Senin, 02 Maret 2015

Pengantar dari Prof. DR. H. Yunahar Ilyas, Lc, M.Ag

KATA PENGANTAR
Oleh : Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.
(Ketua PP Muhammadiyah 2010 - 2015)
Setelah peristiwa konflik Sampang Madura antara pengikut Syi'ah dan Ahlus Sunnah, banyak orang yang tersentak dan mulai bertanya-tanya tentang apa perbedaan pokok antara Syi'ah dan Ahlus Sunnah sehingga bisa memicu konflik keras sampai ke tingkat bentrok fisik. Bahkan sebagian elite, baik dari pemerintahan maupun tokoh masyarakat tidak mengakui bahwa konflik antar warga masyarakat satu daerah itu berlatar belakang aliran agama, tetapi membawanya kepada konflik pribadi dengan latar belakang asmara.

Konflik apa pun yang terjadi antara warga masyarakat, bisa saja tidak dilatarbelakangi oleh faktor tunggal, tetapi bisa dua tiga faktor sekaligus, apakah faktor sosial, ekonomi, politik dan juga agama. Walaupun untuk faktor yang terakhir ini sangat berat bagi kita untuk mengakuinya. Dengan penelitian yang cermat dan mendalam, ternyata memang ada faktor agama yang menjadi penyebabnya, kita tidak boleh menyembunyikan apalagi meniadakannya, agar akar konflik dapat diselesaikan. Jika akar sebenarnya ditutupi, maka penyelesaian dan perdamaian yang terjadi adalah semu.


Bagi siapa saja yang telah mempelajari ajaran Syi'ah baik dari buku-buku hasil karya ulama dan sarjana Ahlus Sunnah maupun langsung dari karya ulama dan sarjana Syi'ah, tentu sudah sangat maklum bahwa memang ada ajaran Syi'ah yang berpotensi menimbulkan konflik, kita sebut contoh satu saja, yaitu ajaran Syi'ah Rafidhah atau disebut juga Syi'ah Itsna 'Asyriyah tentang para sahabat Nabi Muhammad SAW, lebih-lebih lagi kalau sudah sampai kepada pelaknatan terhadap dua orang sahabat utama Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Khattab dan dua orang puteri masing-masing Aisyah binti bi Bakar dan Hafsah binti Umar-radhiyallahu 'anhum. Siapapun dari kalangan Ahlus Sunnah yang sempat membaca do'a laknah shanamai Quraisyin pasti tidak akan dapat menahan dirinya untuk tidak tersinggung dan ikut terhina. Sejarah sudah membuktikan betapa banyaknya terjadi konflik besar antara Ahlus Sunnah dan Syi'ah, penguasa masing-masing saling meniadakan. Konflik itu terus berlangsung sampai sekarang di Iraq, Suria, Bahrain, Pakistan dan Afghanistan.
Beberapa pihak mulai bertanya dengan penuh kekhawatiran, apakah konflik Ahlus Sunnah dan Syi'ah bisa juga terjadi di Indonesia? Muhammad Natsir, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, pernah menyatakan bahwa Syi'ah akan menjadi bom waktu di Indonesia? Pernyataan itu diungkapkan oleh bapak Muhammad Natsir setelah banyak orang kagum, terutama anak-anak muda dengan keberhasilan Revolusi Iran di bawah pimpinan Ayatullah Ruhullah Khomeini. Waktu itu, tidak banyak yang paham, kenapa jadi bom waktu. Apa masalahnya dengan Syi'ah? Hampir tidak ada yang tahu bahwa Iran adalah sebuah negara dengan penduduk mayoritas penganut Syi'ah Itsna 'Asyriyah. Keberhasilan Revolusi Iran diikuti dengan usaha mengekspor ajaran Syi'ah ke dunia Islam lainnya termasuk ke Indonesia melalui buku-buku tentang Syi'ah atau karya para pemikir dan ulama Syi'ah.
Begitu khawatirnya konflik Syi'ah dan Sunni meluas ke bagian dunia Islam yang lain, dalam suatu konfrensi internasional di Kuala Lumpur, ada yang mengusulkan, dan usul itu disepakati oleh peserta konfrensi, yaitu untuk menjaga ketenangan dan perdamaian di dunia Islam, harus dibuat kesepakatan bahwa negara-negara yang sudah damai dengan Syi'ahnya seperti Iran, jangan diganggu dengan mengekspor ajaran Ahlus Sunnah ke sana. Begitu juga sebaliknya, negara-negara yang sudah damai dengan ajaran Ahlus Sunnahnya, seperti Indonesia dan Malaysia, jangan diganggu dengan mengekspor ajaran Syi'ah ke sana. Tampaknya seruan ini dipatuhi oleh Ahlus Sunnah, tetapi tidak dipatuhi oleh Syi'ah, buktinya semakin hari penyebaran ajaran Syi'ah di Indonesia semakin marak.
Peringatan awal tentang bahaya Syi'ah di Indonesia telah diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1984. Rapat Kerja Nasional MUI bulan Maret 1984, setelah menjelaskan lima perbedaan pokok ajaran Syi'ah dengan Ahlus Sunnah, menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama'ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya paham yang didasarkan atas ajaran Syi'ah. Pada tahun 2012 Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur mengeluakan fatwa yang lebih tegas menyatakan kesesatan ajaran Syi'ah Imamiyah Itsna Asyriyah yang menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul Bait dan semisalnya. Peringatan dari MUI Pusat dan fatwa dari MUI Jawa Timur itu tentu bertujuan membentengi umat Islam Indonesia dari ajaran Syi'ah Imamiyah Itsna Asyriyah dan juga untuk menjaga keutuhan dan persatuan umat Islam Indonesia yang juga berarti keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia.
Buku yang ada di tangan pembaca ini yang disusun dan diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) sangat membantu kita untuk mengetahui pokok-pokok aqidah dan ajaran Syi'ah. Buku yang diberi judul Agar Kita Tidak Menuduh Syi'ah ini juga memuat pandangan dan sikap sebagian ulama Indonesia terhadap Syi'ah. Buku ini juga dilengkapi dengan dokumen-dokumen tentang Syi'ah, baik berupa fatwa, keputusan rapat, musyawarah dan juga surat-surat dari berbagai lembaga dan pihak di Indonesia tentang Syi'ah. Pada bagian akhir ada tulisan dalam bentuk pertanyaan, mungkinkah Sunnah Syi'ah bersatu.
Saya menyambut kehadiran buku ini fi khidmatil Islam wal muslimin. Semoga menjadi amal saleh bagi pimpinan dan penggiat LPPI.

Selamat membaca, dan wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar