Senin, 29 Oktober 2018

TATA CARA SHALAT RASULULLAH SAW DAN PARA IMAM SUCI


TATA CARA SHALAT RASULULLAH SAW DAN PARA IMAM SUCI
DI DALAM BUKU MAFATIH AL-JINAN JILID 1

Shalat Rasulullah saw
            Sayid Ibnu Thawus meriwayatkan bahwa Imam Ali Ridha as pernah ditanya tentang shalat Ja’far at-Thayyar. Beliau menjawab, “Mengapa kalian lupa dengan shalat Rasulullah saw? Mungkin Rasulullah saw belum pernah melakukan shalat Ja’far tersebut, dan Ja’far juga belum pernah melaksanakan shalat beliau itu!” Perawi berkata, “Jika begitu, ajarkanlah shalat (Rasulullah saw) tersebut kepadaku!” Beliau berkata, “Kerjakanlah shalat 2 rakaat, dan di setiap rakaat, bacalah surah al-Fatihah 1 kali dan innaa anzalnaahu (surah al-Qadr) 15 kali. Bacalah juga surah al-Qadr tersebut ketika ruku, bangun dari ruku, sujud pertama, bangun dari sujud pertama, sujud kedua, dan bangun dari sujud kedua masing-masing 15 kali. Setelah itu, bacalah tasyahud dan salam. Jika engkau telah selesai melaksanakan shalat, tidak akan ada dosa yang tersisa dalam dirimu kecuali akan diampuni oleh Allah dan setiap keperluan yang engkau minta, pasti akan dikabulkan. (Mafatih al-Jinan, Kunci-kunci Surga Jilid 1, karya Syekh Abbas Al-Qummi, Penerbit Al-Huda, cet. Ke-2 tahun 2009, hal. 150).

Shalat Ali bin Abi Thalib as
Syekh Thusi dan Sayid Ibnu Thawus ra meriwayatkan bahwa Imam Ja’far Shadiq as berkata, “Sesiapa di antara kalian melaksanakan shalat Amirul Mukminin as yang berjumlah 4 rakaat, niscaya ia akan terbersihkan dari dosa seperti ia baru lahir dari perut ibunya dan segala keperluannya akan dipenuhi. Pada setiap rakaat, bacalah surah al-Fatihah 1 kali dan surah al-Ikhlas 50 kali. (Mafatih al-Jinan, Kunci-kunci Surga Jilid 1, karya Syekh Abbas Al-Qummi, Penerbit Al-Huda, cet. Ke-2 tahun 2009, hal. 152).

Shalat Sayidah Fathimah Az-Zahra as
Diriwayatkan bahwa Sayidah Fathimah az-Zahra as selalu melaksanakan shalat dua rakaat (di siang hari Jumat) yang telah diajarkan malaikat Jibril kepada beliau. Pada rakaat pertama setelah membaca surah al-Fatihah, beliau membaca surah al-Qadr 100 kali dan pada rakaat kedua setelah itu, membaca surah al-Ikhlas 100 kali…
Syekh Thusi berkata dalam Mishbah al-Mutahajjidin, “Shalat Sayidah Fathimah as adalah dua rakaat. Pada rakaat pertama, membaca surah al-Fatihah dan 100 kali surah al-Qadr dan di rakaat kedua, membaca surah al-Fatihah dan 100 kali surah al-Ikhlas. Setelah mengucapkan salam, membaca tasbih Sayidah Fathimah as, lalu membaca doa Subhana dzil ‘izzisy syamikh…hingga akhir doa seperti telah disebutkan di atas. (Mafatih al-Jinan, Kunci-kunci Surga Jilid 1, karya Syekh Abbas Al-Qummi, Penerbit Al-Huda, cet. Ke-2 tahun 2009, hal. 156-157).

Karakteristik Nikah Mut’ah






Karakteristik Nikah Mut’ah
(Dalam buku: Titik Temu Fiqih & Theologi Syiah-Sunni; karya: Prof.Dr. Athif Salam; cetakan 1, 2013, hal. 121-122, penerbit: Sakkhausukma Bantul Yogyakarta)

Nikah mut’ah ini gambarannya adalah ketika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan muslim yang merdeka atau tidak merdeka (budak), tidak ada hal yang mencegah pernikahan itu secara syari’at, baik dari segi keturunan, kekerabatan istri, ikatan pernikahan, ‘iddah, dan lain sebagainya.
            Perempuan yang seperti ini bisa menikahkan dirinya sendiri terhadap seorang laki-laki dengan mahar tertentu dan dalam waktu tertentu, dengan akad yang memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah pernikahan, dan tidak ada hal yang mencegah terjadinya akad tersebut secara syari’at. Sehingga, setelah cocok antara keduanya, si perempuan, dalam akad, mengucapkan :
زَوَّجْتُكَ / أَنْكَحْتُكَ / مَتَّعْتُكَ نَفْسِيْ بِمَهْرِ ....... لِمُدَّةِ .......

Aku nikahkan kamu dengan aku dengan mahar…..
Selama....(menyebutkan jangka waktu yang telah disepakati).
            Kemudian si lelaki menjawab langsung : (Saya terima) قَبِلْتُ
            Dalam pelaksanaan akad nikah ini juga boleh diwakilkan, baik dari pihak suami atau istri, sebagaimana pelaksanaan akad-akad lainnya.
            Setelah akad selesai, si perempuan menjadi istri dan si lelaki menjadi suami, sampai habisnya masa yang telah disebutkan dalam akad. Setelah masanya habis, secara otomatis hubungan suami istri putus tanpa cerai, sebagaimana akad sewa. Suami juga berhak memutus hubungan sebelum masa yang disepakati habis, tanpa adanya proses cerai. (hal. 121-122)