.
d. Waktu afdhol ialah
melakukan shalat pada waktu yang telah ditentukan di atas. (Dhuhur dan Ashar
dari masuknya waktu sampai sebelum terbenamnya matahari sekadar seseorang
melakukan shalat empat rakaat, untuk Maghrib dan Isya’ dari masuknya waktu
sampai sebelum tibanya pertengahan malam sekadar tujuh atau sepuluh rakaat).”
Masih di dalam buku Shalat Dalam Mazhab Ahlul Bait disebutkan :
- Di dalam hal. 89 :
”Untuk shalat Dhuhur waktu yang pertama
(yang lebih diutamakan) dimulai dari agak condongnya cahaya matahari sampai
usainya seorang melakukan shalat empat rakaat, sedang yang kedua dimulai dari
usainya seorang melakukan empat rakaat tersebut sampai sebelum terbenamnya
matahari cukup untuk melakukan shalat sebanyak empat rakaat.”
”Untuk shalat Ashar yang lebih diutamakan
dimulai dari usainya seorang melakukan shalat empat rakaat Dhuhur, sampai
sebelum terbenamnya matahari cukup untuk melakukan shalat sebanyak empat
rakaat. Dan yang kedua dari sebelum terbenamnya matahari cukup untuk empat
rakaat tersebut sampai terbenamnya matahari. Dan habisnya kedua waktu shalat
tersebut (Dhuhur dan Ashar) saat terbenamnya matahari.”
- Di dalam hal. 90 :
”...dan saat tibanya pertengahan malam
cukup untuk empat rakaat tersebut berarti waktu Maghrib telah habis.”
- Di dalam hal. 91 :
”Beliau a.s. juga berkata: ”Waktu Maghrib
(yang diutamakan) dimulai dari mulai menghilangnya kemerahan (di ufuk timur)
dan akhir waktunya sampai pertengahan malam tiba.”
- Di dalam hal. 93 :
”Waktu musytarak, atau waktu gabungan,
keberadaannya setelah melaksanakan shalat Dhuhur atau Maghrib. Jelasnya, kalau
diumpamakan setiap shalat memakan waktu sepuluh menit, maka pada menit-menit
sesudahnya adalah waktu musytarak.”
”Waktu afdhol ialah melakukan shalat pada
waktu yang telah ditentukan di atas. (Dhuhur dan Ashar dari masuknya waktu
sampai sebelum terbenamnya matahari sekadar seorang melakukan shalat empat
rakaat, untuk Maghrib dan Isya’ dari masuknya waktu sampai sebelum tibanya
pertengahan malam sekadar tujuh atau sepuluh rakaat).”
2. Tata cara berwudlu versi Syiah.
Berwudu satu kali adalah fardu, dua kali tidak
berpahala, dan tiga kali bid’ah.” (Fiqih Ja’fari, Muhammad Jawad Mughniyah, hal. 56).
3. Membaca Al-Fatihah tidak wajib dalam shalat.
“Pada rakaat ketiga salat Magrib dan pada dua
rakaat terakhir salat Zuhur, Asar, dan Isya, orang boleh memilih antara membaca
al-Fatihah dan membaca :
سُبْحَانَ
اللهِ وَ الْحَمْدُ ِللهِ وَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ.
sekali. Namun
disunnahkan membacanya tiga kali.” (Fiqih Ja’fari, Muhammad Jawad
Mughniyah, hal. 162).
4. Bersedekap ketika shalat membatalkan
shalat.
”Bagaimanapun, sebagian besar fukaha berpendapat
bahwa bersedekap itu haram dan membatalkan shalat, karena Imam Shadiq (as)
ditanya tentang seseorang yang salat sedangkan tangan kanannya berada di atas
tangan kirinya. Beliau menjawab, ”Itu adalah takfir. Janganlah engkau melakukannya.” (Fiqih Ja’fari, Muhammad Jawad
Mughniyah, hal. 171)
5. Membolehkan shalat dalam keadaan telanjang.
“Imam Shadiq (as) ditanya tentang seorang lelaki
yang keluar telanjang, kemudian datang waktu salat. Beliau berkata, “Ia salat
telanjang dengan berdiri bila tidak ada yang melihatnya, dan dengan duduk bila
ada yang melihatnya.” (Fiqih
Ja’fari, Muhammad Jawad Mughniyah, hal. 141).
6. Tentang air yang terkena najis.
“Air yang bekas digunakan untuk membersihkan
tempat keluarnya kencing dan tinja adalah suci dengan syarat ia tidak berubah
karena najis tersebut, tidak ada najis dari luar yang mengenainya, kencing atau
tinja yang keluar itu tidak meluber ke mana, tidak ada darah yang keluar
bersamanya, dan tidak terdapat bagian-bagian tinja pada air tersebut.” (Fiqih Ja’fari, Muhammad Jawad
Mughniyah, hal. 43).
7. Mengucapkan aamiin setelah membaca
Al-Fatihah membatalkan shalat.
Syiah berkeyakinan jika dengan sengaja membaca aamiin setelah
Al-Fatihah adalah membatalkan shalat. “Sebagian besar fukaha berpendapat
bahwa sengaja mengucapkan “amin” setelah membaca al-Fatihah adalah membatalkan
salat, berdasarkan ucapan Imam Shadiq (as), “Jika engkau salat di belakang
seorang imam, lalu ia membaca al-Fatihah dan selesai, maka ucapkanlah, ‘Alhamdu
lillahi Rabil’alamin.’ Janganlah engkau mengucapkan, ‘Amin.’” (Fiqih
Ja’fari, Muhammad Jawad Mughniyah, hal. 173).
8. Rukun shalat hanya ada 5 perkara.
“Telah kami sebutkan bahwa rukun salat ada lima,
yaitu niat, takbiratul ihram, berdiri ketika takbiratul ihram dan sebelum
rukuk, rukuk dan dua sujud.” (Fiqih Ja’fari, Muhammad Jawad Mughniyah, hal. 177).
9. Membolehkan shalat dengan memakai kain yang
terkena najis.
Shalat dengan pakaian atau tempat najis. “Seseorang boleh salat pada
pakaian atau empat yang najis asalkan kering dan tidak berpindah, kecuali
tempat dahi, karena sujud disyaratkan harus pada sesuatu yang suci.” (Fiqih
Ja’fari, Muhammad Jawad Mughniyah, hal. 144)
10. Larangan shalat di belakang 3 jenis manusia
“Tiga orang, janganlah kalian salat di belakang
mereka: orang yang tidak dikenal, orang yang keterlaluan (melampauai batas),
dan orang yang terang-terangan berbuat fasik.” (Fiqih Ja’fari, Muhammad Jawad Mughniyah,
hal. 209).
11. Syiah memuja kuburan.
“Sujud di atas tanah kuburan Husain (as) menyinari
tujuh bumi. Siapa yang memiliki tasbih yang terbuat dari tanah kuburan Husain
maka ia dicatat sebagai orang yang bertasbih, sekalipun ia tidak bertasbih
dengannya.” (Fiqih
Ja’fari, Muhammad Jawad Mughniyah, hal.
146).
12. Pahala berziarah ke kuburan Husain as.
“Muhammad bin Ismail bin Bazi meriwayatkan dari
Saleh bin Uqbah dari ayahnya dari Imam Muhammad Baqir as bahwa beliau berkata,
“Sesiapa berziarah kepada Husain bin Ali as pada hari ke-10 Muharam sehingga
dia menangis di sisi kuburan beliau, dia akan menjumpai Allah pada hari Kiamat
dengan pahala dua ribu haji, dua ribu umrah dan dua ribu jihad…” (Mafatih Al-Jinan, Syekh Abbas
Al-Qummi, jilid 3 hal. 352).
13. Membuat tata cara shalat yang dinisbatkan
kepada Rasulullah SAW dan para imam Syiah
a. Tata cara shalat Rasulullah SAW.
”….Perawi berkata, “Jika begitu, ajarkanlah shalat
(Rasulullah SAW) tersebut kepadaku!” Beliau berkata, “Kerjakanlah shalat 2
rakaat, dan di setiap rakaat, bacalah surah al-Fatihah 1 kali dan innaa
anzalnaahu (surah al-Qadr) 15 kali. Bacalah juga surah al-Qadr tersebut ketika
ruku, bangun dari ruku, sujud pertama, bangun dari sujud pertama, sujud kedua,
dan bangun dari sujud kedua masing-masing 15 kali. Setelah itu, bacalah
tasyahud dan salam. Jika engkau telah selesai melaksanakan shalat, tidak akan
ada dosa yang tersisa dalam dirimu kecuali akan diampuni oleh Allah dan setiap
keperluan yang engkau minta, pasti akan dikabulkan….” (Mafatih al-Jinan, Kunci-kunci Surga Jilid
1, karya Syekh Abbas Al-Qummi, Penerbit Al-Huda, cet. Ke-2 tahun 2009, hal.
150).
b. Tata cara shalat Ali bin Abi Thalib.
“Syekh Thusi dan Sayid Ibnu Thawus ra meriwayatkan
bahwa Imam Ja’far Shadiq as berkata, “Sesiapa di antara kalian melaksanakan
shalat Amirul Mukminin as yang berjumlah 4 rakaat, niscaya ia akan terbersihkan
dari dosa seperti ia baru lahir dari perut ibunya dan segala keperluannya akan
dipenuhi. Pada setiap rakaat, bacalah surah al-Fatihah 1 kali dan surah
al-Ikhlas 50 kali.” (Mafatih
al-Jinan, Kunci-kunci Surga Jilid 1, karya Syekh Abbas Al-Qummi, Penerbit
Al-Huda, cet. Ke-2 tahun 2009, hal. 152).
c. Tata cara shalat Fathimah binti Rasulullah SAW.
“Diriwayatkan bahwa Sayidah Fathimah az-Zahra as
selalu melaksanakan shalat dua rakaat (di siang hari Jumat) yang telah
diajarkan malaikat Jibril kepada beliau. Pada rakaat pertama setelah membaca
surah al-Fatihah, beliau membaca surah al-Qadr 100 kali dan pada rakaat kedua
setelah itu, membaca surah al-Ikhlas 100 kali.” (Mafatih al-Jinan, Kunci-kunci Surga Jilid
1, karya Syekh Abbas Al-Qummi, Penerbit Al-Huda, cet. Ke-2 tahun 2009, hal.
156).
d. Tata cara shalat Imam Husain as.
“Shalat Husain as adalah 4 rakaat. Pada setiap
rakaat membaca surah al-Fatihah dan al-Ikhlas masing-masing 50 kali. Membaca
kedua surah di atas masing-masing 10 kali pada saat ruku, bangun dari ruku,
sujud pertama, duduk di antara dua sujud, dan sujud kedua.” (Mafatih al-Jinan, Kunci-kunci
Surga Jilid 1, karya Syekh Abbas Al-Qummi, Penerbit Al-Huda, cet. Ke-2 tahun
2009, hal. 160).
e. Tata cara shalat Imam Ja’far Shadiq as.
“Shalat beliau adalah 2 rakaat. Pada setiap
rakaat, membaca surah al-Fatihah sekali dan ayat syahidallaahu annahuu laa
ilaaha illaa huwa wal malaaikatu wa ulul ilmi qaaiman bil qisth, laa ilaaha
illaa huwal aziizul hakiim, innaddiina indallaahil islaam, wa makhtalafal
ladziina uutul kitaabi illaa min ba’di maa jaat humul ilmu baghyan bainahum, wa
man yakfur bi aayaatillaahi fa innallaaha sariiul hisaab 100 kali.” (Mafatih al-Jinan, Kunci-kunci
Surga Jilid 1, karya Syekh Abbas Al-Qummi, Penerbit Al-Huda, cet. Ke-2 tahun
2009, hal. 167).
f. Tata cara shalat Ja’far ath-Thayyar as.
“Shalat ini adalah yang paling mujarab. Shalat ini
diriwayatkan dengan sanad-sanad mu’tabar dan memiliki banyak keutamaan.
Terutama adalah pengampunan dosa-dosa besar.
Waktu yang paling utama untuk melaksanakan shalat
ini adalah permulaan siang hari Jumat. Shalat ini berjumlah 4 rakaat dengan dua
tasyahud dan salam. Pada rakaat pertama setelah membaca surah al-Fatihah,
bacalah surah al-Zilzal, pada rakaat kedua bacalah surah al-Adiyat, pada rakaat
ketiga bacalah surah an-Nashr, dan pada rakaat keempat bacalah surah al-Ikhlas.
Setelah membaca setiap surah-surah di atas, bacalah subhaanallaahi wal
hamdulillaahi wa laa ilaaha ilaallaahu wallaahu akbar 15 kali. Juga bacalah
tasbih di atas ketika ruku, bangun dari ruku, sujud pertama, bangun dari sujud,
sujud kedua dan duduk istirahat antara dua rakaat masing-masing 10 kali. Jumlah tasbih yang harus dibaca pada empat
rakaat tersebut adalah 300 kali.” (Mafatih al-Jinan, Kunci-kunci Surga Jilid 1, karya Syekh Abbas
Al-Qummi, Penerbit Al-Huda, cet. Ke-2 tahun 2009, hal. 173-174).
C. KESESATAN
SYIAH TERHADAP AL-QUR`AN
1. Wajah Allah
adalah wajah Ali as.
ﮖ ﮗ ﮘ
ﮙ ﮚ
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah,” (QS Al-Qasas [28]:
88).
Imam Shadiq as dalam menafsirkan ayat, “Segala
sesuatu akan musnah, kecuali wajah Allah…” berkata, “Yang dimaksud dengan Wajah
Allah dalam ayat ini adalah Ali as.” (Kecuali Ali, Abbas Rais Kermani,
Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 22).
2. Ali mempunyai derajat yang sangat tinggi.
Tafsir versi Syiah :
ﮌ ﮍ ﮎ
ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ
“Dan sesungguhnya dia (Ali as) dalam induk
al-Kitab (Lauhul-mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya)
dan amat banyak mengandung hikmah.” (Kecuali Ali, Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli
2009, hal. 49).
3. Makna ayat, ’telinga yang mau mendengar’ adalah ditujukan kepada Ali as.
Tafsir versi Syiah :
ﭧ ﭨ ﭩ
ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ
”Agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan
oleh telinga yang mau mendengar. Yang dimaksud dengan ’telinga yang mau
mendengar’ adalah Ali as, yang memahami kedalaman (kandungan makna) Al-Qur`an.”
(Kecuali Ali, Abbas
Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 50).
4. Ali adalah penyeru di hari kiamat.
“Kemudian
seorang penyeru mengumumkan di antara kedua golongan itu: “Kutukan Allah
ditimpakan kepada orang-orang yang lalim.” Imam
Ali as adalah seorang penyeru di hari Kiamat, yakni menetapkan siapa yang akan
menjadi penghuni neraka dan siapa yang akan menjadi penghuni kebaikan (surga).” (Kecuali Ali, Abbas
Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 50).
5.
Yang dimaksud kalian adalah ‘umat terbaik’ adalah Ahlulbait.
“Dalam
riwayat Jabir dari Imam Baqir as, bahwa beliau as berkata, “Kamu adalah umat
terbaik yang dilahirkan untuk manusia” adalah Ahlulbait Nabi (saw).” ….Yakni
Ahlulbait yang maksum dan suci.” (Kecuali
Ali, Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 135).
6. Ali dan para pengikutnya adalah sebaik-baik makhluk.
‘Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk.’ “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga Aden
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.
Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.”Maka
dari turunnya ayat ini, Nabi saw berkata kepda Ali as, “Wahai Ali! Engkau dan
Syiahmu adalah sebaik-baik makhluk dan di hari Kiamat kelak (kalian) akan
senang dan dicintai.” (Kecuali Ali, Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda
Jakarta, Juli 2009, hal. 159).
7. Yang
dimaksud dengan Golongan Kanan adalah Syiah.
“Syiah
yang memiliki amal-amal saleh, hingga mereka mengetahui dan mampu untuk taat
kepada beliau as. Dalam al-Quran mereka adalah sahabat ‘yamin’ (golongan
kanan).” (Kecuali Ali, Abbas
Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 167).
8. Jalan yang lurus adalah jalan Imam Ali.
”Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di
atas mukanya itu lebih banyak mendapat petunjuk ataukah orang yang berjalan
tegap di atas jalan yang lurus,” (QS Al-Mulk: 22). ”Mungkin kiasan ini akan menjadi nyata dalam alam
jiwa. Dalam hadis shirathal mustaqim, ayat ini ditafsirkan berkenaan dengan
Amirul Mukminin dan para imam yang suci. Abil Hasan berkata: ”Allah telah
memberikan contoh pada ayat ini bagi orang yang berpaling dari wilayah ’Ali.
Mereka ibarat orang yang berjalan terjungkal di atas kepala, serta tidak
mendapatkan petunjuk, dan orang yang mengikuti jalan Imam ’Ali adalah jalan
mereka yang diluruskan. Jalan yang lurus diartikan dengan Imam ’Ali dan para
washi-nya. Sebelum ini kita telah menerangkan bahwa manusia yang sempurna
berada pada jalan yang lurus.” (40 Hadis telaah Imam Khomeini atas
Hadis-hadis Mistis dan Akhlak, Penerbit Mizan, cetakan 1, Shafar 1415/Juli
1994, hal. 196-197).
D. HADITS VERSI SYIAH
Ahlu Sunnah menetapkan bahwa hukum Islam yang kedua adalah Sunnah
Rasulullah SAW. Sedangkan menurut Syiah bahwa hukum Islam yang kedua yaitu
Sunnah Rasulullah SAW ditambah dengan Sunnah 13 orang manusia suci dan maksum. Maka
jika diurutkan akan seperti ini di bawah ini :
- Hadits/Sunnah Rasulullah SAW
- Hadits/Sunnah Imam Ali bin Abi Thalib AS
Lahir : 13 Rajab
Wafat : Malam Jum’at, 21 Ramadhan 40 H.
- Hadits/Sunnah Fathimah Az-Zahra AS
Lahir :
Makkah, Jum’at 20 Jumadi Al-Tsani
Wafat :
Selasa, 3 Jumadi Al-Tsani 11 H.
- Hadits/Sunnah Imam Hasan bin Ali AS
Lahir : Madinah, Selasa 15 Ramadhan 2 H.
Wafat : Kamis, 7 Shafar 49 H.
- Hadits/Sunnah Imam Husein bin Ali AS
Lahir :
Madinah, Kamis 3 Sya’ban 3 H.
Wafat :
Jum’at, 10 Muharram 61 H.
- Hadits/Sunnah Imam Ali bin Husein As-Sajjad AS
Lahir : Madinah, 15 Jumadil Ula 36 H.
Wafat : 25 Muharram 95 H.
- Hadits/Sunnah Imam Muhammad bin Ali Al-Baqir AS
Lahir : Madinah, 1 Rajab 57 H.
Wafat : Senin, 7 Dzulhijjah 114 H.
- Hadits/Sunnah Imam Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq AS
Lahir : Madinah, Senin 17 Rabiul Awal 83 H
Wafat : 25 Syawal 148 H
- Hadits/Sunnah Imam Musa bin Ja’far Al-Kadzim AS
Lahir : Abwa, Malam Ahad 7 Shofar 128 H
Wafat : Jum’at 25 Rajab 183 H
- Hadits/Sunnah Imam Ali bin Musa Ar-Ridha AS
Lahir : Madinah, Kamis 11 Dzul Qa’dah 148 H
Wafat : Selasa, 17 Shafar 203 H
- Hadits/Sunnah Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad AS
Lahir : Madinah, 10 Rajab 195 H
Wafat : Selasa, Akhir Dzul Hijjah 220 H
- Hadits/Sunnah Imam Ali bin Muhammad Al-Hadi AS
Lahir : Madinah, 15 Dzul Hijjah/5 Rajab 212 H
Wafat : Senin, 3 Rajab 254 H
- Hadits/Sunnah Imam Hasan bin Ali Al-Askari AS
Lahir : Madinah, 10 Rabiul Tasani 232 H
Wafat : Jum’at, 8 Rabiul Awal 260 H
- Hadits/Sunnah Imam Muhammad bin Hasan Al-Mahdi AS
Lahir : Samara, Malam Jum’at 15 Sya’ban 255 H
Wafat : Selama 74 tahun, dimulai sejak kelahirannya
hingga tahun 329 (ghaib sughra). Sejak tahun 329 hingga saat ini (ghaib kubra).
(Lihat buku, 560
Hadis dari 14 Manusia Suci, Fatih Guven, diterbitkan oleh Yayasan Islam
Al-Baqir Bangil, cet. Pertama Dzulhijjah 1415 H/Mei 1995 M hal. 17-393).
Contoh hadits :
- Dari Imam Ali bin Musa Ar-Ridha AS, “Mukmin hakiki adalah yang menyandang tiga karakter; Mengikuti hukum Allah, sunnah rasul-Nya dan sunnah wali-Nya. Adapun mengikuti hukum Allah adalah menyimpan rahasia. Sebagaimana firman Allah SWT: “Dia yang mengetahui segala hal yang tersembunyi dan tidak mengabarkan pada siapa pun kecuali kepada orang-orang yang telah dapat kerelaan-Nya.” Adapun sunnah rasul-Nya yaitu berusaha untuk beradaptasi dengan manusia di sekelilingnya. Sesungguhnya Allah memerintah Nabi-Nya untuk beradaptasi dengan selainnya, sebagaimana firman-Nya : “Mintalah maaf dan peruintahkanlah untuk berbuat kebaikan.” Adapun mengikuti sunnah para wali-Nya yaitu hendaknya bersabar di saat ada kesulitan dan bencana, (560 Hadis dari 14 Manusia Suci, Fatih Guven, hal. 305).
- Dari Imam Mahdi dia berkata, “Aku adalah pewaris Allah di bumi ini dan yang akan menghukum musuh-musuh-Nya,” (560 Hadis dari 14 Manusia Suci, Fatih Guven, hal. 411)
Demikianlah makalah
tentang Bahaya Laten Syiah dan Pergerakannya di Indonesia yang dapat saya
sampaikan.
Wassalam,
M. Amin Djamaluddin
[1]
Orang-orang Syiah di Indonesia banyak mendirikan yayasan, majlis taklim dan
lembaga sosial. Mereka banyak menerbitkan buku-buku tentang Syiah, juga
majalah-majalah dan buletin-buletin berisi dakwah Syiah. Bahkan yang
mengkhawatirkan, Syiah sudah masuk ke Parlemen dan siap mengatur Indonesia
melalui Parlemen.
[2] Pengkhianatan
Ibnu Al-Alqami dan Nashiruddin Ath-Thusi atas Masuknya Mongol/Tartar ke Baghdad. Ibnu Al-Alqami
dan Nashiruddin Ath-Thusi keduanya merupakan pejabat pada era pemerintah
Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh Al-Mu’tashim Billah. Pada saat itu, rakyat
Baghdad hidup
dalam keadaan makmur dan damai sentosa. Melihat kenyataan ini, kedua tokoh
Syiah yang bertaqiyyah dan berhasil masuk ke jajaran pemerintahan Bani
Abbasiyah ini segera merancang sebuah makar besar. Yaitu, bagaimana membuat pemerintahan Sunni ini
hancur dan rakyatnya menderita dan dimusnahkan semuanya. Ternyata, mereka
berdua ini yang merupakan staf penasihat kekhalifahan Al-Mu’tashim, telah
memberikan wacana kepada Khalifah, yaitu untuk mengurangi jumlah tentara dengan
alasan untuk menghemat anggaran negara. Pada saat itu, Al-Mu’tashim menyetujui
usulan ini, sehingga jumlah tentara kekhalifahan berkurang dari sebelumnya.
Setelah mereka berdua melihat bahwa jumlah tentara Al-Mu’tashim telah berkurang
karena telah terjadi pengurangan besar-besaran, akhirnya mereka berdua pada
tahun 666 H., Al-Alqami menghubungi kerajaan Mongol. Akhirnya, dia berhasil membantu
panglima Tartar untuk masuk ke dalam kota Baghdad untuk menyerang kaum muslimin
Ahlu Sunnah. Pada saat itu, tidak kurang dari 20.000 tentara Tartar berhasil
masuk ke wilayah Baghdad dan membantai kaum muslimin Ahlu Sunnah. Al-Alqami dan
1.500 tentaranya ikut andil dalam pembantaian kaum muslimin Ahlu Sunnah. Mereka
membunuh para ulama dan membakar masjid-masjid serta rumah-rumah kaum muslimin.
Tidak ada yang tersisa dari tragedi pembantaian ini kecuali orang-orang ahlu
dzimmah yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Selain membunuh para ulama, mereka dengan
tentara Mongol membakar kitab-kitab yang terkumpul di perpustakaan pemerintah
yang telah ditulis oleh para ulama. Sehingga air sungai Eufrat berubah warnanya
selama beberapa hari lamanya, sebagai akibat dari tinta yang ikut larut di
sungai Eufrat. Melihat pemandangan ini, orang-orang Syiah tidak merasa sedih.
Justru mereka menganggap bahwa peristiwa itu sebagai masa keemasan Islam. Hal
ini bisa dilihat dari ajaran Imam Khumaini yang terdapat di dalam bukunya Al-Hukuumah
Al-Islamiyyah, dia mengajarkan Taqiyyah kepada para pengikutnya. Khumaini (laknatullah
‘alaihi) berkata, “Apabila seseorang berada dalam kondisi menyusup ke
dalam pemerintahan dan ternyata aman, maka bertaqiyyah itu tidak wajib. Akan
tetapi, jika bisa mengakibatkan dia terbunuh, maka wajib bertaqiyyah. Contohnya
sebagaimana yang dialami oleh Ali bin Yaqtin dan Nashiruddin Ath-Thusi ketika
mereka berdua masuk ke dalam pemerintahan Harun Al-Rasyid untuk kemenangan
hakiki Islam dan kaum muslimin (kaum Syiah).” Oleh karena itu,
waspadalah Ahlu Sunnah!!! Jika orang-orang Syiah telah berkuasa di
Indonesia, maka mereka akan membuat makar sebagaimana yang telah diperbuat oleh
para pendahulu mereka. Yaitu membantai kaum muslimin Ahlu Sunnah sampai tidak
tersisa walau seorang pun!!!
[3] Lihat buku : Shalat Dalam Mazhab Ahlul
Bait; Kajian Ilmiah dari Al-Quran, Hadis dan Fatwa, karya Hidayatullah
Husein Al-Habsyi, yang diterbitkan oleh Yayasan Islam Al-Baqir; Jl. Cucut
79 Bangil Telp/Fax (0343) 72277 cet. Pertama, Januari 1996 M/ Sya’ban 1416 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar