Rabu, 16 Maret 2016

Kesesatan Aqidah dan Ibadah Syiah




Kesesatan
Aqidah dan Ibadah
SYI’AH

























                                                                                                                                            
Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam
Jl. Tambak No. 20 D Pegangsaan Jakarta Pusat 10320
Tlp. (021) 31908749 Faks. (021) 31901259
Pendahuluan
Aqidah dan ajaran Islam harus selalu dijaga kemurniannya oleh umat Islam, khususnya oleh para Alim Ulama. Maka untuk membentengi aqidah umat Islam Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah para Ulama, Zu’ama, dan Cendekiawan Muslim di Indonesia, dalam Rakernas MUI Desember 2007 telah menetapkan 10 (sepuluh) Kriteria Aliran Sesat, yaitu:
1.    Mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam dan rukun Islam yang lima.
2.    Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al-Qur`an dan As-Sunnah).
3.   Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur`an.
4.   Mengingkari otensitas dan atau kebenaran isi Al-Qur`an.
5.   Melakukan penafsiran Al-Qur`an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.
6.   mengingkari kedudukan hadits Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam.
7.   Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
8.   Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.
9.   Mengubah, menambah, dan/atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardhu tidak lima waktu.
10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syariah, seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah ajaran Syi’ah merupakan ajaran yang haq atau sebaliknya, sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan?
Berdasarkan hasil penelitian, ajaran Syi’ah memiliki banyak perbedaan dan kesesatan prinsipil – baik dari segi aqidah maupun ibadah – dengan ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW. Mulai dari perbedaan dalam Syahadat, Rukun Islam, Rukun Iman, tata cara Shalat, lafadz Adzan, menafsirkan Al-Qur’an, memahami kedudukan Hadits Nabi SAW, dan lain sebagainya.

Tentang Al-Qur’an
Mayoritas umat Islam di dunia termasuk di Indonesia adalah Ahlussunnah wal Jamaah atau lebih dikenal dengan istilah Sunni, yang mengamalkan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qur’an yang digunakan pun sama yaitu yang disebut dengan Mushaf Utsmani.
Akan tetapi, Syi’ah memiliki keyakinan sendiri tentang Al-Qur’an yang seharusnya digunakan saat ini. Mereka menuduh telah terjadi perubahan, baik pengurangan maupun penambahan terhadap teks Al-Quran yang ada sekarang. Meskipun sebagian ulama Syi’ah ber-taqiyyah bahwa Al-Qur’an-nya sama, tapi fakta dalam kitab-kitab Syi’ah sendiri membuktikan tuduhan itu. Dalam kitab rujukan utama Syi’ah, Al-Kaafiy, dikatakan:
Dari Jabir Al-Ja’fi, ia berkata, “Saya pernah mendengar Abu Ja’far a.s. berkata, “Tidak ada seorang pun yang mampu menghimpun Al-Qur`an seluruhnya selengkap ketika diturunkan Allah, kecuali dia itu pendusta. Tidak ada seorang pun yang mampu menghimpun dan menghafalnya selengkap ketika diturunkan Allah, kecuali Ali bin Abi Thalib dan para Imam sesudah beliau.” (Ushul Al-Kaafiy, Jilid 1 hal. 284)
“Mushaf Fatimah itu ada dan tebalnya tiga kali lipat al-Qur’an kita, dan di dalamnya tidak ada satu huruf pun yang sama dengan al-Qur’an kita.” (Ushul Al-Kaafiy, Jilid 1 hal. 295)

Di samping kitab Al-Kaafiy, orang-orang Syi’ah juga berpedoman kepada kitab berjudul, Fashlul Khithab fi Itsbati Tahrif Kitabi Rabbil Arbab, karangan seorang ulama Syi’ah asal Najaf, Mirza Husein bin Muhammad Taqiy An-Nuri Ath-Thabrasi. Dalam kitab itu dijelaskan bahwa telah terjadi pengurangan wahyu di dalam Al-Qur‘an. Salah satunya adalah sebuah surah yang tidak ada di dalam Al-Qur‘an Mushaf Utsmani, yaitu Surah Al-Wilayah. Menurut Syi’ah, isi surah tersebut menerangkan tentang kedudukan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah yang sah setelah Rasulullah SAW wafat.

Tentang Hadits Nabi SAW
Dalam ajaran Islam, para Ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah telah sepakat bahwa yang disebut dengan Hadits adalah seluruh ucapan, perbuatan, dan taqrir (persetujuan) Rasulullah SAW.
Akan tetapi, Syi’ah menambah pengertian tentang Hadits Nabi SAW. Menurut Syi’ah, hadits adalah seluruh ucapan, perbuatan, dan taqrir (persetujuan) Rasulullah SAW, ditambah dengan seluruh ucapan para Imam mereka yang berjumlah 12 (dua belas) Imam. Bahkan, tidak semua hadits Nabi SAW mereka terima, meskipun derajatnya Shahih. Mereka hanya mau menerima hadits Nabi SAW, jika hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahlul Bait. Dan yang dimaksud Ahlul Bait menurut Syi’ah adalah Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husein, serta keturunan mereka.     


Tentang Syahadat 
 Syahadat adalah pintu masuk seseorang ke dalam agama Islam. Kalimat yang diucapkan sebagai tanda iqrar/kesaksian seseorang bahwa dia masuk Islam adalah dengan cara mengucapkan Syahadat. Syahadat yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW yang pertama bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan yang kedua bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Oleh karena itu, syahadat dalam Islam dikenal dengan sebutan ”syahadatain”  artinya ”dua kalimah syahadat.”
Akan tetapi, Syi’ah menambah kalimat syahadat yang yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Padahal, dalam propagandanya mereka mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait Rasulullah SAW.

Perbedaan Syahadat antara Sunni dan Syi’ah
 SYAHADAT  SUNNI
SYAHADAT  SYI’AH

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah.
وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah.”
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
”Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا وَلِيُّ اللهِ
”Aku bersaksi bahwa Ali adalah wali Allah.”
أَبْرَئُ إِلَى اللهِ مِنْ أَبِيْ بَكْرٍ وَ عُمَرَ وَ عُثْمَانَ وَ عَائِشَةَ وَ حَفْصَةَ وَ جَمِيْعِ أَعْدَاءِ أَهْلِ بَيْتِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ
”Aku berlepas diri kepada Allah dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, Hafshah dan seluruh musuh-musuh Ahlu Bait Rasulullah SAW.”
Adapun syahadat yang lainnya, yaitu dengan tambahan bersyahadat kepada 12 Imam Syi’ah:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah.”
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
”Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
1. أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Ali Amirul Mu`minin adalah wali Allah.”
أَشْهَدُ أَنَّ فَاطِمَةَ الزَّهْرَاءَ حُجَّةُ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Fathimah Az-Zahra adalah Hujjah Allah.”
2. أَشْهَدُ أَنَّ الْحَسَنَ حُجَّةُ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Al-Hasan adalah Hujjah Allah.”
3. أَشْهَدُ أَنَّ الْحُسَيْنَ حُجَّةُ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Al-Husein adalah Hujjah Allah.”
4. أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا السَّجَّادَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Ali As-Sajjad adalah Wali Allah.”
5. أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا الْبَاقِرَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Muhammad Al-Baqir adalah Wali Allah.”
6. أَشْهَدُ أَنَّ جَعْفَرَ الصَّادِقَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Ja’far Ash-Shadiq adalah Wali Allah.”
7. أَشْهَدُ أَنَّ مُوْسَى الْكَاظِمَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Musa Al-Kazhim Wali Allah.”
8. أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا الرِّضَا وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Ali Ar-Ridha Wali Allah.”
9. أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا الْجَوَادَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Muhammad Al-Jawad Wali Allah.”
10. أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا الْهَادِيَ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Ali Al-Hadi Wali Allah.”
11. أَشْهَدُ أَنَّ الْحَسَنَ الْعَسْكَرِيَّ وَلِيُّ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Al-Hasan Al-Askari Wali Allah.”
12. أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا الْمَهْدِيَّ حُجَّةُ اللهِ
“Aku bersaksi bahwa Muhammad Al-Mahdi Hujjah Allah.”
Sumber: Fadak TV, www.frqan.com, www.al-qatrah.net

Tentang Rukun Islam
Dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: بُنِيَ الْإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ إِقَامِ الصَّلاَةِ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ وَ صَوْمِ رَمَضَانَ. ( رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَ مُسْلِمٌ )
Dari Abi Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab RA dia berkata, ”Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ’Islam itu dibangun di atas 5 perkara: Bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah; mendirikan shalat; membayar zakat; berhaji ke Baitullah; dan shaum (puasa) di bulan Ramadhan,’” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits di atas, jelas bahwa Rasulullah SAW menetapkan 5 (lima) Rukun Islam. Akan tetapi, Syi’ah tidak mengikuti ajaran Rasul SAW. Mereka memiliki Rukun Islam sendiri, bahkan tidak memasukkan Syahadat sebagai Rukun Islam yang pertama, karena memang Syahadat-nya sudah berbeda dengan kita.

Perbedaan Rukun Islam antara Sunni dan Syi’ah
5 RUKUN ISLAM SUNNI
5 RUKUN ISLAM SYI’AH
10 RUKUN ISLAM
SYI’AH
1.    Syahadat
2.    Shalat
3.   Zakat
4.   Puasa
5.   Haji
1.     Shalat
2.    Zakat
3.    Puasa
4.   Haji
5.    Al-Wilayah
(Meyakini Kepemimpinan 12 Imam Syi’ah)
1.    Shalat
2.    Puasa
3.   Zakat
4.   Khums
5.   Haji
6.   Jihad
7.   Amar Ma`ruf dan Nahi Munkar
8.   (Nomor delapan tidak ada).
9.   Tawalla (membenci apa yang dibenci Rasul SAW dan Ahlul Baitnya)
10. Tabarra (mencintai apa yang dicintai Rasul SAW dan Ahlul Baitnya)
11.  Amal Saleh
Catatan:
-  10 Rukun Islam versi Syi’ah terdapat dalam buku 40 Masalah Syi’ah, karangan Emilia Renita AZ, yang diterbitkan oleh IJABI bekerjasama dengan The Jalal Center, Oktober 2009, hal. 122.
Pada buku tersebut No. 8 tidak ada (mungkin terlewat), sehingga tertulis sampai nomor 11.
-  Di samping itu, penulis berkata, ”Sengaja buku ini dibuat sebagai hadiah kecil saya, kepada Imam tercinta, Imam Ali bin Abi Thalib (as) di hari pengangkatan Beliau sebagai pelanjut kepemimpinan setelah Nabi saw,” (hal. 15).




Tentang Rukun Iman
Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ، شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ ، شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعَرِ، لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَ لَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَ وَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ، وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ تُقِيْمُ الصَّلَاةِ وَ تُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَ تَصُوْمَ رَمَضَانَ وَ تَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلًا، قَالَ: صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ: يَسْأَلُهُ وَ يُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الْإِيْمَانِ قَالَ: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ  وَ مَلَائِكَتِهِ وَ كُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ، قَالَ: صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عِنِ الْإِحْسَانِ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ ) رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ (
Dari Umar bin Khaththab RA dia berkata: …”Pada saat kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW pada suatu hari, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki memakai baju yang sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Tidak terlihat pada dirinya bekas-bekas perjalanan (pakaiannya lusuh atau badannya berkeringat). Tetapi kami juga tidak mengenalnya. Dia (pun) duduk menghadap Nabi Muhammad SAW, mendekatkan kedua lututnya dengan lutut Nabi Muhammad SAW, dan dia meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha Rasulullah SAW. Dia bertanya, ”Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku, apa Islam itu?” Maka Rasulullah SAW bersabda, ”Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat dan menunaikan (membayar) zakat, engkau berpuasa di bulan Ramadhan dan melaksanakan ibadah haji jika engkau mampu.” Maka dia (yang tadi bertanya) berkata, ”Engkau benar wahai Muhammad!” Kami menjadi heran. Dia yang bertanya dan dia juga yang membenarkannya. Dia bertanya lagi,”Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku, apa Iman itu?” Maka Rasulullah SAW bersabda, ”Engkau beriman kepada Allah, (beriman) kepada para malaikat-Nya, (beriman) kepada kitab-kitab-Nya, (beriman) kepada para utusan-Nya, (beriman) kepada hari akhir dan engkau beriman kepada taqdir Allah, yang baik dan yang buruknya.” Maka dia (yang tadi bertanya) berkata, ”Engkau benar wahai Muhammad!” Dia bertanya lagi,”Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku, apa Ihsan itu?” Maka Rasulullah SAW bersabda,”Engkau beribadah kepada Allah, seolah-olah engkau bisa melihat-Nya. Kalau engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”Dia bertanya lagi,”Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku tentang Kiamat!” Maka Rasulullah SAW bersabda,”Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya (artinya sama-sama tidak tahu),” (HR Al-Bukhari).

Dalam hadits di atas, jelas bahwa Rasulullah SAW menetapkan 6 (enam) Rukun Iman. Akan tetapi, Syi’ah tidak mengikuti ajaran Rasul SAW. Mereka menetapkan Rukun Iman sendiri yang jumlahnya hanya 5 (lima).

Perbedaan Rukun Iman antara Sunni dan Syi’ah
RUKUN IMAN SUNNI
RUKUN IMAN SYI’AH
1.    Iman kepada Allah SWT.
2.    Iman kepada para Malaikat Allah SWT.
3.   Iman Kitab-kitab Allah SWT.
4.   Iman kepada para utusan Allah SWT.
5.   Iman kepada hari Kiamat.
6.   Iman kepada Taqdir yang baik dan yang buruk.
1.     Percaya kepada ke-Esa-an Allah SWT (At-Tauhid)
2.    Percaya kepada Keadilan (Al-‘Adalah)
3.    Percaya kepada Kenabian (An-Nubuwwah)
4.   Percaya kepada Imamah (Al-Imamah)
5.    Percaya kepada Hari Kiamat (Al-Ma’ad)

Dalam Islam, setiap ibadah memiliki syarat dan rukunnya, baik wudlu, shalat, haji, shaum, dan ibadah-ibadah lainnya. Misalnya saja dalam ibadah shalat, ada istilah sunat shalat dan rukun shalat. Apabila sunat shalat tersebut ditinggalkan, maka shalatnya masih sah. Akan tetapi jika rukun shalat yang ditinggalkan, maka shalatnya menjadi batal. Rukun Islam sudah ditentukan oleh Rasulullah SAW. Apabila ada yang berani merubah dan menggantinya, maka Islamnya menjadi batal. Demikian juga dengan Rukun Iman, barangsiapa yang berani merubah dan menggantinya, maka Imannya menjadi batal.
Dengan demikian, jelaslah bahwa ajaran Syi’ah telah sesat. Dikarenakan Syi’ah bukan hanya mengingkari salah satu dari 5 Rukun Islam dan 6 Rukun Iman, akan tetapi Syi’ah telah berani merubah, menghilangkan, dan menambah Rukun Islam dan Rukun Iman yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.

Tentang Adzan dan Iqamat
Adzan adalah panggilan untuk shalat. Kaum muslimin di seluruh penjuru dunia telah mengetahui bahwa adzan itu hanya ada satu versi. Yaitu adzan yang pertama kali dikumandangkan oleh Bilal bin Rabah dan Ibnu Ummi Maktum sejak zaman Rasulullah SAW, sampai dengan sekarang.
Akan tetapi, Syi’ah menambah lafadz adzan yang sudah ditetapkan Rasul SAW. Begitupun dengan Iqamat, Syi’ah memiliki Iqamat sendiri yang disesuaikan dengan lafadz adzan-nya.

Perbedaan Adzan antara Sunni dan Syi’ah
ADZAN AHLU SUNNAH

ADZAN SYIAH
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ (2×)

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ (2×)
Allah Maha Besar; Allah Maha Besar (2x)

Allah Maha Besar; Allah Maha Besar (2x)
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ (2×)

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ (2×)
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (2x)

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (2x)
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ  (2×)

أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ  (2×)
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah (2x)

Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah (2x)


أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا وَلِيُّ اللهِ (1×)


Aku bersaksi bahwa Ali adalah wali Allah


أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا حُجَّةُ اللهِ (1×)


Aku bersaksi bahwa Ali adalah hujjah Allah (1x)
حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ (2×)

حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ (2×)
Mari (kita) shalat (2x)

Mari (kita) shalat (2x)
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ (2×)

حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ (2×)
Mari (kita) menuju kebahagiaan (2x)

Mari (kita) menuju kebahagiaan (2x)


حَيَّ عَلَى خَيْرِ الْعَمَلِ (2×)


Mari (kita) menuju perbuatan baik (2x)
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
Allah Maha Besar; Allah Maha Besar

Allah Maha Besar; Allah Maha Besar
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ (2×)
Tidak ada Tuhan selain Allah

Tidak ada Tuhan selain Allah (2x)

Perbedaan Iqamat antara Sunni dan Syi’ah
ADZAN AHLU SUNNAH

ADZAN SYIAH
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
Allah Maha Besar; Allah Maha Besar

Allah Maha Besar; Allah Maha Besar
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ (2×)
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (2x)
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ  (2×)
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah

Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah (2x)


أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا وَلِيُّ اللهِ (1×)


Aku bersaksi bahwa Ali adalah wali Allah


أَشْهَدُ أَنَّ عَلِيًّا حُجَّةُ اللهِ (1×)


Aku bersaksi bahwa Ali adalah hujjah Allah (1x)
حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ

حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ (2×)
Mari (kita) shalat

Mari (kita) shalat (2x)
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ

حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ (2×)
Mari (kita) menuju kebahagiaan

Mari (kita) menuju kebahagiaan (2x)


حَيَّ عَلَى خَيْرِ الْعَمَلِ (2×)


Mari (kita) menuju perbuatan baik (2x)
قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ (2×)

قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ (2×)
Shalat (akan) dilaksanakan (2x)

Shalat (akan) dilaksanakan (2x)
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
Allah Maha Besar; Allah Maha Besar

Allah Maha Besar; Allah Maha Besar
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ (2×)
Tidak ada Tuhan selain Allah

Tidak ada Tuhan selain Allah (2x)

Tentang Wudlu
Para ulama telah sepakat bahwa wudlu merupakan syarat sahnya shalat. Jika ada seorang muslim yang akan menunaikan shalat tetapi dia tidak berwudlu terlebih dahulu, maka shalatnya tidak sah. Tata cara wudlu telah dijelaskan dalam hadits Nabi SAW. Di antaranya yang telah dijelaskan oleh Himran maula Utsman:
عَنْ حِمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ : أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوْءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مّرَّاتٍ، ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ وَ اسْتَنْثَرَ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِيْ هَذَا. متفق عليه.
Dari Himran maula Utsman RA: “Sesungguhnya Utsman pernah meminta (disiapkan) air untuk wudlu. Maka Utsman mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian dia berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya (istinsyaq), kemudian dia mencuci wajahnya sebanyak tiga kali, kemudian dia mencuci tangan kanannya sampai siku sebanyak tiga kali, kemudian tangan kiri seperti itu, kemudian dia mengusap kepalanya, kemudian dia mencuci kaki kanannya sampai ke mata kaki sebanyak tiga kali, kemudian kaki kiri seperti itu; kemudian Utsman berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah SAW berwudlu seperti wudlu aku ini,” (Muttafaq Alaih).

Dari hadits ini, kaum muslimin di dunia mengetahui tata cara wudlu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW untuk diikuti oleh seluruh umatnya. Akan tetapi, tata cara wudlu yang dipraktikkan oleh Syi’ah berbeda dengan yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW.

Perbedaan Tata Cara Wudlu antara Sunni dan Syi’ah
(Shalat Dalam Mazhab Ahlul Bait, Hidayatullah Husein Al-Habsyi, hal. 60-63)
WUDLU  SUNNI
WUDLU  SYI’AH
1. Mencuci kedua telapak tangan sebanyak 3 kali. Membaca basmalah, “bismillaah.” Setelah itu berkumur-kumur sambil menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya (istinsyaq).
1. Langsung membasuh wajah (mengusap-ngusap wajah sambil berdoa: 
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِيْ يَوْمَ تَسْوَدُّ فِيْهِ الْوُجُوْهُ، وَ لَا تُسَوِّدْ وَجْهِيْ يَوْمَ تَبْيَض فِيْهِ الْوُجُوْهُ.
Ya Allah, putihkanlah (bercahaya) wajahku pada hari semua wajah manusia menjadi hitam, dan janganlah Engkau hitamkan wajahku pada hari semua wajah manusia menjadi putih (bercahaya).”
2. Membasuh wajah sebanyak 3 kali dan membasuh janggut bagi yang berjanggut.
2. Membasuh tangan kanan sampai sikut, sambil berdoa:
اَللَّهُمَّ أَعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِيَمِيْنِيْ وَ الْخُلْدَ فِيْ الْجِنَانِيْ بِيَسَارِيْ وَ حَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرًا.
”Ya Allah, berikanlah kitabku melalui tangan kananku, dan kekekalan dalam surga melalui tangan kiriku; dan hisablah aku dengan hisab yang ringan.”
3. Membasuh tangan kanan sampai ke sikut sebanyak 3 kali dan disusul dengan membasuh tangan sebelah kiri sebanyak 3 kali sampai sikut juga.
3. Terus membasuh tangan sebelah kiri sambil berdoa:
اَللَّهُمَّ لَا تُعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِشِمَالِيْ وَ لَا تَجْعَلْهَا مَغْلُوْلَةً إِلَى عُنُقِيْ.
”Ya Allah, janganlah Engkau berikan kitabku dengan tangan kiriku dan jangan pula terbelenggu di leherku.”
4. Mengusap kepala sampai ke belakang. Dari belakang diusapkan ke depan sampai dahi, sebanyak 1 kali saja dan disusul dengan mengusap kedua daun telinga.
4. Terus mengusap rambut (tanpa air) sambil berdoa:
اَللَّهُمَّ غَشِّنِيْ بِرَحْمَتِكَ وَ بَرَكَاتِكَ وَ عَفْوِكَ.
”Ya Allah, penuhilah aku dengan rahmat, berkah dan ampunan-Mu.”
5. Membasuh kedua kaki sebelah kanan dan kiri sebanyak 3 kali.  
5. Terus mengusap kaki kanan dan kaki kiri (tanpa air) sambil berdoa:
اَللَّهُمَّ ثَبِّتْنِيْ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيْهِ الْأَقْدَامُ وَ اجْعَلْ سَعْيِيْ فِيْمَا يُرْضِيْكَ.
”Ya Allah, teguhkanlah aku di atas Shirat pada hari semua kaki tergelincir dan jadikanlah oleh-Mu usahaku ini menuju hal yang diridhai-Mu.”
6. Membaca doa setelah wudlu.
6. Tidak ada doa setelah wudlu.

Tentang WAKTU SHALAT dan TATA CARA SHALAT
Shalat adalah sarana berkomunikasi seorang hamba dengan Rabb-nya. Dan shalat adalah tiangnya agaman, karena merupakan sebuah ibadah yang ditetapkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya. Tata cara dan aturannya harus mengikuti kehendak yang diinginkan oleh Allah SWT. Mulai dari waktu, gerakan, dan bacaan shalat. Semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui sunnahnya. Tata cara shalat yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW adalah seperti shalat yang dilakukan oleh kaum muslimin yang mengikuti petunjuk Rasulullah SAW di seluruh penjuru dunia.
Akan tetapi, Syi’ah telah berani menentukan sendiri waktu-waktu yang diperuntukkan untuk pelaksanaan shalat. Bahkan, tata cara shalat pun, baik gerakan maupun bacaannya, mereka tentukan sendiri.

Perbedaan Waktu-waktu Shalat antara Sunni dan Syi’ah
(Shalat Dalam Mazhab Ahlul Bait, Hidayatullah Husein Al-Habsyi, hal. 87-93)

WAKTU SHALAT SUNNI
WAKTU SHALAT SYI’AH
1. Waktu Shalat Dhuhur:
Yaitu setelah matahari condong sedikit dan selama keadaan bayang-bayang seseorang sama panjang dengan tingginya.
1. Waktu Shalat Dhuhur:
Waktu Mukhtash
Dimulai dari cahaya matahari yang sudah condong sampai seseorang selesai melaksanakan shalat  empat rakaat.
Waktu Musytarak
Dimulai dari selesainya seseorang melaksanakan shalat empat rakaat sampai sebelum matahari terbenam, cukup untuk melaksanakan shalat sebanyak empat rakaat.
2. Waktu Shalat Ashar:
Yaitu selama sinar matahari belum menguning (tidak terlalu sore).

2. Waktu Shalat Ashar:
Waktu Mukhtash: Setelah seseorang selesai melaksanakan shalat Dhuhur empat rakaat, sampai sebelum matahari terbenam, cukup untuk melaksanakan shalat sebanyak empat rakaat.
Waktu Musytarak: Sebelum matahari terbenam, cukup untuk melaksanakan shalat empat rakaat.
3. Waktu Shalat Maghrib:
Yaitu sejak terbenam matahari dan lembayung masih terlihat di ufuk (belum terlalu gelap).
3. Waktu Shalat Maghrib:
Waktu Mukhtash: Dimulai dari sebelum terbenamnya mega merah di ufuk barat.
Waktu Musytarak: Dimulai dari terbenamnya mega merah tersebut sampai sebelum tibanya pertengahan malam, cukup untuk melaksanakan shalat empat rakaat.
4. Waktu Shalat Isya:
Yaitu sampai pertengahan malam yang pertama.
4. Waktu Shalat Isya:
Boleh dikerjakan setelah shalat Maghrib sampai dengan pertengahan malam.
5. Waktu Shalat Shubuh:
Yaitu sejak terbit fajar (cahaya melintang di ufuk timur) sampai sebelum terbit matahari.
5. Waktu Shalat Shubuh:
Waktu Mukhtash: Dimulai dari terbitnya fajar shadiq sampai remang-remang.
Waktu Musytarak: Dimulai dari remang-remang tersebut sampai matahari terbit.

Dalam buku Shalat Dalam Mazhab Ahlul Bait yang ditulis oleh Hidayatullah Husein Al-Habsyi, hal. 92 disebutkan,
“Untuk lebih memperjelas waktu-waktu shalat di atas dalam istilah yang biasa dipakai oleh kalangan ahli fiqih di antaranya sebagai berikut:
a.    Setiap shalat masing-masing memiliki dua waktu:
·  Waktu mukhtash, yaitu waktu yang dikhususkan untuk nama yang ditentukan (baik Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’) dalam waktu yang dikhususkan tersebut tidak boleh melakukan selain pemilik waktu.
·  Waktu musytarak, terjadinya seusai melakukan shalat Dhuhur atau Maghrib.
b.    Waktu mukhtash, atau waktu yang dikhususkan terdapat pada semua shalat. Adapun jangka waktunya untuk Dhuhur dari masuknya waktu sampai terlaksananya empat rakaat, untuk Ashar sebelum terbenamnya matahari sekadar seorang melakukan shalat empat rakaat, untuk Maghrib sebelum dan sampai terbenamnya mega merah di ufuk barat, untuk shalat Isya’ dari sebelum tibanya pertengahan malam sekadar tujuh atau sepuluh rakaat sampai tibanya pertengahan malam.
c.    Waktu musytarak, atau waktu gabungan, keberadaannya setelah melaksanakan shalat Dhuhur atau Maghrib. Jelasnya, kalau diumpamakan setiap shalat memakan waktu sepuluh menit, maka pada menit-menit sesudahnya adalah waktu musytarak.
d.    Waktu Afdhol ialah melakukan shalat pada waktu yang telah ditentukan di atas. (Dhuhur dan Ashar dari masuknya waktu sampai sebelum terbenamnya matahari sekadar seseorang melakukan shalat empat rakaat, untuk Maghrib dan Isya’ dari masuknya waktu sampai sebelum tibanya pertengahan malam sekadar tujuh atau sepuluh rakaat).”

Perbedaan Tata Cara Shalat antara Sunni dan Syi’ah
SHALAT SUNNI
SHALAT SYI’AH
Tidak ada pemandu ketika shalat berjamaah
Dalam Shalat berjamaah, kadang ada Pemandu Shalat, tapi dia sendiri tidak ikut shalat berjamaah
1. Takbiratul ihram, mengangkat tangan sampai bahu/telinga kemudian meletakkannya di atas dada/ulu hati (bersedekap).
1. Takbiratul ihram, mengangkat tangan sampai bahu/telinga tapi tidak meletakkannya di atas dada/ulu hati (tidak bersedekap).
2.  Membaca doa iftitah.
2.   Membaca doa iftitah.
3. Membaca ta’awwudz dan basmalah kemudian membaca Al-Fatihah. Dan di akhir bacaan Al-Fatihah mengucapkan ”aamiin.”
3. Membaca ta’awwudz dan basmalah kemudian membaca Al-Fatihah. Di akhir Al-Fatihah tidak mengucapkan ’aamiin.’ Karena menurut aqidah Syi’ah bahwa mengucapkan ’aamiin’ bisa membatalkan shalat. Mereka menggantinya dengan membaca ’al-hamdulillaahi robbil ’aalamiin’.
4. Membaca surat-surat Al-Qur`an dan kemudian takbir untuk rukuk, dan membaca bacaan rukuk.
4. Membaca surat-surat Al-Qur`an dan kemudian takbir untuk rukuk, dan membaca bacaan rukuk.
5. Kemudian bangkit dari rukuk (i’tidal) dengan mengangkat tangan sambil membaca bacaan i’tidal.
5. Kemudian bangkit dari rukuk tanpa mengangkat tangan sambil membaca bacaan i’tidal.
6. Takbir untuk sujud tanpa mengangkat kedua tangan. Kemudian sujud dan membaca bacaan sujud.
6. Takbir untuk sujud dengan mengangkat kedua tangan. Kemudian sujud dan membaca bacaan sujud.
7. Takbir, kemudian duduk di antara dua sujud dan membaca bacaannya.
7. Takbir, kemudian duduk di antara dua sujud tanpa membaca apa-apa. Versi lain sambil membaca :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ رَبِّيْ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ. [مرة واحدة]
”Aku meminta ampun kepada Allah sebagai Rabbku dan aku bertaubat kepada-Nya.”(1 kali)
8. Sambil duduk di antara dua sujud, bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan untuk sujud yang kedua. Dan membaca bacaan sujud.
8. Sambil duduk di antara dua sujud, bertakbir dengan mengangkat tangan untuk sujud yang kedua. Dan membaca bacaan sujud.
9. Kemudian bangkit kembali untuk rakaat kedua. Lalu membaca Al-Fatihah seperti rakaat pertama, dan mengucapkan ’aamiin’.
Setelah itu membaca surat-surat pendek, dilanjutkan bertakbir untuk rukuk.

9. Kemudian bangkit untuk rakaat kedua. Lalu membaca Al-Fatihah seperti rakaat pertama, tapi tidak mengucapkan ’aamiin’.
Setelah membaca surat-surat pendek, dilanjutkan dengan mengangkat kedua tangan sambil membaca doa:
رَبَّنَا آتِنَا فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَ فِيْ الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.
”Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa api neraka.”
Bahkan, memanjatkan doa yang berisi cacian/ makian kepada Abu Bakar, Umar, dan Aisyah:
وَ الْعَنْ أَعْدَاءَكَ أَجْمَعِيْنَ سِيَّمَا أَبَا بَكْرٍ وَ عُمَرَ وَ عَائِشَةَ.
”Dan kutuklah musuh-musuh-Mu semuanya, terutama Abu Bakar, Umar dan Aisyah.”
10. Kemudian rukuk sambil membaca doa rukuk. Kemudian bangkit dari rukuk sambil membaca doa i’tidal.
Lalu bertakbir untuk sujud, kemudian sujud dan membaca bacaan sujud.
Kemudian bangkit dari sujud dan duduk di antara dua sujud sambil membaca doa.
10. Kemudian rukuk dan membaca ’subhaanalloh’ satu kali. Kemudian bangkit dari rukuk dan langsung takbir dengan mengangkat tangan untuk sujud.
Kemudian sujud dengan membaca bacaan sujud, dan bangkit dari sujud untuk duduk di antara dua sujud (tanpa membaca doa apapun).
11. Kemudian duduk tahiyyat sambil membaca doa tahiyyat.
11. Kemudian duduk tahiyyat sambil membaca doa.
Doa tahiyyat akhir versi lain:
بِسْمِ اللهِ وَ بِاللهِ، وَ الْحَمْدُ ِللهِ، وَ خَيْرُ لِلْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى ِللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ، اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ، اَلسَّلَامُ عَلَيْنَا وَ عَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ.
“Dengan menyebut nama Allah dan demi Allah dan segala puji bagi Allah dan kebaikan Asmaul Husna adalah untuk Allah, aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah yang esa tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, wahai Allah, semoga selawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, semoga keselamatan dan keberkahan kepadamu wahai Nabi, semoga keselamatan atas kami dan atas hamba-hamba-Mu yang saleh.”
12. Mengucapkan salam sambil menengok ke arah kanan dan kiri.
12. Mengucapkan salam sebanyak 1 kali, tanpa menengok ke arah kanan dan kiri.
Setelah salam, bertakbir kembali sebanyak 3 kali dalam posisi masih duduk tahiyyat akhir sambil tangan kanan menepuk-nepuk paha kanan (3x) dan tangan kiri menepuk paha kiri (3x).
13. Untuk shalat yang 4 rakaat, pada rakaat 3 dan 4 cukup membaca Al-Fatihah tanpa membaca surat pendek.
13. Untuk shalat yang 4 rakaat, pada rakaat 3 dan 4 boleh tidak membaca Al-Fatihah. Dan diganti dengan membaca, ’subhaanallooh wal hamdu lillaah, wa laa ilaaha illallooh walloohu akbar.’

Kesimpulan
Perbedaan-perbedaan seperti dijelaskan di atas jelas sekali merupakan bentuk penodaan Syi’ah terhadap aqidah dan ajaran Islam yang murni. Di samping itu, perbedaan tersebut membuktikan bahwa ajaran Syi’ah telah menyimpang dari ajaran Islam.
Kesesatan-kesesatan Syi’ah lainnya terdapat dalam buku yang berjudul Fiqih Ja’fari, karangan Muhammad Jawad Mughniyah, yang diterbitkan oleh Lentera, Oktober 1995. Buku tersebut diberi Kata Pengantar oleh Umar Shahab, MA.
Dari buku tersebut, dapat disimpulkan beberapa KESESATAN SYI’AH, yaitu:
  1. Menghilangkan dua kalimat syahadat dalam Rukun Islam Syi’ah.
  2. Menghilangkan kewajiban Iman kepada Qadha dan Qadar di dalam Rukun Iman Syi’ah.
  3. Tidak mewajibkan membaca surah Al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat dalam shalat yang terdiri dari 4 rakaat, yaitu Dzuhur, Ashar, dan Isya. Dan mengganti Al-Fatihah dengan bacaan lain.
“Pada rakaat ketiga salat Magrib dan pada dua rakaat terakhir salat Zuhur, Asar, dan Isya, orang boleh memilih antara membaca al-Fatihah dan membaca:
سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ ِللهِ وَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ.
        Sekali. Namun disunnahkan membacanya tiga kali.” (Fiqih Ja’fari, hal. 162).
  1. Mengganti ucapan ‘aamiin’ di akhir surat Al-Fatihah dengan ucapan al-hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin. Karena Syi’ah meyakini bahwa dengan sengaja membaca ‘aamiin’ setelah bacaan ‘wa ladh-dhaaliin’ akan membatalkan shalat.
“… berdasarkan ucapan Imam Shadiq (as), “Jika engkau salat di belakang seorang imam, lalu ia membaca al-Fatihah dan selesai, maka ucapkanlah, ‘Alhamdu lillahi Rabil’alamin.’ Janganlah engkau mengucapkan ‘Amin.’” (Fiqih Ja’fari, hal. 173).
  1. Membatasi Rukun Shalat hanya 5 Rukun saja.
“Telah kami sebutkan bahwa rukun salat ada lima, yaitu niat, takbiratul ihram, berdiri ketika takbiratul ihram dan sebelum rukuk, rukuk dan dua sujud.” (Fiqih Ja’fari, hal. 177).
  1. Shalat dengan pakaian atau tempat yang najis.
“Seseorang boleh salat pada pakaian atau empat yang najis asalkan kering dan tidak berpindah, kecuali tempat dahi, karena sujud disyaratkan harus pada sesuatu yang suci.” (Fiqih Ja’fari, hal. 144)
  1. Membolehkan shalat dalam keadaan telanjang.
“Imam Shadiq (as) ditanya tentang seorang lelaki yang keluar telanjang, kemudian datang waktu salat. Beliau berkata, “Ia salat telanjang dengan berdiri bila tidak ada yang melihatnya, dan dengan duduk bila ada yang melihatnya.” (Fiqih Ja’fari, hal. 141).
  1. Menghukumi batal shalat.
“Barangsiapa salat tamam dengan sengaja dan tahu, padahal syarat-syarat qasar telah terpenuhi, maka salatnya batal dan ia harus salat lagi di dalam waktu atau qada jika waktu sudah keluar, sebab yang ia lakukan itu bukan yang diperintahkan.” (Fiqih Ja’fari, hal. 241).
  1. Mewajibkan shalat sunnah.
“Salat dua hari raya adalah wajib, begitu juga salat Kusuf.” (Fiqih Ja’fari, hal. 250).
“Salat Khusuf (gerhana) adalah wajib.” (Fiqih Ja’fari, hal. 253).
  1. Perbedaan dalam tata cara shalat Idul Fithri dan Idul Adha.
“Di dalam salat dua hari raya, seseorang mengucapkan takbir sekali untuk membuka salat, kemudian membaca Ummul Kitab dan surat, lalu bertakbir lima kali dengan membaca qunut di antara takbir-takbir tersebut, setelah itu bertakbir sekali untuk rukuk. Pada rakaat kedua, ia membaca Ummul Kitab dan surat, pada rakaat pertama membaca surat al-A’la dan pada rakaat kedua membaca surat asy-Syams, kemudian bertakbir empat kali dengan membaca qunut di antara takbir-takbir tersebut, lalu rukuk dengan takbir kelima.” (Fiqih Ja’fari, hal. 251).
  1. Tentang air yang terkena najis.
“Air yang bekas digunakan untuk membersihkan tempat keluarnya kencing dan tinja adalah suci dengan syarat ia tidak berubah karena najis tersebut, tidak ada najis dari luar yang mengenainya, kencing atau tinja yang keluar itu tidak meluber ke mana, tidak ada darah yang keluar bersamanya, dan tidak terdapat bagian-bagian tinja pada air tersebut.” (Fiqih Ja’fari, hal. 43).
  1. Shalat jenazah tanpa wudlu.
Imam Ridha berkata, “Dan kami membolehkan salat atas mayat tanpa wudu karena dalam salat tersebut tidak ada rukuk dan sujud, sedang kewajiban wudu itu hanyalah untuk salat yang ada rukuk dan sujud.” (Fiqih Ja’fari, hal.  46).
  1. Tentang Tata cara berwudlu.
“Berwudu satu kali adalah fardu, dua kali tidak berpahala, dan tiga kali bid’ah.” (Fiqih Ja’fari, hal. 56).
  1. Tentang tata cara shalat.
“Tiga orang, janganlah kalian salat di belakang mereka: orang yang tidak dikenal, orang yang keterlaluan (melampauai batas), dan orang yang terang-terangan berbuat fasik.” (Fiqih Ja’fari, hal.  209).
“Makmum harus menentukan, di dalam hatinya, imam yang akan ia ikuti, baik dengan (menyebut) namanya, sifatnya, ataupun dengan isyarat.” (Fiqih Ja’fari, hal. 210).
  1. Mendekati kemusyrikan.
“Sujud di atas tanah kuburan Husain (as) menyinari tujuh bumi. Siapa yang memiliki tasbih yang terbuat dari tanah kuburan Husain maka ia dicatat sebagai orang yang bertasbih, sekalipun ia tidak bertasbih dengannya.” (Fiqih Ja’fari, hal. 146).  
  1. Menafsirkan ayat Al-Qur`an secara menyimpang.
”Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapat petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus,” (QS Al-Mulk: 22).
”Mungkin kiasan ini akan menjadi nyata dalam alam jiwa. Dalam hadis shirathal mustaqim, ayat ini ditafsirkan berkenaan dengan Amirul Mukminin dan para imam yang suci. Abil Hasan berkata: ”Allah telah memberikan contoh pada ayat ini bagi orang yang berpaling dari wilayah ’Ali. Mereka ibarat orang yang berjalan terjungkal di atas kepala, serta tidak mendapatkan petunjuk, dan orang yang mengikuti jalan Imam ’Ali adalah jalan mereka yang diluruskan. Jalan yang lurus diartikan dengan Imam ’Ali dan para washi-nya. Sebelum ini kita telah menerangkan bahwa manusia yang sempurna berada pada jalan yang lurus.” (40 Hadis telaah Imam Khomeini atas Hadis-hadis Mistis dan Akhlak, Penerbit Mizan, cetakan 1, Shafar 1415/Juli 1994, hal. 196-197).

Demikian di antara perbedaan-perbedaan prinsipil dan kesesatan-kesesatan yang terdapat dalam aqidah dan ajaran Syi’ah. Hal itu membuktikan bahwa ajaran Syi’ah adalah ajaran sesat dan menyesatkan, sehingga harus diwaspadai oleh umat Islam. Semoga saja penjelasan singkat ini bisa dijadikan bekal kita dalam menyikapi perkembangan ajaran Syi’ah yang semakin pesat, khususnya di Indonesia. []

© LPPI|2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar