Selasa, 20 Desember 2016

Hasil Seminar TNH

SEMINAR
TELAAH BUKU-BUKU TAREKAT NAQSYBANDI HAQQANI

PUSLITBANG LEKTUR KEAGAMAAN
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLK INDONESIA
Senin, 15 Nopember 2010


Acara Seminar Telaah Buku-Buku Tarekat Naqsybandi Haqqani, dilaksanakan pada hari Senin tanggal 15 Nopember 2010 di Ruang Sidang Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Lt. 4 Bayt Al-Qur’an, Museum Istiqlal, TMII, Jakarta Timur. Sesuai jadwal, acara dilaksanakan mulai pukul 09.30 s.d. 15,30 WIB. Acara ini dihadiri oleh utusan beberapa lembaga penelitian, termasuk dari Yayasan Haqqani Indonesia.
Acara dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan dibuka oleh moderator dari Lektur Keagamaan, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama, yaitu Drs. H. Muchlis. Kemudian dlanjutkan dengan Laporan Kepala Puslitbang Lektur Keagamaan, Dr. H.M. Hamdar Arriyah, M.Ag yang menjelaskan tentang “Kebijakan Penelitian Lektur Keagamaan Kontemporer di Lingkungan Puslitbang Lektur Keagamaan.
Hadir pula Kepala Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. M. Abdul Djamil, MA. sekaligus membuka secara resmi acara ini. Dalam sambutannya, beliau menitik beratkan pada penyelaraskan antara pemahaman dan pengamalan buku-buku keagamaan kontemporer.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan hasil penelitian Lektur Keagamaan Puslitbang. Namun, pihak Haqqani melakukan interupsi dan meminta izin kepada moderator untuk membacakan surat resmi dari Yayasan Haqqani Indonesia. Isi dari surat tersebut di antaranya:
-        Mengunakan beberapa dalil dari ayat suci Al-Qur’an
-        Menyatakan bahwa Yayasan Haqqani Indonesia telah melakukan dialog dengan Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI Pusat pada tanggal 6 Nopember 2009. Dan telah dinyatakan selesai setelah melakukan mediasi dengan Komisi Fatwa MUI.

-        Buku-buku yang dipermasalahkan dinyatakan sebagai tanggungjawab penulis pribadi, dan tidak berkaitan dengan Yayasan Haqqani Indonesia.
-        Yayasan Haqqani Indonesia mempertanyakan penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga peneliti yang dianggap tidak berkompeten.
-        Yayasan Haqqani Indonesia tidak sepakat dengan berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada Syaikh Hisham Kabbani.
-        Yayasan Haqqani Indonesia merasa telah mendapat legitimasi dari Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono, karena telah menyetujui dan memuji ajaran Hisham Kabbani pada acara di Istiqlal.
-        Yayasan Haqqani Indonesia menyatakan bahwa kedua orang yang menulis dan menerjemahkan buku-buku tersebut sudah mengakui tidak memiliki kompetensi untuk menerjemahkan buku dan ceramah Syaikh Nazhim Haqqani dan Syaikh Hisham Kabbani.
Kesimpulannya, Yayasan Haqqani Indonesia menyatakan bahwa buku-buku yang dikaji pada acara ini bukan buku yang di terbitkan oleh Yayasan Haqqani Indonesia. Lalu mereka meminta izin untuk tidak mengikuti acara karena merasa tida berkepentingan.
Namun, moderator menyatakan bahwa kehadiran Yayasan Haqqani Indonesia  diperlukan untuk mengetahui informasi yang obyektif sehingga dapat menilai buku-buku tersebut secara proporsional. Dan diamini oleh mayoritas peserta.
Acara dilanjutkan dengan pemaparan hasil penelitian Tim Lektur Keagamaan Puslitbang, yang di antaranya adalah:
  1. Penelaah atas buku yang berjudul, Ruh dan Raga Tidak Ada Reinkarnasi dalam Islam, Ahmad Rahman, menyimpulkan bahwa dia menemukan kesulitan di dalam mengkritisi buku tersebut. Dia menyarankan seharusnya penerjemah harus menguasai istilah-istilah yang terdapat di dalam buku tersebut yang berasal dari bahasa Inggris. Pembicara juga mengatakan bahwa buku tersebut tidak ada kaitannya dengan ruh, walaupun judulnya Ruh dan Raga. Terakhir pembicara menyarankan agar para pembaca buku tersebut memakai pendekatan yang dirasakan oleh penulis buku, karena buku tersebut mengupas masalah spiritual.

  1. Penelaah atas buku yang berjudul, Awas Setan! Musuh Terbesar Manusia, Arif Syibromalisi, Lc, menyimpulkan bahwa dia tidak menemukan hal-hal yang menyimpang. Buku tersebut hanya berisi penjabaran dari ta’awwudz dan kisah godaan setan terhadap Nabi Adam AS. Penelaah hanya menemukan beberapa statemen penulis yang dinilai tidak ada sandarannya.


  1. Penelaah atas buku, Muhasabah, E. Badri Yunardi, menyatakan bahwa isi buku tersebut memuat judul-judul, di antaranya judul yang dikritiki adalah:  (1) Pada judul Hijau dan Merah yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk surga, bukan makhluk bumi. (2) Judul mengenai anjing yang berisi kisah setan yang memasuki tubuh Nabi Adam AS sebelum ruh ditiupkan ke dalam tubuhnya. Setelah setan memasuki tubuh Nabi Adam AS, maka Allah SWT memerintahkan Jibril untuk mengambil potongan tubuh yang telah diludahi oleh setan. Jibril memotong dan membuangnya, yang kemudian menjadi pusar. Potongan-potongan itu menjadi anjing. (3) Pada halaman 41-43 dari buku tersebut ada sebuah cerita yang ajaib bahwa seseorang pada saat sedang sakaratul maut bisa hidup kembali. (4) Penelaah juga mengkritisi segi penulisan buku tersebut karena semua teks yang berbahasa Arab atau potongan ayat Al-Qur`an ditulis dalam bentuk terjemahannya saja, tanpa teks Arabnya, terdapat salah penulisan, setiap kata nabi tidak diikuti dengan kata Muhammad dan penyebutan Nabi Isa selalu disebut Yesus.

  1. Penelaah atas buku, Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi SAW terbitan penerbit Serambi, Drs. H. Andi Bahruddin Malik, menyimpulkan dari hasil penelaahannya bahwa perayaan maulid nabi yang di dalamnya berisi bacaan salawat, zikir dan pembacaan sirah nabawiyah serta diiringi dengan pemberian makan dan minum kepada yang hadir adalah termasuk bid’ah hasanah dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pembahasan lainnya mengenai ziarah ke makam nabi. Ziarah sangat bermanfaat bagi orang yang masih hidup, karena ziarah akan mengingatkan orang kepada kematian. Sehingga dengan mengingat mati, orang diharapkan akan sadar bagaimana semestinya dia berbuat dan memanfaatkan hidup ini. Di dalam buku ini juga dibahas tentang kelebihan para nabi dan awliya yang bisa mengetahui hal-hal gaib. Penelaah hanya menganjurkan bahwa pada saat membaca buku ini perlu dibimbing oleh para ahli supaya tidak terjadi salah pemahaman dan perlu adanya rujukan yang jelas, baik berupa kutipan ayat Al-Qur`an maupun hadits, sehingga para pembaca bisa mengkonfirmasikannya dengan sumber yang digunakan dalam penulisan buku tersebut.

  1. Penelaah atas buku The Naqsahabandi Sufi Tradition: Guidebook of Daily Practices and Devotions Bab tentang Ibadah Haji karya Syaikh Muhammad Hisham Kabbani menyatakan bahwa isi dari buku ini memuat kekeliruan, di antaranya niat haji. Penulis menuliskan, “Aku berniat melaksanakan haji atas namaku sendiri dan keluargaku dan atas nama seluruh umat Nabi Muhammad.” Padahal ibadah haji adalah ibadah pribadi, kalaupun dilakukan untuk orang lain biasanya disebut Badal Haji dan itu pun bila seseorang melakukannya setelah dirinya melaksanakan haji pada tahun sebelumnya. Buku tersebut tidak ada keterangan, apakah untuk konsumsi umum atau untuk kalangan terbatas. Di dalam buku tersebut disinyalir ada pemusyrikan. Karena seorang yang pergi haji disuruh untuk meminta pada hamba-hamba spiritual Tuhan, malaikat-malaikat-Nya dan para pewaris Nabi Muhammad SAW agar diarahkan pada Anda saat beribadah haji dan umrah. Juga di dalam buku tersebut terdapat kesalahan penerjemahannya, yaitu, “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah Allah SWT, zikir yang sebanyak-banyaknya.” Padahal dalam terjemahan Depag tahun 2007 dinyatakan, “Hai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah SWT, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.”

  1. Penelaah atas buku, Kisah Perjalanan Cahaya Muhammad SAW, H.M. Hamdar Arraiyah, menyatakan bahwa buku tersebut memaparkan kisah sejumlah 33 orang yang kesemuanya diposisikan sebagai nabi. Sebagian nama yang disebutkan itu tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur`an. Selain itu, ada bagian-bagian dari kisah itu yang tidak dijelaskan di dalam Al-Qur`an atau Hadits. Berhubung hal tersebut terkait dengan akidah Islam, maka rujukan yang jelas terhadap informasi itu sangat diperlukan. Penelaah juga merekomendasikan kepada umat Islam yang tidak memiliki dasar-dasar pengetahuan agama yang memadai harus di bawah bimbingan atau pendamping dari para ahli untuk membaca buku ini. Juga perlu adanya kebijakan yang mengharuskan agar buku-buku agama Islam yang di dalamnya terdapat kutipan Al-Qur`an yang keliru dan terjemah ayat Al-Qur`an yang tidak tepat agar dibetulkan. Juga buku yang memuat kisah ataupun sejarah hidup para nabi yang mempunyai dan menunjukkan rujukan yang kuat dan jelas perlu diperbanyak dan disebarluaskan ke masyarakat.


  1. Penelaah atas buku, Berbagai Kesusahan sebagai Sebuah Kebaikan dari Allah SWT, Zainuddin, menyimpulkan bahwa baik Maulana Hisham Kabbani maupun Nazim Haqqani memiliki kesamaan titik pandang dalam menyikapi hidup menurut konsep tasawuf, seperti seorang murid harus taat pada mursyidnya. Buku tersebut juga menjelaskan tentang kekuatan spiritual yang dimiliki oleh seorang guru, syaikh atau mursyid. Seperti mampu berjalan di atas air dan mampu mematahkan tulang sapi dengan tangan menjadi dua bagian. Syaikh Nazim juga menjelaskan prinsip-prinsip sufistis, seperti latihan spiritual, berkhalwat, bertafakkur, membunuh sifat egois, tulus dan pasrah, menghilangkan kehendak selain kehendak Allah SWT, menghilangkan 17 macam sifat-sifat buruk. Akan tetapi, sifat-sifat sufistis ini telah tergerus oleh pemikiran barat, demikianlah menurut Syaikh Hisham Kabbani. 

  1. Penelaah atas buku, Kematian: Persiapan Menjemput Maut ,Ali Fahrudin, MA., menyimpulkan bahwa Tarekat Naqsyabandi merupakan tarekat yang ingin membimbing pengikutnya meraih kebahagiaan ketika menjelang kematiannya. Untuk mewujudkan hal itu, mereka berusaha memberikan amalan-amalan tertentu yang harus dijalankan oleh setiap pengikutnya, seperti zikir-zikir khusus, khalwat menjauhi yang makruh seperti merokok, apalagi yang haram. Orang-orang yang di luar Islam, terutama yang beragama Kristen, bisa jadi menurut mereka seorang muslim, meskipun secara syareat berbeda, seperti: Paus Yohanes Paulus, Putri Diana dan Pangeran Charles. Di dalam buku tersebut banyak memuat kisah-kisah yang merupakan pengalaman pribadi syaikh menyangkut perjalanan rohaninya, yang bisa jadi hal itu benar dan ini di luar syareat yang kita ketauyi bersama. Namun sebagai orang luar, kita tidak bisa mempersalahkan pengalaman rohaninya itu. Penelaah juga menyarankan: (1) Buku-buku tentang tarekat Naqsyabandi Haqqani ini sebaiknya ditarik dari peredaran karena banyak pemahaman yang menyimpang dari Al-Qur`an maupun hadits sahih. (2) Buku-buku ini tidak layak dikonsumsi orang awam, meskipun dari kalangan Haqqani sendiri. (3) Pihak Yayasan Haqqani Indonesia harus mempertanggung jawabkan isi kandungan buku-buku tersebut. (4) Jika Tarekat Haqqani ingin terus eksis, harus meluruskan pandangannya tentang kaidah-kaidah keagamaan sesuai dengan dalil Al-Qur`an maupun Al-Hadits.

Di tengah pemaparan, Yayasan Haqqani Indonesia kembali melakukan interupsi dan meminta izin sekali lagi kepada moderator untuk meninggalkan tempat karena merasa tidak berkepentingan. Akhirnya moderator mengizinkan Yayasan Haqqani Indonesia untuk meninggalkan acara karena tidak mungkin memaksa mereka untuk tetap mengikuti acara sampai dengan selesai.
Akan tetapi, beberapa peserta merasa kecewa dengan tidak ikutnya Yayasan Haqqani Indonesia pada acara ini, karena dianggap tidak berani memberikan informasi yang sebenarnya.
Setelah ditelusuri oleh beberapa orang peserta dari Lektur Keagamaan dan staf LPPI, diketahui bahwa salah satu penyebab mereka walk out dari acara ini adalah adanya makalah yang dibuat oleh sebuah lembaga penelitian yang mereka anggap telah menjustifikasi atau menghakimi mereka. Akhirnya, mereka pun walk out. Padahal, kehadiran mereka dianggap penting karena informasi harus didapat dari kedua belah pihak, tidak hanya dari satu pihak saja.
Oleh karena itu, para peserta seminar sangat menyayangkan bahwa moderator di forum ini mengizinkan peserta seminar dari Yayasan Haqqani Indonesia meninggalkan tempat dan tidak mengikuti acara seminar sampai selesai.
Setelah pemaparan selesai, acara dilanjutkan dengan mendengarkan komentar dari para narasumber, yaitu:
-        Prof. Dr. H. Bambang Pranowo
Dalam komentarnya, beliau menyatakan bahwa permasalahan mengenai, Tarekat naqsybandi sudah ada disertasi yang membahasnya. Yaitu dari UIN Jakarta. Meskipun tidak secara khusus membahas tentang Tarekat Naqsybandi Haqqani.

Kemudian beliau menjelaskan, bahwa Islam di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari tarekat/sufisme, termasuk perkembangan Islam di tanah air. Ciri yang paling utama dari tarekat adalah sikap tolerannya; kecenderungannya yang sedikit longgar dalam melaksanakan syariat Islam; lebih ekspresif; berdekatan dengan mistis, sehingga terkenal dengan istilah Islamic Mystic. Oleh karena itu, ilmu laduni melekat pada dunia tasawuf.

Kemudian dijelaskan bahwa pada dasarnya tarekat adalah kumpulan orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Berkenaan dengan tarekat Naqsyabandi dan kedua syaikhnya, Hisham Kabbani dan Nazhim Haqqani, sebenarnya keduanya mengabdi pada tarekat ini atas dasar pengalaman pribadinya. Di era sekarang, yang serba materialistik, tarekat menjadi pilihan untuk memenuhi dahaga spiritual. Khususnya yang terjadi di Amerika, mereka mencari alternatif untuk dirinya, beda dengan di Afrika yang masih kental dengan rasisme.

Tarekat ini lebih memilih pengikut dari kalangan kulit putih, dengan menawarkan konsep baru dalam berislam. Tarekat ini mencari titik temu antar agama seperti apa yang dilakukan oleh wali songo di Indonesia.

Unuk memahaminya perlu disiplin ilmu. Untuk menghadapinya harus hati-hati dan harus lapang dada menerima salah satu fungsi kehadirannya yang memberikan alternatif kepada masyarakat.

Di samping pendekatan sosiologis, perlu juga dilakukan pendekatan antropologis, yaitu perbedaan dalam sudut pandang. Kita harus memahami kenapa sesuatu terjadi atau dilakukan oleh seseorang. Yaitu memahami motivasi di balik penyampaian ajaran Tarekat ini.

Dengan demikian, maka harus dikaji bagaimana kultur yang melatar belakanginya. Harus ada pendekatan khusus yang lebih arif dan bijaksana. Apapun yang dilakukan, Islam harus tetap sebagai rahmatan lil alamin... dan metode penelitian yang harus dikedepankan adalah “Membina bukan menghina, merangkul bukan memukul.

-        Prof. H.M. Ali Mustofa Ya’kub, MA.
Dalam komentarnya, beliau mempertanyakan penerjemahan yang dilakukan terhadap buku dan ceramah kedua syaikh tarekat ini, yaitu Hazhim Haqqani dan Hisham Kabbani. Menurut beliau, dalam penerjemahan sebuah teks jangan secara literal. Sehingga menimbilkan kontroversi, bahkan Yayasan Haqqani Indonesia pun membantahnya. Karena beliau menganggap bahwa setiap buku akan dinisbatkan kepada penulisnya. Dan secara umum beliau menyalahkan penerjemah buku-buku Tarekat ini.

Kemudian beliau mempertanyakan adanya 2 (dua) Yayasan berbeda dengan satu nama, yaitu Yayasan Haqqani Indonesia dan Haqqani Sufi Institute of Indonesia.

Beliau juga menganggap bahwa apa yang diceritakan dalam buku tersebut sebagai pengalaman pribadi dari kedua syaikh Tarekat ini, adalah termasuk kharijul ‘adah’ (di luar kebiasaan). Akan tetapi, sesuatu yang di luar kebiasaan bisa datang dari siapa saja, termasuk dari Yahudi atau Nashrani. Hal itu akan menjadi berbagaya apabila menyangkut akidah. Misalnya, ramalan-ramalan seseorang yang terbukti menjadi kenyataan.

Setelah itu, beliau menjelaskan tentang beberapa hal dalam buku-buku tersebut di antaranya mengenai Maulid Nabi, Isra Mi’raj, dan lain-lain.

Kesimpulannya, beliau menganjurkan dilakukan pendekatan lain dalam menghadapi aliran-aliran sempalan yang marak di Indonesia.

Setelah rehat, acara dilanjutkan dengan pemaparan hasil penelitian LPPI dsn MUI terhadap buku-buku Yayasan Haqqani Indonesia.
-        M. Amin Djamaluddin (Ketua LPPI)
Dalam pemaparannya, beliau menegaskan tentang kesesatan ajaran Tarekat Naqsybandi Haqqani. Beliau memberi contoh beberapa penyimpangan ajaran yang terdapat dalam buku-buku tersebut.

Dalam makalahnya, LPPI telah meneliti 49 buku yang diterbitkan oleh Yayasan Haqqani Indonesia, Haqqani Sufi Institute of Indonesia, dan Rabbani Sufi Institute of Indonesia.

Terlepas dari sanggahan yang dilakukan oleh Yayasan Haqqani Indonesia terhadap buku-buku tersebut, akan tetapi buku-buku itu telah tersebar di masyarakat dan sudah menjadi konsumsi publik. Data dan foto-foto ada di LPPI.

Oleh karena itu, beliau sudah berkali-kali mengusulkan agar Yayasan Haqqani Indonesia sendiri membuat Surat Permohonan dan diberikan langsung kepada Jaksa Agung RI untuk menarik dan melarang peredaran buku-buku tersebut. Prosedur seperti itu akan lebih mudah dikabulkan, karena berasal dari penerbitnya sendiri. Beda dengan permohonan yang dilakukan oleh lembaga lain untuk melarang peredaran suatu buku, akan sulit dikabulkan dan memakan waktu lama apalagi setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi (yudicial review) terhadap Undang-undang PNPS Nomor 4 Tahun 1963 tentang Pengamanan Barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum. Sehingga Undang-undang tersebut sudah tidak berlaku lagi, dan yang berwenang untuk melarang peredaran sebuah buku hanya Hakim setelah melalui proses peradilan.

-        Ir. Rida Salamah, M.Si (Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI)
Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI Pusat menyatakan bahwa hasil atau keputusan mengenai buku-buku yang telah diberikan oleh Syaikh Hisham Kabbani belum selesai dan masih dalam proses penelaahan. Hal ini dikarenakan bahwa Litbang MUI Pusat sedang berada dalam masa transisi (pergantian kepengurusan), buku-buku referensinya belum lengkap dan masalah pendanaan.

MUI telah memliki buku-buku asli yang diserahkan langsung oleh Syaikh Hisham Kabbani kepada MUI, baik yang berbahasa Arab, Inggris, maupun Indonesia. Buku-buku inilah yang akan menjadi sumber data poko dalam penelaahan, di samping buku-buku yang telah ditelaah oleh Puslitbang Lektur Keagamaan, dan 49 buku yang telah ditelit oleh LPPI.

Dengan demikian, MUI akan bekerjasama dengan Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI untuk menuntaskan penelitian terhadap buku-buku TArekat Naqsybandi Haqqani tersebut.

Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi, lebih tepatnya pernyataan atau saran dari beberapa peserta seminar, di antaranya:
-        Hasil penelitian nanti harus disosialisasikan kepada masyarakat luas, khususnya umat Islam, dan lebih khusus lagi kepada pengurus-pengurus Masjid.

-        Perlu dilakukan koordinasi antar lembaga penelitian untuk meneliti berbagai hal yang terjadi di masayarakat.

-        Mengusulkan agar penelitian terhadap sumber data yang ada di MUI dan LPPI agar dilanjutkan sampai tuntas.

-        Mengusulkan penelitian terhadap buku-buku asli tarekat ini, karena tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan penerjemahan.

-        Mempermasalahkan vonis sesat yang dilakukan oleh LPPI, karena penelitiannya bukan pada sumber asli baik buku maupun ceramah.

Setelah beberapa peserta menyampaikan sarannya, acara ditutup oleh Kapuslitbang lektur Keagamaan, Dr. H.M. Hamdar Arriyah, M.Ag, yang menyimpulkan bahwa penelaahan terhadap buku-buku Tarekat Naqsybandi Haqqani akan dilanjutkan.


Jakarta, 15 Nopember 2010
Notulis,


Dudung Ramdani, Lc
Staf peneliti LPPI



Tidak ada komentar:

Posting Komentar