Senin, 02 Maret 2015

Al-Hasan Memberikan Jabatan Khalifah kepada Muawiyah

Al-Hasan Mengalah Kepada Muawiyah
Oleh Ibnu Ohan, Lc


Di dalam sebuah sabdanya, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa masa khilafah ‘alaa manhajin nubuwwah (Khilafah Atas Manhaj Kenabian) akan berlangsung selama 30 tahun. Setelah itu, akan datanglah masa kaum muslimin dipimpin dalam sistem kerajaan.
Sejarah mencatat bahwa Rasulullah SAW wafat pada 12 Rabiul Awwal 11 H. Setelah beliau wafat, nasib kaum muslimin diurus oleh para khalifah setelah Rasulullah SAW. Di antaranya oleh Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman, Ali dan kemudian Hasan bin Ali.
Kalau kita mau menghitung, maka kita akan melihat bahwa rentang waktu yang dialami oleh Khulafaur Rasyidin yang empat sampai disusul oleh Al-Hasan bin Ali, adalah selama 30 tahun. Hal ini bisa dilihat dari tahun dimana Hasan menyerahkan tampuk kekhilafahan yang beliau terima dari ayahnya atas permintaan seluruh warga Madinah pada saat itu, kepada Muawiyah bin Abu Sufyan.

Sejarah mencatat bahwa Hasan bin Ali menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada Muawiyah adalah pada tahun 41 H. Selanjutnya, kita bertanya, kapan Rasulullah SAW wafat? Jawabannya, Rasulullah SAW wafat pada tahun 11 H. Kalau kita hitung dari wafatnya Rasulullah SAW sampai Hasan menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah adalah benar-benar berjumlah 30 tahun. Yaitu tahun 41 – 11 = 30 tahun.
Mengapa Hasan menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada Muawiyah bin Abu Sufyan? Jawabannya yaitu karena Hasan merasa sedih melihat nasib kaum muslimin yang saling berbunuhan atau berperang di antara sesama mereka. Kita tahu bahwa khalifah Umar bin Khaththab, Utsman dan Ali adalah wafat di tangan para pembunuh. Demikian juga telah terjadi banyak peperangan di antara kaum muslimin. Mulai perang Jamal, perang Shiffin dan perang-perang yang lainnya.
Sejarah mencatat bahwa wafatnya Umar bin Khaththab adalah karena ditikam oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu`luah yang sekarang kuburannya diagung-agungkan oleh orang-orang Syiah. Adapun Utsman, sejarah mencatat bahwa pada saat detik-detik pembunuhan Utsman, rumah Utsman telah dikepung oleh 6000 orang. Setelah Utsman dikepung, maka salah seorang dari mereka yang mengepung itu ada yang masuk dan membunuh Utsman. Akan tetapi, tidak ada yang mengaku siapa yang telah membunuh Utsman. Para ahli sejarah mencatat bahwa Utsman dibunuh oleh orang-orang Khawarij.
Setelah wafatnya Utsman, maka kekhalifahan jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib. Pada saat pelantikan, Ali meminta kepada Muawiyah agar ikut membaiat dirinya. Akan tetapi Muawiyah tidak mau membaiat Ali. Muawiyah berkata, ”Aku tidak akan membaiatmu, sebelum kamu mencari tahu siapa yang telah membunuh Utsman!” Maka Ali pun menjawab, “Aku lah presiden. Jadi akulah yang berkuasa, yang berhak menyuruh!” Dari sejak kejadian ini lah akhirnya meletus Perang Shiffin. Setelah kaum muslimin lelah berperang, akhirnya terjadilah perdamaian. Dalam masa perdamaian ini lah Ali dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam. Tepatnya pada 9 Ramadhan tahun 40 H.
Ternyata, jauh-jauh hari, Al-Hasan bin Ali telah menasihati ayahnya agar jangan berperang. Sebelum Ali wafat, Ali pernah menangis sejadi-jadinya karena peperangan yang terjadi antara dirinya dengan Muawiyah telah memakan banyak korban, dan mereka itu adalah kaum muslimin! Al-Hasan berkata, ”Wahai ayah, bukankah dahulu saya telah melarang ayahanda berperang?” Yang jelas, Ali sangat bersedih karena melihat korban yang sangat banyak.
Setelah Ali wafat, ahlu syuura (Dewan Perwakilan Kaum Muslimin) membaiat Hasan bin Ali. Akan tetapi, masa kepemimpinan Hasan hanya berlangsung singkat, yaitu sekitar 16 bulan. Karena pada saat itu Hasan melihat bahwa perdamaian kaum muslimin adalah lebih penting. Akhirnya, beliau berkata kepada Muawiyah, ”Saya hanya ingin melihat kaum muslimin hiudp damai. Saya akan menyerahkan tampuk kekhalifahan ini kepadamu, yang penting kaum muslimin hidup aman, damai dan tenteram, tidak ada peperangan lagi!” Muawiyah pun menyambut baik hal ini dan menyanggupi keinginan Hasan, yaitu kaum muslimin hidup dalam keadaan damai. Maka para ahli sejarah mengatakan bahwa tahun tersebut dikenal dengan sebutan Tahun Persatuan dan Perdamaian.
Ternyata, sebelum kejadian ini terjadi, Rasulullah SAW pernah bersabda,
وعن  أبي بكرة قال : رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم على المنبر والحسن بن علي إلى جنبه وهو يقبل على الناس مرة وعليه أخرى ويقول : إن ابني هذا سيد ولعل الله أن يصلح به بين فئتين عظيمتين من المسلمين. رواه البخاري
”Dari Abu Bakrah dia berkata bahwa saya pernah melihat Rasulullah SAW berdiri di atas mimbar dan Hasan bin Ali berada di samping beliau. Sesekali Hasan menghadap ke arah hadirin dan sesekali menghadap ke arah Rasulullah SAW. Beliau bersabda, ”Sesungguhnya cucu saya ini akan menjadi Sayyid (Tuan/Penghulu), dan mudah-mudahan Allah SWT dengannya akan mendamaikan dua pasukan kaum muslimin yang besar.” (HR Al-Bukhari).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar