Selasa, 22 Maret 2016

Buku Gafatar akan Segera Terbit


MEWASPADAI GAFATAR 
(GERAKAN PEMURTADAN TERHADAP UMAT ISLAM)
Oleh LPPI

Gafatar merupakan singkatan dari Gerakan Fajar Nusantara. Sebelumnya, gerakan ini bernama Komunitas Millah Abraham yang pada awalnya bernama Al-Qiyadah Al-Islamiyyah.[1] Awal mula berdirinya aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyyah ini adalah setelah Ahmad Moshaddeq bertahanuts di Gunung Bunder Bogor, dia mengaku menerima wahyu yaitu berupa mimpi yang berulang beberapa malam sehingga mendorong dirinya untuk memproklamirkan diri sebagai nabi baru dari Indonesia dengan mendirikan jemaat yang bernama Al-Qiyadah Al-Islamiyyah dengan syahadat barunya, yaitu “aku bersaksi bahwasanya Al-Masih Al-Maw’ud (Ahmad Moshaddeq) adalah utusan Allah.”[2] Akan tetapi, perjalanan Al-Qiyadah Al-Islamiyyah ini tidak berjalan mulus, karena para ulama segera melakukan pencegahan. Akhirnya, setelah buku-buku panduan Al-Qiyadah Al-Islamiyyah ini dikaji dan diteliti oleh MUI, maka MUI pun memvonisnya sesat. Setelah itu, masalah Al-Qiyadah Al-Islamiyyah ini segera dibawa ke ranah hukum dan Ahmad Moshaddeq ditangkap dan divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya pada 29 Oktober 2007 dan divonis pada 23 April 2008 dengan hukuman penjara 4 (empat) tahun karena melanggar UU No.1/PNPS/1965 tentang penodaan agama.
            Pada saat Ahmad Moshaddeq menjalani hukum kurungan, ternyata para pengikutnya melakukan rapat pada tanggal 12 September 2009, yaitu DPP KOMAR melakukan Rapat Kerja Pengurus Lengkap yang semua kegiatan rapat tersebut dituliskan dalam bentuk buku kecil, tepatnya di Jl. Raya Puncak km 79 Cisarua Bogor Jawa Barat. Isi rapat tersebut menyatakan bahwa dari Al-Qiyadah Al-Islamiyyah berubah menjadi Komunitas Millah Abraham.[3] Dengan demikian, mereka bisa tetap bergerak dan mengembangkan fahamnya di seluruh Indonesia. Mereka hanya merubah namanya saja, akan tetapi ajarannya masih tetap sesat, karena mengikuti ajaran “nabi” Ahmad Moshaddeq.
            Ajaran Komar ini banyak berkembang di wilayah NAD (Nanggroe Aceh Darussalam). Masyarakat Aceh menjadi resah sebab ajaran Komar ini banyak yang bertentangan dengan Islam. Alhamdulillah, setelah MPU meneliti dan mengkaji buku-buku Millah Abraham[4] ini, akhirnya Gubernur Aceh mengeluarkan SK yang berisi larangan untuk Millah Abraham di seluruh wilayah Aceh dengan SK Gubernur Aceh No. 9 tahun 2011 yang berisi larangan untuk Millah Abraham di seluruh Aceh yang ditanda tangani pada 6 April 2011.
Setelah dilarang di Aceh, akhirnya mereka berganti nama (baju) lagi dari Millah Abraham menjadi Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara). Gafatar ini didirikan pada tanggal 14 Agustus 2011 dan dideklarasikan pada tanggal 21 Januari 2012 di gedung JIEXPO Kemayoran Jakarta Pusat dengan Ketua Umumnya Mahful Muis Tumanurung (mengaku sebagai lulusan UIN Ciputat) dan Wakil Ketua Umumnya Ir. Wahyu Sanjaya. Dengan nama baru ini, mereka melakukan kegiatan sosial di mana-mana seperti baksos, kerja bakti, donor darah dll di seluruh Indonesia.
Inti dari gerakan Gafatar ini adalah usaha untuk menyatukan tiga agama, yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Mereka mengatakan bahwa seluruh agama yang tiga ini adalah dijamin masuk surga dan merupakan agama yang benar karena bersumber dari satu orang nabi, yaitu Nabi Ibrahim AS.
Padahal di dalam Al-Qur`an dinyatakan bahwa hanya Islam lah satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah SWT, karena ajaran Islam masih murni dan tidak tercampuri oleh ajaran manusia. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam,” (QS Ali Imran [03]: 19). Sedangkan ajaran Taurat dan Injil sudah tercemar oleh kebatilan. Bagaimana mungkin bisa disejajarkan dengan Islam.[5]
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Rakernas MUI Desember 2007 telah menetapkan 10 (sepuluh) Kriteria Aliran Sesat sebagai berikut :[6]

Rabu, 16 Maret 2016

Kesesatan Aqidah dan Ibadah Syiah




Kesesatan
Aqidah dan Ibadah
SYI’AH

























                                                                                                                                            
Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam
Jl. Tambak No. 20 D Pegangsaan Jakarta Pusat 10320
Tlp. (021) 31908749 Faks. (021) 31901259
Pendahuluan
Aqidah dan ajaran Islam harus selalu dijaga kemurniannya oleh umat Islam, khususnya oleh para Alim Ulama. Maka untuk membentengi aqidah umat Islam Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah para Ulama, Zu’ama, dan Cendekiawan Muslim di Indonesia, dalam Rakernas MUI Desember 2007 telah menetapkan 10 (sepuluh) Kriteria Aliran Sesat, yaitu:
1.    Mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam dan rukun Islam yang lima.
2.    Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al-Qur`an dan As-Sunnah).
3.   Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur`an.
4.   Mengingkari otensitas dan atau kebenaran isi Al-Qur`an.
5.   Melakukan penafsiran Al-Qur`an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.
6.   mengingkari kedudukan hadits Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam.
7.   Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
8.   Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.
9.   Mengubah, menambah, dan/atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardhu tidak lima waktu.
10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syariah, seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah ajaran Syi’ah merupakan ajaran yang haq atau sebaliknya, sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan?
Berdasarkan hasil penelitian, ajaran Syi’ah memiliki banyak perbedaan dan kesesatan prinsipil – baik dari segi aqidah maupun ibadah – dengan ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW. Mulai dari perbedaan dalam Syahadat, Rukun Islam, Rukun Iman, tata cara Shalat, lafadz Adzan, menafsirkan Al-Qur’an, memahami kedudukan Hadits Nabi SAW, dan lain sebagainya.

Tentang Al-Qur’an
Mayoritas umat Islam di dunia termasuk di Indonesia adalah Ahlussunnah wal Jamaah atau lebih dikenal dengan istilah Sunni, yang mengamalkan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qur’an yang digunakan pun sama yaitu yang disebut dengan Mushaf Utsmani.
Akan tetapi, Syi’ah memiliki keyakinan sendiri tentang Al-Qur’an yang seharusnya digunakan saat ini. Mereka menuduh telah terjadi perubahan, baik pengurangan maupun penambahan terhadap teks Al-Quran yang ada sekarang. Meskipun sebagian ulama Syi’ah ber-taqiyyah bahwa Al-Qur’an-nya sama, tapi fakta dalam kitab-kitab Syi’ah sendiri membuktikan tuduhan itu. Dalam kitab rujukan utama Syi’ah, Al-Kaafiy, dikatakan:
Dari Jabir Al-Ja’fi, ia berkata, “Saya pernah mendengar Abu Ja’far a.s. berkata, “Tidak ada seorang pun yang mampu menghimpun Al-Qur`an seluruhnya selengkap ketika diturunkan Allah, kecuali dia itu pendusta. Tidak ada seorang pun yang mampu menghimpun dan menghafalnya selengkap ketika diturunkan Allah, kecuali Ali bin Abi Thalib dan para Imam sesudah beliau.” (Ushul Al-Kaafiy, Jilid 1 hal. 284)
“Mushaf Fatimah itu ada dan tebalnya tiga kali lipat al-Qur’an kita, dan di dalamnya tidak ada satu huruf pun yang sama dengan al-Qur’an kita.” (Ushul Al-Kaafiy, Jilid 1 hal. 295)

Di samping kitab Al-Kaafiy, orang-orang Syi’ah juga berpedoman kepada kitab berjudul, Fashlul Khithab fi Itsbati Tahrif Kitabi Rabbil Arbab, karangan seorang ulama Syi’ah asal Najaf, Mirza Husein bin Muhammad Taqiy An-Nuri Ath-Thabrasi. Dalam kitab itu dijelaskan bahwa telah terjadi pengurangan wahyu di dalam Al-Qur‘an. Salah satunya adalah sebuah surah yang tidak ada di dalam Al-Qur‘an Mushaf Utsmani, yaitu Surah Al-Wilayah. Menurut Syi’ah, isi surah tersebut menerangkan tentang kedudukan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah yang sah setelah Rasulullah SAW wafat.

Tentang Hadits Nabi SAW
Dalam ajaran Islam, para Ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah telah sepakat bahwa yang disebut dengan Hadits adalah seluruh ucapan, perbuatan, dan taqrir (persetujuan) Rasulullah SAW.
Akan tetapi, Syi’ah menambah pengertian tentang Hadits Nabi SAW. Menurut Syi’ah, hadits adalah seluruh ucapan, perbuatan, dan taqrir (persetujuan) Rasulullah SAW, ditambah dengan seluruh ucapan para Imam mereka yang berjumlah 12 (dua belas) Imam. Bahkan, tidak semua hadits Nabi SAW mereka terima, meskipun derajatnya Shahih. Mereka hanya mau menerima hadits Nabi SAW, jika hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahlul Bait. Dan yang dimaksud Ahlul Bait menurut Syi’ah adalah Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husein, serta keturunan mereka.