Rabu, 25 Februari 2015

APA ITU SYIAH?


Apa ItuSYI'AH?
 Oleh : Ibnu Ohan, Lc

Pendahuluan
Menjaga kemurnian aqidah dan ajaran Islam adalah kewajiban bersama, seluruh umat Islam. Khususnya, kewajiban ini diemban oleh para ulama kaum muslimin. Untuk membentengi aqidah umat Islam Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah para ulama dan cendekiawan muslim di Indonesia di dalam Rakernas MUI Desember 2007 telah menetapkan 10 (sepuluh) Kriteria Aliran Sesat, sebagai berikut :
1.    Mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam dan rukun Islam yang lima.
2.    Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al-Qur`an dan As-Sunnah).
3.   Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur`an.
4.   Mengingkari otensitas dan atau kebenaran isi Al-Qur`an.
5.   Melakukan penafsiran Al-Qur`an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.
6.   Mengingkari kedudukan hadits Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam.
7.   Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
8.   Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.
9.   Mengubah, menambah, dan/atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardhu tidak lima waktu.
10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syariah, seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah ajaran Syi’ah merupakan ajaran yang haq atau sebaliknya, sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan?
Berdasarkan hasil penelitian, ajaran Syi’ah memiliki banyak perbedaan dan kesesatan prinsipil  –baik dari sisi aqidah maupun tata cara ibadah–  dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Mulai dari perbedaan dalam syahadat, Rukun Islam, Rukun Iman, tata cara shalat, lafadz adzan, penafsiran Al-Qur`an, kedudukan hadits Nabi SAW, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, mari kita buktikan, apakah ajaran Syi’ah termasuk ke dalam 10 Kriteria Aliran Sesat MUI ataukah tidak?


  1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam dan rukun Islam yang lima.
Pada Rukun Iman.
Syi’ah hanya memiliki 5 (lima) Rukun Iman, tanpa menyebut keimanan kepada Malaikat, Rasul, serta Qadha dan Qadar. Rukun Imam Syi’ah yaitu: (1) Tauhid (Keesaan Allah); (2) Al-Adl (Keadilan Allah); (3) Nubuwwah (Kenabian); (4) Imamah (Kepemimpinan Imam); (5) Ma’ad (Hari Kebangkitan dan Pembalasan). (Ashlu Asy-Syiiah wa Ushuuluha, oleh Muh. Al-Husaen Al-Kasyif, Bab Pertama tentang Tugas-tugas Akal, hal. 141-157)

Pada Rukun Islam.
Syi’ah tidak mencantumkan Syahadatain dalam Rukun Islam mereka. Rukun Islam Syiah yaitu: (1) Shalat; (2) Zakat; (3) Puasa; (4) Haji; (5) Wilayah (Perwalian). (lihat Ushuul Al-Kaafie juz 2 hal. 18)
روى الكليني بسنده عن أبي جعفر قال: بني الإسلام على خمس: على الصلاة و الزكاة و الصوم و الحج و الولاية و لم يناد بشيء كما نودي بالولاية.
"Al-Kulaini meriwayatkan dengan sanadnya dari Abi Ja'far dia berkata, "Islam itu dibangun atas 5 dasar, yaitu : Shalat, zakat, shaum, haji dan al-wilayah. Tidak ada yang beliau (Abu Ja'far) tekankan sebagaimana beliau menekankan rukun al-wilayah ini." (Ushuul Al-Kaafie, 2: 18).
Syahadat Syiah berbeda dengan syahadat Ahlu Sunnah. Sebab syahadat Syiah terdiri dari syahadat : Laa ilaaha illallaah; “Tidak ada tuhan selain Allah” dan syahadat: “Bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah” dan mereka menambahkan syahadat: “Bahwasanya Ali adalah Wali Allah.”
Disebutkan di dalam kitab Syiah, Al-Furu' minal Kaafie 1:34, Tahdziibul Ahkaam 1:82 dan Wasaail Asy-Syii'ah 2:665.
عن أبي بصير عن أبي جعفر قال: ...لقنوا موتاكم عند الموت شهادة أن لا إله إلا الله و الولاية.  
"Dari Abi Bashier dari Abi Ja'far dia berkata, "Talkinkanlah orang yang akan meninggal di antara kalian dengan syahadat laa ilaaha illallaah (Tidak ada tuhan selain Allah) dan al-wilayah (aku bersaksi bahwa Ali adalah Wali Allah)."


Perbedaan Rukun Islam antara Sunni dan Syi’ah
5 RUKUN ISLAM SUNNI
1.    Syahadat
2.    Shalat
3.   Zakat
4.   Puasa
5.   Haji


5 RUKUN ISLAM SYI’AH
1.     Shalat
2.    Zakat
3.    Puasa
4.   Haji
5.    Al-Wilayah (Meyakini Kepemimpinan 12 Imam Syi’ah)

11 RUKUN ISLAM SYI’AH
1.    Shalat
2.    Puasa
3.   Zakat
4.   Khums
5.   Haji
6.   Jihad
7.   Amar Ma`ruf dan Nahi Munkar
8.   (Nomor delapan tidak ada).
9.   Tawalla (membenci apa yang dibenci Rasul SAW dan Ahlul Baitnya)
10. Tabarra (mencintai apa yang dicintai Rasul SAW dan Ahlul Baitnya)
11.  Amal Saleh


Catatan:
-  Lihat buku 40 Masalah Syi’ah, karangan Emilia Renita AZ, yang diterbitkan oleh IJABI bekerjasama dengan The Jalal Center, Oktober 2009, hal. 122. (Pada buku tersebut No. 8 tidak ada (mungkin terlewat), sehingga tertulis sampai nomor 11).

  1. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al-Qur`an dan As-Sunnah).
Misalnya :
1. Mewajibkan shalat sunnah.
“Salat dua hari raya adalah wajib, begitu juga salat Kusuf.” (Fiqih Ja’fari, hal. 250).
“Salat Khusuf (gerhana) adalah wajib.” (Fiqih Ja’fari, hal. 253).
2. Perbedaan dalam tata cara shalat Idul Fithri dan Idul Adha.
“Di dalam salat dua hari raya, seseorang mengucapkan takbir sekali untuk membuka salat, kemudian membaca Ummul Kitab dan surat, lalu bertakbir lima kali dengan membaca qunut di antara takbir-takbir tersebut, setelah itu bertakbir sekali untuk rukuk. Pada rakaat kedua, ia membaca Ummul Kitab dan surat, pada rakaat pertama membaca surat al-A’la dan pada rakaat kedua membaca surat asy-Syams, kemudian bertakbir empat kali dengan membaca qunut di antara takbir-takbir tersebut, lalu rukuk dengan takbir kelima.” (Fiqih Ja’fari, hal. 251).
3. Tentang air yang terkena najis.
“Air yang bekas digunakan untuk membersihkan tempat keluarnya kencing dan tinja adalah suci dengan syarat ia tidak berubah karena najis tersebut, tidak ada najis dari luar yang mengenainya, kencing atau tinja yang keluar itu tidak meluber ke mana, tidak ada darah yang keluar bersamanya, dan tidak terdapat bagian-bagian tinja pada air tersebut.” (Fiqih Ja’fari, hal. 43).
4. Shalat jenazah tanpa wudlu.
Imam Ridha berkata, “Dan kami membolehkan salat atas mayat tanpa wudu karena dalam salat tersebut tidak ada rukuk dan sujud, sedang kewajiban wudu itu hanyalah untuk salat yang ada rukuk dan sujud.” (Fiqih Ja’fari, hal.  46).

5. dll
  1. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur`an.
Syiah meyakini turunnya wahyu sesudah Al-Qur`an, yaitu Mushaf Fathimah yang diturunkan kepada Siti Fatimah melalui Malaikat Jibril yang berjumlah 17.000 ayat (kitab Al-Kaafie 1:239), yang masih disembunyikan oleh Imam Mahdi (Muhammad bin Hasan Al-Askari), mulai dari Ghaib Shugra sejak kelahirannya tahun 255 H. sampai tahun 329 H., yang kemudian beliau mengalami Ghaib Kubra sejak tahun 329 H. sampai dengan saat ini.

Di dalam kitab Ushuulu Madzhabi Asy-Syiiah 2:102 disebutkan :
إن الله تعالى لما قبض نبيه صلى الله عليه وسلم دخل على فاطمة عليها السلام من وفاته من الحزن ما لا يعلمه إلا الله عز وجل فأرسل الله إليها ملكا يسلي غمها و يحدثها فشكت ذلك إلى أمير المؤمنين رضي الله عنه فقال: إذا أحسست بذلك و سمعت الصوت قولي لي فأعلمته بذلك فجعل أمير المؤمنين رضي الله يكتب كل ما سمع حتى أثبت من ذلك مصحفا...أما إنه ليس فيه شيء من الحلال و الحرام و لكن فيه علم ما يكون.
“Sesungguhnya tatkala Allah SWT mewafatkan nabi-Nya SAW, maka Fatimah AS merasa sedih atas wafatnya beliau tersebut, yang rasa sedihnya tidak ada yang tahu kecuali Allah Azza wa Jalla. Maka Allah SWT mengutus seorang malaikat untuk menemui Fatimah untuk meringankan rasa sedihnya dan menghiburnya. Maka Fatimah pun mengadukan hal ini kepada Amirul Mukminin RA, maka dia berkata, ‘Jika engkau (Fatimah) merasakan kembali hal tersebut dan engkau mendengarkan suara, maka katakanlah kepada aku. Maka Fatimah pun memberitahukan hal tersebut kepada Ali. Maka Ali mulai mencatat semua yang dia dengar (dari Fatimah) sampai menjadi sebuah mushaf…di dalam mushaf Fatimah ini tidak mengandung halal dan haram, akan tetapi berisi tentang ramalan yang akan terjadi.”

Di dalam kitab Al-Anwaar An-Nu'maaniyyah, karya Ni’matullah Al-Jazairi jilid 2/360-362 disebutkan :
قال شيخهم نعمة الله الجزائري إنه قد استفاض في الأخبار أن القرآن كما أنزل لم يؤلفه إلا أمير المؤمنين –إلى أن قال – وهو الآن موجود عند مولانا المهدي رضي الله عنه مع الكتب السماوية و مواريث الأنبياء.
“Telah berkata Syaikh mereka yaitu Ni’matullah Al-Jazairi bahwasanya telah tersebar kabar bahwa tidak ada yang mampu menyusun Al-Qur`an seperti yang diturunkan kecuali Amirul Mukminin -sampai dia mengucapkan- Al-Qur`an tersebut sekarang berada di sisi Paduka kami Al-Mahdi RA berikut kitab-kitab samawi lainnya dan peninggalan para nabi.”

  1. Mengingkari otensitas dan atau kebenaran isi Al-Qur`an.
Syiah meyakini bahwa Al-Qur`an Utsmani tidak asli, karena telah dirubah oleh para sahabat. Ahlu Sunnah telah menghitung bahwa jumlah seluruh ayat di dalam Al-Qur`an adalah 6236 ayat. Akan tetapi di dalam kitab Syiah Al-Kaafie fil Ushuul 2:634 disebutkan :
إن القرآن الذي جاء به جبريل عليه السلام إلى محمد صلى الله عليه وسلم سبعة عشر ألف آية.
“Sesungguhnya Al-Qur`an yang dibawa oleh malaikat Jibril kepada Muhammad SAW adalah berjumlah 17.000 ayat.”

  1. Melakukan penafsiran Al-Qur`an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.
Berikut ini, kami kutipkan penafsiran mereka terhadap Al-Qur`an.
1. Menafsirkan Wajah Allah dengan Ali AS
            
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah,” (QS Al-Qasas [28]: 88).
Imam Shadiq as dalam menafsirkan ayat, “Segala sesuatu akan musnah, kecuali wajah Allah…” berkata, “Yang dimaksud dengan Wajah Allah dalam ayat ini adalah Ali as.” (Kecuali Ali, Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 22). 
(Sedangkan Ahlu Sunnah memahami bahwa yang dimaksud dengan wajah di dalam ayat di atas adalah Allah SWT dan bukan Ali).

2. Menafsirkan makna ayat, ’telinga yang mau mendengar’ adalah ditujukan kepada Ali as.
”Agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. Yang dimaksud dengan ’telinga yang mau mendengar’ adalah Ali as, yang memahami kedalaman (kandungan makna) Al-Qur`an.”(Kecuali Ali, Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 50).

3. Menafsirkan Ali sebagai penyeru di hari Kiamat.
“Kemudian seorang penyeru mengumumkan di antara kedua golongan itu: "Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang lalim.” Imam Ali as adalah seorang penyeru di hari Kiamat, yakni menetapkan siapa yang akan menjadi penghuni neraka dan siapa yang akan menjadi penghuni kebaikan (surga). (Kecuali Ali, Abbas Rais Kermani, Penerbit Al-Huda Jakarta, Juli 2009, hal. 50).
                                    ﭢﭣ    ﭥﭦ ﭧ                  
“Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?" Mereka (penduduk neraka) menjawab: "Betul". Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: "Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim,” (QS Al-A’raf [07]: 44).

4. Menafsirkan bahwa Allah SWT bersemayam di semua tempat.
Di dalam kitab Ushuul Al-Kaafi, Kitab Tauhid, Bab Firman Allah Ta’ala, “Ar-Rahmaanu ‘alal ‘Arsyistawaa,” hadits nomor enam, dari Abu Abdillah, bahwasanya dia pernah ditanya tentang firman Allah SWT “Ar-Rahmaanu ‘alal ‘Arsyistawaa,” maka dia menjawab, “Allah bersemayam di semua tempat, tidak ada sesuatu pun yang lebih dekat padanya.” (Ushuul Al-Kaafi, oleh Al-Kulaini, Pustaka Aalami Library, 2005, cetakan pertama, juz 1 hal 740).


  1. Mengingkari kedudukan hadits Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam.
Syiah tidak mengakui keabsahan Al-Kutub As-Sittah yaitu Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan An-Nasai, Sunan Ibnu Majah sebagai rujukan. Mereka hanya mau menerima hadits jika dirwayatkan oleh Ahlul Bait. Mereka mempunyai kitab tersendiri yaitu Al-Kaafie, At-Tahdziib, Al-Istibshaar dan Man Laa Yahdhuruhul Faqiih. Kitab-kitab ini sulit didapatkan.
Di dalam kitab Ashlu Asy-Syiiah wa Ushuuluha karangan Muhammad Husain Kasyif Al-Ghitha hal. 79 disebutkan,
إن الشيعة لا يعتبرون من السنة [أعني الأحاديث النبوية] إلا ما صح لهم من طريق أهل البيت....أما ما يرويه مثل أبي هريرية و سمرة بن جندب و عمرو بن العاص و نظائرهم فليس لهم عند الإمامية مقدار بعوضة.
"Sesungguhnya orang-orang Syiah tidak menganggap sunnah (maksudnya hadits-hadits nabi), kecuali apa-apa yang shahih menurut mereka yang diriwayatkan dari jalan Ahlul Bait…adapun hadits-hadits yang diriwayatkan seperti oleh Abu Hurairah, Samurah dan Amer bin Ash dan yang semisalnya, maka mereka itu di dalam pandangan Imamiyah (Syiah) kecuali hanya seperti nyamuk."

  1. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
Syiah beranggapan bahwa Ali bin Abi Thalib lebih mulia dari para nabi dan rasul. Bahkan Ali pernah menenerima lembaran wahyu dari Allah SWT yang Nabi SAW saja tidak mengetahui apa isi lembaran tersebut. Juga Syiah beranggapan bahwa dakwah Rasulullah SAW tidak berhasil. Sebab setelah beliau wafat, ternyata para sahabat kembali murtad, kecuali hanya 3 orang sahabat saja. Di dalam kitab Ar-Raudhah minal Kaafie 8/245 disebutkan:
كان الناس أهل ردة بعد النبي صلى الله عليه وسلم إلا ثلاثة : المقداد بن الأسود و أبو ذر الغفاري و سلمان الفارسي.
“Adalah para sahabat menjadi murtad setelah wafat Rasulullah SAW, kecuali hanya 3 orang sahabat saja: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari dan Salman Al-Farisi.”
و كون أئمتنا أفضل من سائر الأنبياء هو الذي لا يرتاب فيه من تتبع أخبارهم عليهم السلام على وجه الإذعان و اليقين.
“Adalah para imam kami lebih utama dari semua para nabi yang mana hal ini tidak diragukan lagi bagi orang yang sering menelaah berita atau kabar mereka AS dengan cara pasti dan yakin.” (Bihaarul Anwaar, karya Al-Majalisi, jilid 26 hal. 297-298)
و إن من ضروريات مذهبنا أن لأئمتنا مقاما لا يبلغه ملك مقرب و لا نبي مرسل.
“Di antara ajaran penting madzhab kami bahwasanya bagi para imam itu mempunyai kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh malaikat yang sangat dekat dan tidak juga oleh nabi yang diutus.” (Al-Hukuumah Al-Islaamiyyah karya Khumaini, hal. 52).

  1. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.
 Orang-orang Syi’ah mengimani bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir. Dalam hal ini, keimanan mereka sama dengan keimanan kaum muslimin Ahlu Sunnah wal Jama’ah.

  1. Mengubah, menambah, dan/atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardhu tidak lima waktu.
Syiah mengubah shalat 5 waktu menjadi 3 waktu; Zhuhur dijamak dengan Ashar; Maghrib dijamak dengan Isya; dan Subuh; mengharamkan shalat Jum'at; mewajibkan haji ke Karbala Iraq dan menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mengalihkan kiblat ke Karbala Iraq dan tidak ke Mekkah lagi; membolehkan shalat jenazah tanpa berwudlu; mewajibkan shalat sunnah dua hari raya dan shalat gerhana; mengganti ucapan aamiin dengan ucapan hamdalah, dll.
لقد أوقف الشيعة بسبب الغيبة للمنتظر إقامة صلاة الجمعة كما منعوا إقامة إمام للمسلمين و قالوا : الجمعة و الحكومة لإمام المسلمين و الإمام هو هذا المنتظر.
“Syiah telah menghentikan ibadah Jum’at karena Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu masih ghaib. Hal ini semakna ketika orang-orang Syiah dilarang menunjuk seorang Imam bagi kaum muslimin. Mereka berkata, “Shalat Jum’at dan pemerintahan itu bagi Imam kaum muslimin, sedangkan Imamnya yaitu imam yang sedang ditunggu-tunggu itu.” (Ushuulu Madzhabi Asy-Syiiah, 2/386).
وقال أبو عبد الله جعفر:  لو أني حدثتكم بفضل زيارته و بفضل قبره لتركتم الحج رأسا و ما حج منكم أحد، ويحك أما علمت أن الله اتخذ كربلاء حرما آمنا مباركا قبل أن يتخذ مكة حرما.
“Abu Abdullah Ja’far berkata, “Andai saja saya menceritakan kepada kalian tentang fadilah (keutamaan) berziarah ke Karbala dan juga fadilah kuburan Husein, tentu kalian akan meninggalkan ibadah haji dan tidak akan ada yang pergi haji salah seorang dari kalian. Celakalah kamu, apakah engkau tidak tahu bahwasanya Allah SWT telah menjadikan Karbala sebagai tanah suci yang aman dan juga diberkahi sebelum Allah SWT menjadikan Mekah sebagai tanah suci.” (Bihaarul Anwaar 33/101).

Imam Ridha berkata, “Dan kami membolehkan shalat atas mayat tanpa wudlu, karena dalam shalat tersebut tidak ada rukuk dan sujud, sedang kewajiban wudlu itu hanyalah untuk shalat yang ada rukuk dan sujud.” (Fiqih Ja’fari, hal. 46).

“Shalat dua hari raya adalah wajib, begitu juga shalat Kusuf.” (Fiqih Ja’fari, hal. 250).

“Shalat Khusuf (gerhana) adalah wajib.” (Fiqih Ja’fari, hal. 253).

“…berdasarkan ucapan Imam Shadiq (as), “Jika engkau shalat di belakang seorang imam, lalu ia membaca Al-fatihah dan selesai, maka ucapkanlah, ‘alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.’ Janganlah engkau mengucapkan ‘aamiin.” (Fiqih Ja’fari, hal. 173).

Syiah Menambahi Syahadat
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah.”
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
”Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا وَلِيُّ اللهِ
”Aku bersaksi bahwa Ali adalah wali Allah.”
أَبْرَئُ إِلَى اللهِ مِنْ أَبِيْ بَكْرٍ وَ عُمَرَ وَ عُثْمَانَ وَ عَائِشَةَ وَ حَفْصَةَ وَجَمِيْعِ أَعْدَاءِ أَهْلِ بَيْتِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ
”Aku berlepas diri kepada Allah dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, Hafshah dan seluruh musuh-musuh Ahlu Bait Rasulullah SAW.”
Adapun syahadat versi lainnya, yaitu dengan tambahan bersyahadat kepada 12 Imam Syi’ah: 
1. أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Ali Amirul Mu`minin adalah wali Allah.”
     أَشْهَدُ أَنَّ فَاطِمَةَ الزَّهْرَاءَ حُجَّةُ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Fathimah Az-Zahra adalah Hujjah Allah.”
2. أَشْهَدُ أَنَّ الْحَسَنَ حُجَّةُ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Al-Hasan adalah Hujjah Allah.”
3. أَشْهَدُ أَنَّ الْحُسَيْنَ حُجَّةُ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Al-Husein adalah Hujjah Allah.”
4. أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا السَّجَّادَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Ali As-Sajjad adalah Wali Allah.”
5. أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا الْبَاقِرَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Muhammad Al-Baqir adalah Wali Allah.”
6. أَشْهَدُ أَنَّ جَعْفَرَ الصَّادِقَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Ja’far Ash-Shadiq adalah Wali Allah.”
7. أَشْهَدُ أَنَّ مُوْسَى الْكَاظِمَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Musa Al-Kazhim Wali Allah.”
8. أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا الرِّضَا وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Ali Ar-Ridha Wali Allah.”
9. أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا الْجَوَادَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Muhammad Al-Jawad Wali Allah.”
10. أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا الْهَادِيَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Ali Al-Hadi Wali Allah.”
11. أَشْهَدُ أَنَّ الْحَسَنَ الْعَسْكَرِيَّ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Al-Hasan Al-Askari Wali Allah.”
12. أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا الْمَهْدِيَّ حُجَّةُ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Muhammad Al-Mahdi Hujjah Allah.”


Syiah Menambahi Lafadz Adzan
Setelah asyhadu anna muhammadar rasuulullooh, Syiah menambahkan :
أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا وَلِيُّ اللهِ
أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا حُجَّةُ اللهِ  
Setelah hayaa ‘alal falaah, Syiah menambahkan :
حَيَّ عَلَى خَيْرِ الْعَمَلِ


Syiah Mengubah dan Mengurangi Tata Cara Wudlu
WUDLU  SUNNI
WUDLU  SYI’AH
1. Mencuci kedua telapak tangan sebanyak 3 kali. Membaca basmalah, “bismillaah.” Setelah itu berkumur-kumur sambil menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya (istinsyaq).
1. Langsung membasuh wajah (mengusap-ngusap wajah sambil berdoa: 
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِيْ يَوْمَ تَسْوَدُّ فِيْهِ الْوُجُوْهُ، وَ لاَ تُسَوِّدْ وَجْهِيْ يَوْمَ تَبْيَض فِيْهِ الْوُجُوْهُ
Ya Allah, putihkanlah (bercahaya) wajahku pada hari semua wajah manusia menjadi hitam, dan janganlah Engkau hitamkan wajahku pada hari semua wajah manusia menjadi putih (bercahaya).”
2. Membasuh wajah sebanyak 3 kali dan membasuh janggut bagi yang berjanggut.
2. Membasuh tangan kanan sampai sikut, sambil berdoa:
اَللَّهُمَّ أَعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِيَمِيْنِيْ وَ الْخُلْدَ فِيْ الْجِنَانِيْ بِيَسَارِيْ وَحَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرًا
”Ya Allah, berikanlah kitabku melalui tangan kananku, dan kekekalan dalam surga melalui tangan kiriku; dan hisablah aku dengan hisab yang ringan.”
3. Membasuh tangan kanan sampai ke sikut sebanyak 3 kali dan disusul dengan membasuh tangan sebelah kiri sebanyak 3 kali sampai sikut juga.
3. Terus membasuh tangan sebelah kiri sambil berdoa:
اَللَّهُمَّ لاَ تُعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِيَسَارِيْ وَ لاَ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِيْ وَ لاَ تَجْعَلْهَا مَغْلُوْلَةً إِلَى عُنُقِيْ وَ أَعُوْذُبِكَ مِنْ قَطِّعَاتِ النِّيْرَانِ
”Ya Allah, janganlah Engkau berikan kitabku dengan tangan kiriku dan jangan pula dari arah belakangku (punggung), dan janganlah Engkau jadikan tangan kiriku terbelenggu di leherku dan aku berlindung kepada-Mu dari percikan api neraka.”
4. Mengusap kepala sampai ke belakang. Dari belakang didiusapkan ke depan sampai dahi, sebanyak 1 kali saja dan disusul dengan mengusap kedua daun telinga.
4. Terus mengusap rambut (tanpa air) sambil berdoa:
اَللَّهُمَّ غَشِّنِيْ بِرَحْمَتِكَ وَ بَرَكَاتِكَ وَ عَفْوِكَ
”Ya Allah, penuhilah aku dengan rahmat, berkah dan ampunan-Mu.”
5. Membasuh kedua kaki sebelah kanan dan kiri sebanyak 3 kali.  
5. Terus mengusap kaki kanan (tanpa air) sambil berdoa:
اَللَّهُمَّ ثَبِّتْنِيْ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيْهِ اْلأَقْدَامُ
”Ya Allah, teguhkanlah aku di atas Shirat pada hari semua kaki tergelincir.”
6. Membaca doa setelah wudlu.
6. Terus mengusap kaki kiri (tanpa air) sambil berdoa:
وَ اجْعَلْ سَعْيِيْ فِيْ مَا يُرْضِيْكَ عَنِّيْ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَ اْلإِكْرَامِ
”Jadikanlah oleh-Mu usahaku ini menuju hal yang diridhai-Mu wahai Dzat yang memiliki Kemuliaan dan Keagungan.”

Syiah Mengubah dan Menambahi Tata Cara Shalat
SHALAT SUNNI
SHALAT SYI’AH
Tidak ada pemandu ketika shalat berjamaah.
Dalam Shalat berjamaah, kadang ada Pemandu Shalat, tapi dia sendiri tidak ikut shalat berjamaah.
1. Takbiratul ihram, mengangkat tangan sampai bahu/telinga kemudian meletakkannya di atas dada/ulu hati (bersedekap).
1. Takbiratul ihram, mengangkat tangan sampai bahu/telinga tapi tidak meletakkannya di atas dada/ulu hati (tidak bersedekap).
2.  Membaca doa iftitah.
2.   Membaca doa iftitah.
3. Membaca ta’awwudz dan basmalah kemudian membaca Al-Fatihah. Dan di akhir bacaan Al-Fatihah mengucapkan ”aamiin.”
3. Membaca ta’awwudz dan basmalah kemudian membaca Al-Fatihah. Di akhir Al-Fatihah tidak mengucapkan ’aamiin.’
Karena menurut aqidah Syi’ah bahwa mengucapkan ’aamiin’ bisa membatalkan shalat. Mereka menggantinya dengan membaca ’al-hamdulillaahi robbil ’aalamiin’.
4. Membaca surat-surat pendek dan kemudian takbir untuk rukuk. Dan membaca bacaan rukuk.
4. Membaca surat-surat pendek dan kemudian takbir untuk rukuk. Dan membaca bacaan rukuk.
5. Kemudian bangkit dari rukuk (i’tidal) dengan mengangkat tangan sambil membaca bacaan i’tidal.
5. Kemudian bangkit dari rukuk tanpa mengangkat tangan sambil membaca bacaan i’tidal.
6. Takbir untuk sujud tanpa mengangkat kedua tangan. Kemudian sujud dan membaca bacaan sujud.
6. Takbir untuk sujud dengan mengangkat kedua tangan. Kemudian sujud dan membaca bacaan sujud.
7. Takbir, kemudian duduk di antara dua sujud dan membaca bacaannya.
7. Takbir, kemudian duduk di antara dua sujud tanpa membaca apa-apa. Versi lain sambil membaca :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ رَبِّيْ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ. [مرة واحدة]
”Aku meminta ampun kepada Allah sebagai Rabbku dan aku bertaubat kepada-Nya.”(1 kali)
8. Sambil duduk di antara dua sujud, bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan untuk sujud yang kedua. Dan membaca bacaan sujud.
8. Sambil duduk di antara dua sujud, bertakbir dengan mengangkat tangan untuk sujud yang kedua. Dan membaca bacaan sujud.
9. Kemudian bangkit kembali untuk rakaat kedua. Lalu membaca Al-Fatihah seperti rakaat pertama, dan mengucapkan ’aamiin’.
Setelah itu membaca surat-surat pendek, dilanjutkan bertakbir untuk rukuk.

9. Kemudian bangkit untuk rakaat kedua. Lalu membaca Al-Fatihah seperti rakaat pertama, tapi tidak mengucapkan ’aamiin’.
Setelah membaca surat-surat pendek, dilanjutkan dengan mengangkat kedua tangan sambil membaca doa:
رَبَّنَا آتِنَا فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَ فِيْ اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
”Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa api neraka.”
Bahkan, memanjatkan doa yang berisi cacian/ makian kepada Abu Bakar, Umar, dan Aisyah:
وَ الْعَنْ أَعْدَاءَكَ أَجْمَعِيْنَ سِيَّمَا أَبَا بَكْرٍ وَ عُمَرَ وَ عَائِشَةَ
”Dan kutuklah musuh-musuh-Mu semuanya, terutama Abu Bakar, Umar dan Aisyah.”
10. Kemudian rukuk sambil membaca doa rukuk. Kemudian bangkit dari rukuk sambil membaca doa i’tidal.
Lalu bertakbir untuk sujud, kemudian sujud dan membaca bacaan sujud.
Kemudian bangkit dari sujud dan duduk di antara dua sujud sambil membaca doa.
10. Kemudian rukuk dan membaca ’subhaanalloh’ satu kali.
Kemudian bangkit dari rukuk dan langsung takbir dengan mengangkat tangan untuk sujud.
Kemudian sujud dengan membaca bacaan sujud, dan bangkit dari sujud untuk duduk di antara dua sujud (tanpa membaca doa apapun).
11. Kemudian duduk tahiyyat sambil membaca doa tahiyyat.
11. Kemudian duduk tahiyyat sambil membaca doa.
Doa tahiyyat akhir versi lain:
بِسْمِ اللهِ وَ بِاللهِ، وَ الْحَمْدُ ِللهِ، وَ خَيْرُ لِلأَسْمَاءِ الْحُسْنَى ِللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَ عَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
“Dengan menyebut nama Allah dan demi Allah dan segala puji bagi Allah dan kebaikan Asmaul Husna adalah untuk Allah, aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah yang esa tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, wahai Allah, semoga selawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, semoga keselamatan dan keberkahan kepadamu wahai Nabi, semoga keselamatan atas kami dan atas hamba-hamba-Mu yang saleh.”
12. Mengucapkan salam sambil menengok ke arah kanan dan kiri.
12. Mengucapkan salam sebanyak 1 kali, tanpa menengok ke arah kanan dan kiri.
Setelah salam, bertakbir kembali sebanyak 3 kali dalam posisi masih duduk tahiyyat akhir.
13. Untuk shalat yang 4 rakaat, pada rakaat 3 dan 4 cukup membaca Al-Fatihah tanpa membaca surat pendek.
13. Untuk shalat yang 4 rakaat, pada rakaat 3 dan 4 boleh tidak membaca Al-Fatihah. Dan diganti dengan membaca, ’subhaanallooh wal hamdu lillaah, wa laa ilaaha illallooh walloohu akbar.’


  1. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syariah, seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Syiah berkeyakinan bahwa muslim selain Syiah adalah halal darahnya dan boleh dibunuh.
عن داود بن فرقد قال: قلت لأبي عبد الله: ما تقول في الناصب؟ قال حلال الدم، ولكني أتقي عليه فإن قدرت تقلب عليه حائطا أو تغرقه في ماء لكي لا يشهد به فافعل قلت: فما ترى في ماله؟ خذ ما قدرت.
“Dari Dawud bin Farqad dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdullah : ”Bagaimana pendapat Tuan tentang An-Nashib (orang non Syiah)?” Maka dia menjawab, “Halal darahnya (boleh dibunuh). Akan tetapi aku bertaqiyyah dengannya. Kalau engkau mampu menimpakan dinding kepadanya atau engkau menenggelamkannya ke dalam air supaya dia (non Syiah) tidak bisa bersaksi atas perbuatanmu ini, maka kerjakanlah.” Aku bertanya kembali, “Bagaimana dengan hartanya?” Dia menjawab, “Ambillah apa yang engkau bisa ambil.” (Al-Anwaar An-Nu’maaniyyah karya Ni’matullah Al-Jazairi, 2:308).









1 komentar: