Kamis, 10 Maret 2022

Berita Lama tentang Pelarangan Peredaran Buku-buku yang Dianggap Menyimpang

 Kejaksaan Agung: Pelarangan Buku Harus Sesuai Putusan Pengadilan

Penulis Fabian Januarius Kuwado | EditorSandro Gatra

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Amir Yanto membantah informasi yang menyebut bahwa Kejaksaan Agung berwenang melarang peredaran buku tertentu.

Amir menegaskan bahwa sesuai dengan peraturan perundangan, kejaksaan hanya memiliki wewenang untuk meneliti apakah sebuah buku dikategorikan sebagai buku terlarang atau tidak.

"Melalui salah satu putusan MK, pelarangan (buku) itu harus melalui putusan pengadilan. Kejaksaaan hanya meneliti isinya," ujar Amir saat ditemui di Kompleks Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (18/5/2016).

Sekadar gambaran, pada 2010 silam, MK memutuskan kewenangan pelarangan buku yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 4/PNPS/1963, bertentangan dengan UUD dan mengganggu ketertiban hukum, harus melalui pengadilan.

Dalam putusan itu, ditulis juga bahwa penyitaan buku-buku sebagai salah satu barang cetakan tanpa melalui proses peradilan, sama saja dengan pengambilalihan hak pribadi secara sewenang-wenang yang dilarang Pasal 28H ayat 4 UUD 1945.

Setelah putusan MK itu, UU Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum, tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Amir menambahkan, pihaknya belum meneliti satu pun buku yang disita dari aparat TNI atau Polisi, beberapa waktu lalu.

"Yang jelas, belum ada penyitaan. Tapi kalau memang ada, ya kami akan teliti. Itu bisa dari TNI, Polisi atau masyarakat," ujar Amir.

 

Sebelumnya, TNI dan Polisi menyita buku-buku yang diduga memuat ajaran komunisme, leninisme dan marxisme di sejumlah daerah.

Belakangan, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengaku, telah mengimbau jajarannya untuk membatasi penertiban atribut atau buku mengenai komunisme.

 

Menurut dia, buku-buku yang dijual di toko buku, perpustakaan, dan perguruan tinggi tidak perlu disita.

 

"Kami sudah sampaikan kepada seluruh jajaran untuk tidak melakukan penyitaan buku di toko-toko buku, di kampus, maupun di percetakan. Itu yang saya gariskan," ujar Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (13/5/2016).

 

Badrodin mengatakan, selama ini yang ditindak oleh aparat polisi adalah orang-orang dan kelompok yang dianggap sengaja menyebarkan komunisme.

Khusus soal buku, jika ada yang isinya dianggap keras menyuarakan komunisme, petugas akan mengambil satu buku sebagai sampel. Nantinya, buku tersebut akan diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk diteliti materinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar