Rabu, 16 Maret 2022

Antara Pakistan dan Ahmadiyah

 

NEGARA PAKISTAN DAN AHMADIYAH



            Ketika negara Pakistan merdeka pada tahun 1947 M, Mirza Mahmud selaku pemimpin tertinggi di dalam aliran Ahmadiyah ini pergi dari Qadiyan (India) ke Pakistan. Sedangkan al-Moodi, penguasa pertama Inggris telah menjanjikan tanah di Punjab kepadanya seluas 34.000 ha berada di pinggir sungai Gangga. Pada saat itu, Pemerintah Inggris hanya memungut biaya 100.341 rupee saja untuk registrasi tanah. Di atas tanah inilah, orang-orang Ahmadiyah membangun markas mereka yang diberi nama Mirzail seperti Israel tanpa ada seorang pun yang bisa ikut campur sampai akhirnya Zhafarullah Khan al-Qadiyani menjadi Menteri Luar Negeri Pakistan yang pertama. Pak Menlu pun mulai mendakwahkan ajaran Ahmadiyah ke seluruh dunia dengan menggunakan uang negara Pakistan. Memang benar, Inggris telah meninggalkan India. Akan tetapi, Inggris telah membangun sebuah markas besar bagi anak angkatnya (Mirza Ghulam Ahmad) yang didanai dari uang kaum muslimin India (termasuk Pakistan di dalamnya). Sejak saat itu, orang-orang Ahmadiyah mulai merancang UU, karena mereka melihat kesempatan emas di hadapan mereka. Hal ini lah yang membuat sedih kaum muslimin Pakistan, karena di dalam hati mereka masih ada keimanan. Pada saat itu, orang-orang Ahmadiyah sedang berada di puncak kekuasaan (sedang jaya), mereka seperti seekor kuda liar tak terkendali. Pemerintah Pakistan pun segera mengambil keputusan untuk mempercepat Pemilu, supaya kaum muslimin dan non muslim bisa memilih calon-calon mereka. Pada saat itu, Pemerintah Pakistan memasukkan Ahmadiyah ke dalam kelompok kaum muslimin.

            Menghadapi masalah ini, Amir Syariah yaitu Sayyid Athaullah Syah al-Bukhari segera mengutus singa Islam, yaitu Syaikh Ghulam Ghauts al-Hazarwi dan pejuang Islam Syaikh Muhammad Ali al-Jalandahri untuk menemui Syaikh Abul Hasanat al-Qadiri, pimpinan sekolah al-Barilawiyyah. Maka terjadilah kesepakatan antara al-Barilawiyyah, Deobandiyah, Ahlul Hadits dan Syiah untuk menggerakkan rakyat melawan Ahmadiyah. Di kemudian hari, pada tahun 1953, pergerakan ini dikenal dengan nama Khatmun Nubuwwah. Seluruh alumni Darul Ulum Deoband telah berperan sebagai para pejuang di dalam pergerakan ini. Pergerakan ini telah mampu menahan laju pergerakan kuda liar Ahmadiyah. Akhirnya Zhafrullah (yang terlaknat) tidak bisa menjadi menteri kembali. Sehingga kekuatan Ahmadiyah porak poranda dan Ahmadiyah berjalan di muka bumi Pakistan sambil merangkak (terseok-seok).

            Para pelajar Darul Ulum Deoband layak menerima ucapan terimakasih dan penghargaan demi pembelaan mereka terhadap aqidah khatmun nubuwwah ini. Akhirnya pada tahun 1949 M., kumpulan ini berubah nama menjadi Majlis Tahaffuzh Khatmun Nubuwwah sebagai lembaga independen untuk memantau pergerakan Ahmadiyah, setelah terjadi pergerakan khatmun nubuwwah pada tahun 1953. Pada kesempatan yang lain, demi untuk membimbing kaum muslimin Pakistan, penerapan syariah Islam di dalam negeri Pakistan, penyebaran agama Islam, maka lembaga ini pun berkecimpung di bidang politik. Mahmud, seorang intelektual muslim di parlemen Pakistan dan Syaikh Ghulam Ghauts al-Hazarwi, seorang singa Allah telah berupaya membela aqidah khatmun nubuwwah di Parlemen pada zaman pemerintahan Ayyub Khan yang akan ditulis di dalam sejarah Pakistan. Seperti ini lah Ahmadiyah diawasi terus menerus, baik dari aspek agama maupun politik. Selain itu, banyak juga dari jemaat Ahmadiyah yang masuk ke Angkatan Bersenjata Pakistan dan ke departemen yang lainnya, karena mendapatkan instruksi dari atasan mereka di Inggris. Makar Ahmadiyah ini dilawan oleh sebuah kelompok independen yang terdiri dari para ulama, seperti Syaikh Ahmad Ali al-Lahore, Syaikh Sayyid Athaullah Syah al-Bukhari, Syaikh Ghulam Ghauts al-Hazarwi, Syaikh Mufti Mahmud, Syaikh Qadhi Ihsan Ahmad al-Syuja’ Abadi, Syaikh Kul Badsyah, Syaikh Muhammad Yusuf al-Banuri, Syaikh Khair Muhammad al-Jalandahri, Syaikh Taj Muhammad, Syaikh Lalu Husain Akhtaru, Syaikh Mufti Muhammad Syafi, Syaikh Abdurrahman al-Mayanawi, Syaikh Muhammad Hayyat, Syaikh Abdulqayyum, Syaikh Abdulwahid, Syaikh Muhammad Abdullah al-Darkhawasti semoga Allah SWT  merahmati mereka semuanya. Juga didukung oleh ribuan murid-murid dan jutaan para pengikut dan simpatisan mereka. Semua ini tak lepas dari kiprah sekolah Darul Ulum Deoband. Tidak mungkin bagi kami untuk menyebutkan nama-nama mereka semuanya. Seluruh nama dan peran serta mereka tidak perlu disebutkan. Karena sesungguhnya mereka akan mendapatkan pahalanya dari Allah SWT, dan itulah sebaik-baik pahala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar