Senin, 21 September 2015

Kajian Syiah

HM Amin Djamaluddin
Ketua Lembaga Pengkajian dan Penelitian Indonesia (LPPI)

Tolong bapak jelaskan pertemuan Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) dengan Komisi VIII DPR RI tanggal 4 Februari lalu ? 
Saya bersama dengan teman-teman ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) bertemu dengan Komisi VIII DPR-RI pada 4 Februari 2015. Pada waktu itu ANNAS menyampaikan bahaya perkembangan ajaran Syiah di Indonesia yang bertentangan dnegan ajaran Islam. Misalnya Syiah mengembangkan ideologi imamah sebagai rukun imam, wilayat-faqih sebagai rukun Islam, dan ajaran taqiyah (berbohong) serta mut'ah (kawin kontrak) yang jelas-jelas diharamkan dalam ajaran Islam.



Disampaikan juga bahwa Syiah hanya mengakui kekhalifahan Ali, serta menafikan bahkan mengkufurkan serta melaknat para sahabat, terutama Abu Bakar, Umar dan Utsman. Kaum Syiah juga menghina dan mencaci-maki para isteri Nabi Saw. Ini tentu akan menimbulkan konflik horizontal jika ajaran Syiah terus menerus berkembang dan didiamkan saja.

Pada kesempatan itu saya menyampaikan bahwa bahaya Syiah ini bisa menimbulkan konflik besar seperti pada tahun 1996. Waktu itu aparat keamanan di Jawa Timur sudah mengingatkan untuk mewaspadai bahaya ajaran Syiah. Tapi banyak pihak yang meremehkan saja  peringatan tersebut. Akibatnya banyak terjadi bentrokan Syiah dengan umat Islam di berbagai tempat.

Beberapa kali terjadi bentrokan fisik antara kaum Syiah dan umat Islam Indonesia, seperti yang terjadi di Sampang (Madura) dan Jember, Jawa Timur. Ini tentunya sangat mengkhawatirkan. Apa konflik Syiah di Indonesia ini akan seperti di Irak atau Suriah ?
Seperti disampaikan oleh ANNAS waktu bertemu dengan Komis VIII DPR, bahwa perkembangan faham dan gerakan Syiah di Indonesia berpotensi menimbulkan konflik di masa depan. Sampai saat ini saja sudah terjadi konflik, gesekan atau ketegangan di berbagai daerah, seperti yang terjadi di Sampang, Bondowoso, Jember, Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Lombok Barat, Puger Kulon, Pekalongan, Bekasi, Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasar, dan Yogyakarta. Pemerintah harusnya tidak menutup mata terhadap hal ini.

Konflik Suni-Syiah di Suriah, Irak, Lebanon atau Yaman, seharusnya sudah cukup meyakinkan bagi pemerintah Indonesia akan bahaya Syiah dan kemungkinan timbulnya konflik horisontal yang lebih besar di Indonesia, jika masalah Syiah ini tidak diantisipasi sejak dini.

Di beberapa negara Syiah tegas-tegas dilarang, seperti di Malaysia dan Brunei. Di Mesir tokoh Syiah di usir, di Yordania Syiah diberangus, di Aljazair dan Tunisia Syiah ditolak, di Sudan, Atase Kebudayaan Iran ditutup serta mengusir diplomatnya.

Ada informasi Syiah di Indonesia mulai menyusup ke dalam birokrasi pemerintahan. Misalnya, Menteri Pendidikan Anis Baswedan menjalin kerjasama pendidikan dengan Iran. Bukankah ini sangat berbahaya? Apa komentar Pak Amin?. 

Itulah yang menjadi pertanyaan besar kaum muslimin Indonesia. Kita semua tahu perkembangan Syiah yang pesat di Indonesia ini ditunjang oleh dua ormas utama, yaitu Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), serta peran sponsor Keduataan Besar Iran di Jakarta. Melalui kedutaan inilah gerakan Syiah di Indonesia dikembangkan, di arahkan dan tentu dibiayai.

Tadinya kerjasama Indonesia-Iran sebatas kerjasama politik, ekonomi dan perdagangan. Tapi kini telah melebar ke bidang kebudayaan, pendidikan dan agama. Disinilah titik rawan dan bahayanya bagi umat Islam Indonesia. Lembaga-lembaga yang berafiliasi kepada gerakan Syiah ditunjang dan dibiayai. Beasiswa disebar ke berbagai perguruan tinggi. Ratusan atau bahkan mungkin ribuan orang dikirim dan dididik di berbagai perguruan tinggi di Qom, Teheran. Mereka tentu di kader sedemikian rupa, sehingga diharapkan menjadi Pengawal Revolusi Syiah Iran di Indonesia.

Karena itu maka ANNAS telah meminta peminta agar pemerintah Indonesia menghentikan kerjasama Indonesia-Iran di bidang pendidikan, kebudayaan dan agama. ANNAS juga meminta agar pemerintah Indonesia segera menutup Atase Kebudayaan Kedutaan besar Iran di Jakarta. Langkah ini sangat strategis untuk membangun martabat dan memperkuat ketahanan bangsa dari ancaman dan ekspansi ideologi trans-nasional Syiah Iran.

Konflik Suni-Syiah disinyalir memang ada yang merekayasa. Ada operasi intelijen mengadu domba dan memecah belah umat Islam Indonesia. Bagaimana menurut pak Amin? 
Di mana-mana di seluruh negara di dunia ini tentu saja ada operasi intelijen. Termasuk yang terkait dengan konflik Suni-Syiah. Itu hal yang sudah biasa. Bagi kita umat Islam, harus selalu mewaspadai bahaya dari gerakan Syiah itu. Kita harus selalu menyadarkan kepada umat Islam Indonesia ini bahwa Syiah itu berbeda dengan ajaran Islam. Tuhannya beda, Ibadahnya juga beda, dan banyak perbedaan lainnya lagi.

Ada informasi, pertemuan Syiah di Ngawi akan membunuhi 100 tokoh-tokoh Suni Indonesia. Apa benar? 
Syiah itu memang selalu membuat makar, membuat keonaran dan kerusuhan. Tapi tentang pertemuan di Ngawi itu, saya belum mendapatkan data-datanya. Saya belum bisa mengonfirmasikannya. [HABIS]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar