Rabu, 16 Maret 2022

Awal Mula Fatwa Sesat terhadap Ahmadiyah

 

 FATWA PERTAMA TERHADAP AHMADIYAH

(Sumber : Kitab Miratul Qadiyaniyyah)


 

            Disebutkan ketika perjuangan Mirza Ghulam Ahmad mulai berkembang sedikit demi sedikit. Akhirnya dia pun merantau ke sebuah kota yang bernama Ludhiana pada tahun 1301 H./1884 M. Di Ludhiana, Syaikh Muhammad al-Ladhyani dan Syaikh Abdullah al-Ladhyanawi dan Syaikh Muhammad Ismail al-Ladhyanawi rahimahumullah mengeluarkan sebuah fatwa bahwasanya Mirza Ghulam Ahmad itu bukan seorang mujaddid (pembaharu), tapi justru dia adalah seorang zindiq (ateis) dan orang sesat. (Fatawa Qadiriyah hal. 3).

            Merupakan karunia dari Allah SWT bahwasanya Allah SWT telah memberikan taufiq kepada para ulama Deobandi untuk mengafirkan Mirza Ghulam Ahmad. Orang yang pertama kali mengeluarkan fatwa kafir tersebut adalah Syaikh Muhammad al-Ladhyanawi yaitu kakek dari Syaikh Habiburrahman al-Ladhyanawi yang dikenal dengan pimpinan Gerakan Pembebasan. Fatwa dari para ulama ini seperti melempar sebuah batu ke dalam air yang tergenang (air yang tidak mengalir), maka percikannya menciprat dan keadaan pun menjadi berubah. Maka mulailah orang-orang ikut serta ke dalam perjuangan ini pada zaman Syaikh Muhammad Husain al-Batalawi yang setuju terhadap pemikiran-pemikiran Mirza Ghulam Ahmad. Tapi kemudian, Syaikh Muhammad Husain al-Batalawi mengeluarkan fatwa kufur terhadap Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1890 M. Maka Mirza Ghulam Ahmad membalasnya dengan menyebar luaskan majalah-majalah dan buku-bukunya dengan bantuan Inggris. Para ulama telah berusaha menyampaikan bantahan terhadap majalah dan buku-buku tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini lah yang membuat gembira para pembaca, bahwasanya Allah SWT telah menolong para ulama Deobandi untuk merumuskan fatwa kufur terhadap Mirza Ghulam Ahmad. Fatwa kufur ini dirumuskan oleh Syaikh Muhammad Suhul, dosen di Darul Ulum Deobandi. Inilah terjemahannya :

(1)   Mirza Ghulam Ahmad (dicap) telah murtad, zindiq (atheis), sesat dan kafir.

(2)   Islam melarang umatnya bermuamalah dengan para pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Kaum muslimin pun dilarang mengucapkan salam kepada mereka. Tidak boleh berbesanan dengan mereka; tidak boleh memakan sembelihan mereka dan harus menjauhi mereka sebagaimana harus menjauhi Yahudi, orang-orang Hindu dan orang-orang Nashrani.

(3)   Shalat di belakang orang-orang Ahmadiyah adalah seperti shalat di belakang orang-orang Yahudi, Nashrani dan orang-orang Hindu.

(4)   Orang-orang Ahmadiyah tidak diperbolehkan masuk ke dalam masjid kaum muslimin. Mereka tidak boleh melaksanakan (ritual) ibadah mereka di dalam masjid kaum muslimin sebagaimana terlarang bagi orang-orang Hindu.

(5)   Mirza Ghulam Ahmad adalah penduduk Qadiyan (sebelah utara India). Oleh karena itu, para pengikutnya disebut Qadiyaniyyah, sekte Ghulamiyyah atau jemaat setan iblis.    

                  

Fatwa ini ditandatangani oleh beberapa orang para ulama dari India seperti Syaikh Mahmud al-Hasan al-Deobandi, Syaikh Mufti Muhammad Hasan, Syaikh Sayyid Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri, Syaikh Sayyid Murtadha Hasan al-Sanidfuri, Syaikh Abdussami, Syaikh Mufti Azizurrahman al-Deobandi, Syaikh Muhammad Ibrahim al-Balyawi, Syaikh al-Adab I’zaz Ali al-Deobandi, Syaikh Habiburrahman dan para ulama lainnya yang mempunyai hubungan dengan Deobandi, Saharnafur, Dahla, Calcuta, Dakka, Pesyawar, Rampur, Rawalbandi, Huzarah, Murad Abad, Wazir Abad, Multan, Mayan Wali dan lain-lainnya. Dengan ini semua, Anda bisa mengukur seberapa ketelitian dan kekuatan fatwa ini. Tidak ada jalan lagi bagi orang-orang yang ingin menambah-nambah fatwa ini setelah tabir kekufuran Ahmadiyah terkuak dalam rentang waktu seratus tahun. Para ulama senior telah menyusun fatwa yang sangat teliti ini setelah memikirkan dan memahaminya matang-matang. Fatwa ini mencakup semua bagian dan tidak ada yang kurang sedikit pun, walaupun sudah berjalan seratus tahun lebih. Kemudian keluarlah sebuah fatwa dari Dar Ulum Deobandi tahun 1332 Hijriyah di bawah bimbingan Syaikh Mufti Azizurrahman mengenai haramnya berbesanan dengan orang-orang Ahmadiyah. Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh Sayyid Ashgar Husain dan Syaikh Rasul Khan, Syaikh Muhammad Idris al-Kandahlawi, Syaikh Jul Muhammad Khan dari Deobandi, Syaikh Inayat Ali al-Saharnafuri rektor Universitas Mazhahirul Ulum, Syaikh Khalil Ahmad al-Saharnafuri, Syaikh Abdurrahman al-Kamalfuri, Syaikh Abdullathif, Syaikh Badar Alim al-Mirati, Syaikh Syah Abdurrahim, Syaikh Hakimul Ummah Muhammad Asyraf Ali al-Tanawi, Syaikh Syah Abdurrahim, Syaikh Syah Abdulqadir dari Rayifur, Syaikh al-Mufti Kifayatullah al-Dihlawi dan para ulama lain dari Kalkuta, Binaris, Walkanu, Agharuh, Muard Abad, Lahore, Amratsari, Ludhiana, Pesyawar, Rowalbandi, Multan, Husyayarfuri, Ghurdasafur, Jahlum, Siyalkut, Ghujranawala, Haidar Abad, Dakan, Bufala, dan Rampur. Demikian pula fatwa ini ditandatangani oleh sejumlah para ulama yang mulia dan fatwa ini disebut Fatwa Pengkafiran Ahmadiyah dan dicetak oleh Percetakan al-I’zaziyyah di Deoband.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar